Gara-gara Utang, Pasutri di Gunungkidul 'Berakhir' di Kandang Sapi
Ahmad Mustaqim • 01 September 2021 14:59
Yogyakarta: Bangunan ukuran sekitar 2x3 meter berdiri tepat di samping kandang sapi. Bangunan dengan dinding terpal biru itu menjadi tempat tinggal pasangan suami istri, Ngadiono, 52 dan Sumini, 44, warga Dusun Kedungranti, Desa Nglipar, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Sudah empat bulan ini tinggal di sini (berdampingan dengan kandang sapi)," kata Ngadiono, dengan tuturan bahasa Jawa saat ditemui Rabu, 1 September 2021.
Bersama kedua anaknya, keluarga Ngadiono memelihara tiga ekor sapi di kandang. Kendati bau kotoran hewan, keluarga tersebut tetap ayem.
Di tempat tinggal itu, keluarga Ngadiono menyekat bangunan seukuran 1 X 1 meter untuk tempat tidur dan sisanya untuk tempat berkumpul keluarga. Bahkan kasur untuk tidur hanya setebal 5 sentimeter.
Baca juga: Bebaskan Siswa Beli Seragam, Ganjar: Enggak Seragam, Enggak Pengaruh
Untuk memasak, mereka membuat tungku ala kadarnya di luar kandang di sampung memanfaatkan air Sungai Oya untuk beragam kebutuhan domestik lain kecuali memasak.
Ngadiono mengaku tempat tinggal saat ini merupakan lahan milik orang tua. Namun karena lokasinya dekat dengan sungai, banjir menjadi ancaman utama keluarga tersebut.
Berawal dari Terlilit Utang
Kondisi memprihatinkan keluarga Ngadiono dimulai pada medio 2000-an. Keluarga ini sempat mendapat bantuan pembangunan rumah sederhana pada 2007, setelah menjadi salah satu korban gempa bumi 2006.
Ngadiono saat itu membuka usaha sablon. Sementara, sang istri jualan sayur keliling kampung dengan sebuah sepeda motor. Berniat mengembangkan usaha, mereka meminjam uang di salah satu bank daerah.
"Saat itu pinjam uang Rp10 juta, pakai agunan sertifikat tanah yang ada rumah dari bantuan itu," katanya.
Waktu terus berjalan. Keluarga Ngadiono tidak bisa memutarkan uang pinjaman dari bank dan pada akhirnya tak mampu membayar cicilan utang.
Dalam situasi sulit, Ngadiono merantau ke Bangka Belitung dengan harapan bisa bekerja di perkebunan sawit. Tak dapat pekerjaan di rantau, cicilan di bank tak bisa terbayar.
Baca juga: Hujan Abu Merapi Guyur sebagian Wilayah Magelang
Ngadiono (Foto: Ahmad Mustaqim)
Istri Ngadiono, Sumini lantas memberanikan diri kembali meminjam uang ke koperasi syariah di daerah tersebut. Sumini menjadikan BPKB sepeda motornya sebagai agunan.
"Utangnya Rp5 juta. Ya pinjam uang karena enggak ada kiriman dari suami. Jualan (sayuran keliling) juga enggak bisa menutupi kebutuhan harian," katanya.
Singkat cerita, utang keluarga Ngadiono kian menumpuk. Bahkan mereka juga terjerat utang kepada 7 rentenir dengan dalih untuk gali lobang tutup lobang yang semakin membuat keluarga mereka terlilit utang.
Selepas itu, kehidupan Sumini kian memprihatinkan. Ngadiono pulang merantau, kemudian menjual rumah bantuan untuk menutupi utang di bank.
Namun lantaran masih terlilit utang rentenir, Ngadiono dan keluarga memutuskan pergi ke Sumatra. Mereka tinggal di sana setelah lima tahun.
Setelah lima tahun, Ngadiono dan keluarga kembali ke Gunungkidul, dan tinggal di rumah orang tua di Kecamatan Semanu. "Tapi di sana cuma empat bulan. Terus balik ke ke Kedungranti karena enggak ada kerjaan di sana."
Tinggal di Hutan
Di Kedungranti, keluarga Ngadiono tak bisa hidup layak. Selama tiga tahun mereka tinggal di lahan perhutani. Mereka diizinkan tinggal di tanah perhutani dengan bercocok tanam untuk bertahan hidup.
Ngadiono mengatakan, dirinya dan sang istri menanam ketela dan berbagai jenis sayur-sayuran di sela tanaman tegakan di hutan. Mereka mengaku bisa tentram meski hidup jauh dari keramaian.
Lima bulan lalu, Ngadiono ditawari memelihara dua ekor sapi oleh saudaranya. Mereka terpaksa pindah tempat tinggal ke lahan di pinggir sungai karena perhutani tak membolehkan ada ternak ditempatkan di hutan.
"Sama orang tua dibolehkan menempati tanah di pinggir sungai ini. Kalau harus mengurus ternak jauh dari tempat tinggal, lelah," ucapnya.
Kini dua sapi yang Ngadiono dan istri pelihara sudah beranak satu ekor. Dengan segala keterbatasan itu, Ngadiono mengaku akan bertahan sebab tak ada pilihan lain.
Yogyakarta: Bangunan ukuran sekitar 2x3 meter berdiri tepat di samping kandang sapi. Bangunan dengan dinding terpal biru itu menjadi
tempat tinggal pasangan suami istri, Ngadiono, 52 dan Sumini, 44, warga Dusun Kedungranti, Desa Nglipar, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Sudah empat bulan ini tinggal di sini (berdampingan dengan kandang sapi)," kata Ngadiono, dengan tuturan bahasa Jawa saat ditemui Rabu, 1 September 2021.
Bersama kedua anaknya, keluarga Ngadiono memelihara tiga ekor sapi di kandang. Kendati bau kotoran hewan, keluarga tersebut tetap ayem.
Di tempat tinggal itu, keluarga Ngadiono menyekat bangunan seukuran 1 X 1 meter untuk tempat tidur dan sisanya untuk tempat berkumpul keluarga. Bahkan kasur untuk tidur hanya setebal 5 sentimeter.
Baca juga:
Bebaskan Siswa Beli Seragam, Ganjar: Enggak Seragam, Enggak Pengaruh
Untuk memasak, mereka membuat tungku ala kadarnya di luar kandang di sampung memanfaatkan air Sungai Oya untuk beragam kebutuhan domestik lain kecuali memasak.
Ngadiono mengaku tempat tinggal saat ini merupakan lahan milik orang tua. Namun karena lokasinya dekat dengan sungai, banjir menjadi ancaman utama keluarga tersebut.