Spanduk pengumuman sterilisasi dan penutupan kantor Disdukcapil Kulon Progo
Spanduk pengumuman sterilisasi dan penutupan kantor Disdukcapil Kulon Progo

Klaster Perkantoran Merusak Apresiasi Jokowi Atas DIY

Ahmad Mustaqim • 30 November 2020 11:34

Risiko membuka aktivitas publik

Epidemolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad mengatakan kemunculan klaster perkantoran sudah menjadi risiko saat aktivitas publik dibuka. Selain menyiapkan aturan protkol kesehatan, ia menilai harus ada upaya memitigasi seluruh pekerja kantoran, baik negeri maupun swasta. 
 
“Begitu ada kasus masuk, kantor jadi tempat dengan risiko yang tinggi penularannya,” kata dia. 
 
Ia menilai kultur masyarakat di Yogyakarta yang terbiasa berbincang dengan teman menjadi musababnya. Menurut dia, kebiasaan bercakap akan membuat seseorang releks sehingga lupa dengan kewajiban protokol kesehatan. 

“Kalau ketemu teman dekat, jaga diri dan kewaspadaan (mencegah risiko penularan covid-19) akan turun. Kontak dekat pasti terjadi. Tinggal nunggu saja ada yang lebih dulu positif atau tidak,” kata dia. 
 
Kasus penularan covid-19 di perkantoran hampir terjadi di setiap kabupaten di DIY. Selain Kabupaten Sleman dan Kulon Progo, Medcom.id juga memperoleh informasi kasus penularan covid-19 di perkantoran yang ada di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Gunungkidul. Namun, upaya memngonfirmasi kasus itu sulit dilakukan. 
 
Seorang warga Kota Yogyakarta, Ida, menyatakan temannya ada yang mengeluh soal kasus penyebaran covid-19 di Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP ESDM) DIY. Menurut dia, ada seorang rekan kerja temannya yang meninggal karena covid-19. Teman Ida tersebut kebingungan bertindak karena ada orang yang sudah tertular. 
 
“Orang itu sangat ketakutan. Tapi semua karyawan diancam tidak boleh membocorkan kasus itu keluar,” ujarnya. 
 
Ia mengatakan jajaran dinas tersebut mengultimatum agar kasus itu tak sampai ke publik. Ida merasa iba dan hanya bisa mendoakan agar temannya tidak tertular covid-19 di kantor itu.

Tidak transparan

Sekretaris Pemerintah DIY, Kadarmanta Baskara Aji, mengatakan belum tahu ihwal penyebaran covid-19 di dinas yang berlokasi di kawasan Gowongan, Kota Yogyakarta. Jika ada kasus, kata dia, seharusnya segera ditelusuri. 
 
“Mestinya kalau ada (kasus penularan covid-19) di-tracing. Coba saya cek dulu,” kata mantan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY ini. 
 
Masalah itu menjadi ironis karena pada Juli lalu DIY mendapat apresiasi Presiden Joko Widodo atas kebijakan calm down dan slow down dalam penanganan covid-19. Berbeda dengan daerah lain yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Situasi dianggap terbentuk dari pengalaman DIY dalam penanganan sejumlah bencana. 
 
"Sense DIY terhadap bencana sudah terbangun. Tapi dalam hal transparansi datanya bermasalah. Usai dapat penghargaan kasusnya langsung melonjak tinggi,” kata pengamat kebijakan pemerintah dari UGM, Satria Aji Imawan. 
 
Satria mengatakan transparansi data dan penanganan sudah menjadi masalah di berbagai kota, termasuk DIY, sejak sebelum pandemi. Bahkan, saat klaster perkantoran terjadi di Jakarta pihaknya juga mempertanyakaan hal serupa soal situasi di DIY. Menurut dia, beberapa kasus klaster perkantoran yang diketahui baru di tingkatan kabupaten/kota. 
 
“Belum yang tingkat kecamatan. Transparansi perkantoran harus melakukan tracing terhadap pekerja di kantor. Jangan sampai masalah ini seperti memelihara bom waktu. Jangan sampai di belakang kena getahnya,” ujar Satria. 
 
Menurut dia, pencegahan penularan covid-19 di perkantoran tak cukup dengan aturan protokol kesehatan. Sistem penilaian kerja harus diubah, misalnya, kebijakan WfH harus tidak sama dengan bekerja di kantor. 
 
Selain itu, ia melanjutkan, kultur masyarakat di DIY tak bisa dengan memaksakan aturan protokol kesehatan. Menurut dia, kebijakan menekan covid-19 di DIY perlu dilakukan melalui sistem penokohan atau sosok. 
 
Ia mencontohkan saat Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengancam menutup Malioboro jika muncul klaster covid-19. Situasi itu, katanya, kemudian direspon publik dengan lebih hati-hati dan mematuhi ucapan Sri Sultan. 
 
“Untuk masalah klaster perkantoran salah satu tantangan administrasi publik. Seharusnya kebijakan diambil tidak berbasis lingkungan, tapi berbasis data dan perilaku masyarakatnya,” ucap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UGM ini.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan