Dokumen foto Raden Rubini Natawisastra atau dr Rubini bersama keluarga. (ANTARA/HO-TP2GD)
Dokumen foto Raden Rubini Natawisastra atau dr Rubini bersama keluarga. (ANTARA/HO-TP2GD)

Mengenal dr Rubini Pejuang Medis Pembela Masyarakat Kalbar dari Penindasan Jepang

Antara • 04 Agustus 2022 14:25

 
Menjelang masuk tentara Jepang karena berkobar Perang Pasifik, pada 1941 pemerintah kolonial mengadakan evakuasi terhadap pejabat-pejabat Belanda, penduduk, dan tokoh-tokoh masyarakat penting pribumi, termasuk Rubini yang turut diajak. Akan tetapi, karena kecintaannya kepada Kalbar dan pengabdian, dia menolak dievakuasi oleh pemerintah kolonial ke Jawa. Ia memilih tetap tinggal.
 
Setelah dievakuasi tenaga-tenaga dokter Belanda, keadaan semakin rumit karena kekurangan tenaga kesehatan. Padahal pada Desember 1941 Pontianak sudah mulai dijatuhi bom oleh Jepang yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Atas dasar itu, pemerintah kolonial yang semakin terdesak kemudian mengangkat dr Rubini sebagai perwira kesehatan cadangan dengan pangkat letnan 2 untuk mengurusi rumah sakit militer yang ditinggalkan dokter-dokter Belanda.

Bersama dokter-dokter pribumi lainnya yang menolak dievakuasi, dr Rubini lebih memilih merawat para pasien korban pemboman Jepang.
 
Sekitar Februari 1942, Jepang yang telah berkuasa di Indonesia, membubarkan seluruh organisasi dan kegiatan politik, termasuk Parindra. Di sisi lain, Rubini yang tetap berprofesi sebagai dokter, berusaha untuk pura-pura bekerja sama dengan Jepang agar kegiatan-kegiatan politik yang dia bina secara sembunyi tidak terbongkar.
 
Para aktivis itu kemudian mendirikan organisasi Nissinkwai yang seolah-olah mendukung Jepang. Di sisi lain Rubini mulai menerima laporan-laporan kejahatan Jepang terhadap rakyat, terutama pada kaum perempuan yang menerima kekerasan seksual.
 
Bahkan dr Rubini juga turut merawat kaum perempuan malang tersebut, baik di rumah sakit maupun rumah praktiknya. Hal ini semakin membulatkan tekad dirinya untuk melawan penindasan Jepang.
 
Jepang kemudian menilai pergerakan aktivis di Nissinkwai sebagai bentuk ancaman. Organisasi itu kemudian dibubarkan. Para aktivisnya bergabung di Pemuda Muhammadiyah agar dapat berdiskusi membicarakan langkah perjuangan dalam selubung kegiatan keagamaan. Awal tahun 1943, dr Rubini menerima dr Susilo dan Makaliwey yang datang dari Banjarmasin.
 
Mereka menyampaikan bahwa di Banjarmasin akan ada gerakan melawan Jepang dan di Pontianak juga untuk turut serta. Dengan begitu dr Rubini mulai mengadakan konsolidasi aktivis dan sejumlah tokoh kesultanan, untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang yang rencananya pada Desember 1943.
 
 


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan