Spanduk pengumuman sterilisasi dan penutupan kantor Disdukcapil Kulon Progo
Spanduk pengumuman sterilisasi dan penutupan kantor Disdukcapil Kulon Progo

Klaster Perkantoran Merusak Apresiasi Jokowi Atas DIY

Ahmad Mustaqim • 30 November 2020 11:34
Yogyakarta: Sebuah kantor swasta di Jalan Yogyakarta-Solo tetap beraktivitas normal meski terjadi penularan covid-19 pada bulan lalu. Lalu lalang manusia masih tampak biasa meski menggunakan masker, mencuci tangan, dan rutin mengukur suhu tubuh sebelum masuk ke perkantoran layanan telekomunikasi itu. 
 
“Iya, pas bulan kemarin masih ramai. Yang kerja ya masih banyak di sana,” kata Supri, warga Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Senin, 9 November 2020. 
 
Kantor telekomunikasi itu menjadi klaster penyebaran covid-19. Kasus covid-19 di gedung bercat biru itu mencapai 95 orang. Selain pegawai di kantor itu, kasus menyebar hingga ke keluarga pegawai. Pegawai di perkantoran itu berasal dari DIY dan Jawa Tengah. 

Klaster Perkantoran Merusak Apresiasi Jokowi Atas DIY
Kantor layanan Telekomunikasi yang jadi klaster penyebaran covid-19
 
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Joko Hastaryo, mengatakan pemerintah setempat sudah meminta setiap perkantoran yang melayani publik memiliki satuan tugas yang mengantisipasi dan menangani kemunculan kasus penularan covid-19. Apalagi kantor tersebut memiliki banyak karyawan. 
 
"Satgas di masing-masing perusahaan wajib ada. Lalu menyediakan fasilitas cuci tangan atau hand sanitizer dan saat bekerja pakai masker," ujar Joko. 
 
Menururt Joko, menjaga jarak menjadi hal sulit untuk dilakukan saat jam kerja dan istirahat. Hal itu diduga menjadi salah satu penyebab munculnya klaster di kantor telekomunikasi itu. Selain itu, sistem istirahat yang tak diatur secara bergelombang juga bisa menyebabkan kerumunan. 
 
Pemerintah Kabupaten Sleman menduga kantor tersebut telat menerapkan pemberlakukan bekerja dari rumah atau work from home (WfH). Situasi itu diduga membuat kasus menjadi banyak. 
 
“Tapi tracing kasus di sana sudah selesai. Kami tetap lakukan monitoring secara rutin yang dilakukan puskesmas dan kecamatan. (Pemerintah) kabupaten juga melakukan sidak,” ungkapnya.
 
 

Kantor dinas terimbas

Selain perkantoran itu, di Kantor Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sleman juga ditemukan kasus covid-19. Joko tak ingat lagi berapa kasus di sana. Catatan Medcom.id, saat itu seorang ASN berinisial IR positif covid-19 pada Juli lalu. Ketika itu ASN tersebut positif covid-19 dan melakukan isolasi di RSPAU Hardjolukito. 
 
Menurut Joko, jajarannya telah melakukan screening dugaan penyebaran covid-19 di berbagai perkantoran di Kabupaten Sleman. Kantor-kantor yang disasar diutamaakan yang berkaitan dengan pelayanan publik seperti Dinas Kependudukan dan Penccatatan Sipil, Dinas Perizinan, Koperasi, hingga Tenaga Kerja. 
 
“Hasilnya minimal sekali. (Temuan kasus) sampai positif sampai satu atau dua,” ujarnya. 
 
Adapun pihak manajemen PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) yang menjadi lokasi terjadi klaster covid-19, menyebut, tak ada karyawannya yang positif covid-19. Klaster kasus covid-19 itu disebut terjadi di kantor mitra XL Axiata meski berada di satu gedung. 
 
“Meskipun memiliki hubungan kemitraan, namun kedua perusahaan tidak dalam satu manajemen, karena itu pula karyawan perusahaan tidak di bawah manajemen XL Axiata, kantor keduanya juga terpisah,” kata Group Head Central Region XL Axiata, Rd. Sofia Purbayanti. 
 
Klaster Perkantoran Merusak Apresiasi Jokowi Atas DIY
Peta sebaran penulara covid-19 di kantor layanan publik di DIY
 
Pihaknya mengeklaim telah memonitor ketat kesehatan setiap karyawannya. Ia menyatakan protokol kesehatan telah dijalankan di perkantoran XL Axiata. 
 
Selain Sleman, klaster kasus positif covid-19 perkantoran juga terjadi di Kabupaten Kulon Progo. Kasus di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) itu diketahui pada 11 November. Kepala Disdukcapil Kabupaten Kulon Progo, Aspiyah, menjadi salah satu yang diketahui positif covid-19 dari dua kasus awal. 
 
“Hasil swab ada THL (tenaga harian lepas) yang positif. Lalu karyawan di-swab semua, maka harus isolasi dulu sampai hasil keluar sampai sterilisasi kantor. Saya sendiri sedang di rawat di RSUD (Wates),” kata Aspiyah lewat pesan singkat pada 16 November lalu.

Menyebar ke keluarga

Juru Bicara Pemerintah Kabupaten Kulon Progo untuk Penanganan Covid-19, Baning Rahayujati, mengatakan penelusuran kontak erat dari dua kasus awal ditemukan sebanyak 25 kasus baru sehingga menjadi 27 kasus pada 18 November. Sehari berselang, jumlah konfirmasi positif covid-19 klaster itu menjadi 39 kasus. 
 
“Klaster Dukcapil Kabupaten Kulon Progo ada 39 kasus; yakni karyawan sebanyak 30 dan sembilan sisanya di luar Dukcapil,” ungkapnya. 
 
Klaster Perkantoran Merusak Apresiasi Jokowi Atas DIY
Juru bicara Pemkab Kulon Progo untuk Penaanganan Covid-19, Baning Rahayujati
 
Baning mengatakan, penularan klaster Disdukcapil Kulon Progo itu tak hanya menyasar karyawan, namun sudah menjangkau rekan kerja dan keluarga. Bahkan penyebaran kasus di antaranya sampai ke Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Kulon Progo, sekolah, dan kantor radio. Jumlah kasus dari klaster ini bertambah menjadi 71 pada Jumat, 27 November 2020. 
 
Sampai saat ini, lebih dari 300 orang diduga merupakan kontak erat kasus dan telah dites usap. Jumlah kasus klaster Disdukcapil Kulon Progo potensial bertambah. 
 
Baning mengakui terlambat mendeteksi kemunculan klaster itu. Pegawai yang positif sempat mengikuti rapat dengan organisasi perangat daerah (OPD). Sampai saat ini pihaknya belum mengetahui sumber awal kasus di kantor tersebut. 
 
“Kami belum bisa memutuskan bahwa yang ditemukan pertama itu sumber penularan awal atau bukan. Kami masih lihat lagi karena belum tentu dia yang menularkan,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo ini. 
 
Protokol kesehatan (prokes), kata dia, sejauh ini telah disosialisasikan ke setiap perkantoran hingga masyarakat. Ia menilai pelaksanaan prokes tak semudah yang dikatakan. 
 
“Faktanya prokes itu gampang diomongkan, sulit dilaksanakan, terutama dalam hal menjaga jarak,” ujarnya.
 
 

Risiko membuka aktivitas publik

Epidemolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad mengatakan kemunculan klaster perkantoran sudah menjadi risiko saat aktivitas publik dibuka. Selain menyiapkan aturan protkol kesehatan, ia menilai harus ada upaya memitigasi seluruh pekerja kantoran, baik negeri maupun swasta. 
 
“Begitu ada kasus masuk, kantor jadi tempat dengan risiko yang tinggi penularannya,” kata dia. 
 
Ia menilai kultur masyarakat di Yogyakarta yang terbiasa berbincang dengan teman menjadi musababnya. Menurut dia, kebiasaan bercakap akan membuat seseorang releks sehingga lupa dengan kewajiban protokol kesehatan. 
 
“Kalau ketemu teman dekat, jaga diri dan kewaspadaan (mencegah risiko penularan covid-19) akan turun. Kontak dekat pasti terjadi. Tinggal nunggu saja ada yang lebih dulu positif atau tidak,” kata dia. 
 
Kasus penularan covid-19 di perkantoran hampir terjadi di setiap kabupaten di DIY. Selain Kabupaten Sleman dan Kulon Progo, Medcom.id juga memperoleh informasi kasus penularan covid-19 di perkantoran yang ada di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Gunungkidul. Namun, upaya memngonfirmasi kasus itu sulit dilakukan. 
 
Seorang warga Kota Yogyakarta, Ida, menyatakan temannya ada yang mengeluh soal kasus penyebaran covid-19 di Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP ESDM) DIY. Menurut dia, ada seorang rekan kerja temannya yang meninggal karena covid-19. Teman Ida tersebut kebingungan bertindak karena ada orang yang sudah tertular. 
 
“Orang itu sangat ketakutan. Tapi semua karyawan diancam tidak boleh membocorkan kasus itu keluar,” ujarnya. 
 
Ia mengatakan jajaran dinas tersebut mengultimatum agar kasus itu tak sampai ke publik. Ida merasa iba dan hanya bisa mendoakan agar temannya tidak tertular covid-19 di kantor itu.

Tidak transparan

Sekretaris Pemerintah DIY, Kadarmanta Baskara Aji, mengatakan belum tahu ihwal penyebaran covid-19 di dinas yang berlokasi di kawasan Gowongan, Kota Yogyakarta. Jika ada kasus, kata dia, seharusnya segera ditelusuri. 
 
“Mestinya kalau ada (kasus penularan covid-19) di-tracing. Coba saya cek dulu,” kata mantan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY ini. 
 
Masalah itu menjadi ironis karena pada Juli lalu DIY mendapat apresiasi Presiden Joko Widodo atas kebijakan calm down dan slow down dalam penanganan covid-19. Berbeda dengan daerah lain yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Situasi dianggap terbentuk dari pengalaman DIY dalam penanganan sejumlah bencana. 
 
"Sense DIY terhadap bencana sudah terbangun. Tapi dalam hal transparansi datanya bermasalah. Usai dapat penghargaan kasusnya langsung melonjak tinggi,” kata pengamat kebijakan pemerintah dari UGM, Satria Aji Imawan. 
 
Satria mengatakan transparansi data dan penanganan sudah menjadi masalah di berbagai kota, termasuk DIY, sejak sebelum pandemi. Bahkan, saat klaster perkantoran terjadi di Jakarta pihaknya juga mempertanyakaan hal serupa soal situasi di DIY. Menurut dia, beberapa kasus klaster perkantoran yang diketahui baru di tingkatan kabupaten/kota. 
 
“Belum yang tingkat kecamatan. Transparansi perkantoran harus melakukan tracing terhadap pekerja di kantor. Jangan sampai masalah ini seperti memelihara bom waktu. Jangan sampai di belakang kena getahnya,” ujar Satria. 
 
Menurut dia, pencegahan penularan covid-19 di perkantoran tak cukup dengan aturan protokol kesehatan. Sistem penilaian kerja harus diubah, misalnya, kebijakan WfH harus tidak sama dengan bekerja di kantor. 
 
Selain itu, ia melanjutkan, kultur masyarakat di DIY tak bisa dengan memaksakan aturan protokol kesehatan. Menurut dia, kebijakan menekan covid-19 di DIY perlu dilakukan melalui sistem penokohan atau sosok. 
 
Ia mencontohkan saat Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengancam menutup Malioboro jika muncul klaster covid-19. Situasi itu, katanya, kemudian direspon publik dengan lebih hati-hati dan mematuhi ucapan Sri Sultan. 
 
“Untuk masalah klaster perkantoran salah satu tantangan administrasi publik. Seharusnya kebijakan diambil tidak berbasis lingkungan, tapi berbasis data dan perilaku masyarakatnya,” ucap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UGM ini.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan