Alarm Deteksi Bencana di Lereng Ngetos Nganjuk Tidak Berfungsi saat Longsor
Antara • 17 Februari 2021 23:53
Nganjuk: Warga yang menjadi korban tanah longsor di Desa Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, mengungkapkan alarm tanda bahaya yang dipasang di lokasi itu rusak sekitar satu tahun lalu. Namun hingga kejadian bencana belum diperbaiki.
Muh Rifai, salah seorang warga yang menjadi korban tanah longsor mengatakan, beberapa tahun lalu sebenarnya pernah terjadi tanah longsor. Kala itu warga mendengar alarm tanda bahaya, namun alat itu kini sudah rusak.
"Pas kejadian alatnya rusak. Satu tahun ini. Jadi, tidak bisa nyala," kata Muh Rifai di Nganjuk, Rabu, 17 Februaru 2021.
Ia juga tidak mengetahui dengan pasti terkait perbaikan alat tersebut. Yang ia tahu, alat itu dipasang di sekitar perkampungannya, sehingga jika akan terjadi bencana otomatis langsung bekerja.
Baca: 400 Personel Dikerahkan Cari Korban Longsor Nganjuk
"Sudah lama rusaknya, sekitar satu tahun. Pasangnya sudah lama. Jadi, ketika akan terjadi longsoran warga mau mengungsi, namun kemarin itu tidak ada (tidak menyala), karena rusak," terangnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi mengakui bahwa petugas sebelumnya sudah memasang sejumlah titik Early Warning System (EWS), yang digunakan untuk mendeteksi dini bencana alam.
"Di beberapa tempat sebenarnya ada, tapi kemarin itu juga tidak bunyi. Ada yang hilang dan kurang perawatan," kata dia.
Ia mengatakan, alat itu berfungsi otomatis sehingga jika ada bencana alam langsung bisa terdeteksi. Namun, karena tidak berfungsi, akhirnya alat tersebut tidak dapat memberikan informasi peringatan dini kepada masyarakat.
Baca: Satu Lagi Korban Longsor Nganjuk Ditemukan Meninggal
Pihaknya juga menjadikan hal ini sebagai evaluasi, agar tidak terulang lagi. Sehingga bisa mencegah adanya korban jiwa.
"Nanti pengadaan baru lagi dan ini akan jadi evaluasi," terangnya.
Sementara itu, terkait dengan relokasi warga yang terdampak bencana tanah longsor di Desa/Kecamatan Ngetos, dia mengatakan hal itu sudah dibahas antara Bupati, Mensos Tri Rismaharini dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Menko PMK) Muhadjir Effendi.
Pemkab juga sudah berencana untuk merelokasi warga ke tempat yang lebih aman. Beberapa skema telah disiapkan antara lain alternatif untuk pindah ke lokasi rumah di Kecamatan Berbek, yang sudah dibangun terlebih dahulu oleh Dinas PUPR Kabupaten Nganjuk maupun akan tukar guling dengan tanah Perhutani yang masih di Kecamatan Ngetos.
Baca: Belasan Pengungsi Longsor Nganjuk Reaktif Covid-19
"Intinya kami lakukan relokasi, paling tidak ada dua skema. Di Berbek, dulu perumahan yang masih memungkinkan bisa pindah ke situ. Atau di daerah Ngetos tepi jalan juga ada tanah kosong milik Perhutani. Bisa tukar guling atau bagaimana," ujar dia.
Bencana longsor terjadi di Dusun Selopuro, Desa/kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, pada Minggu, 14 Februari 2021, setelah hujan deras mengguyur. Akibatnya, 10 rumah warga rusak, yakni delapan rumah warga tertimbun dan dua rusak berat.
Selain itu, ada 186 orang warga yang terdata. Dari jumlah itu, 21 orang di antaranya dinyatakan hilang. Setelah pencarian, dua orang berhasil selamat, enam orang masih dicari dan sisanya ditemukan meninggal.
Baca: Kisah Bumil dan Si Kembar Selamat dari Longsor Nganjuk
Nganjuk: Warga yang menjadi korban tanah
longsor di Desa Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, mengungkapkan alarm tanda bahaya yang dipasang di lokasi itu rusak sekitar satu tahun lalu. Namun hingga kejadian bencana belum diperbaiki.
Muh Rifai, salah seorang warga yang menjadi korban tanah longsor mengatakan, beberapa tahun lalu sebenarnya pernah terjadi tanah longsor. Kala itu warga mendengar alarm tanda bahaya, namun alat itu kini sudah rusak.
"Pas kejadian alatnya rusak. Satu tahun ini. Jadi, tidak bisa nyala," kata Muh Rifai di Nganjuk, Rabu, 17 Februaru 2021.
Ia juga tidak mengetahui dengan pasti terkait perbaikan alat tersebut. Yang ia tahu, alat itu dipasang di sekitar perkampungannya, sehingga jika akan terjadi bencana otomatis langsung bekerja.
Baca: 400 Personel Dikerahkan Cari Korban Longsor Nganjuk
"Sudah lama rusaknya, sekitar satu tahun. Pasangnya sudah lama. Jadi, ketika akan terjadi longsoran warga mau mengungsi, namun kemarin itu tidak ada (tidak menyala), karena rusak," terangnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi mengakui bahwa petugas sebelumnya sudah memasang sejumlah titik Early Warning System (EWS), yang digunakan untuk mendeteksi dini bencana alam.
"Di beberapa tempat sebenarnya ada, tapi kemarin itu juga tidak bunyi. Ada yang hilang dan kurang perawatan," kata dia.
Ia mengatakan, alat itu berfungsi otomatis sehingga jika ada bencana alam langsung bisa terdeteksi. Namun, karena tidak berfungsi, akhirnya alat tersebut tidak dapat memberikan informasi peringatan dini kepada masyarakat.
Baca: Satu Lagi Korban Longsor Nganjuk Ditemukan Meninggal