Kombinasi Batik dan Kopi Bangkitkan Ekonomi
Ahmad Mustaqim • 02 Oktober 2020 08:51
Yogyakarta: Pemilik Galeri Batik Leksa Ganesha, di Dusun Tembi, Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Tatang Elmy Wibowo, mengalami penurunan omzet akibat pandemi covid-19. Tatang mencoba berinovasi untuk tetap bertahan.
Salah satu inovasi yang dilakukan yakni mengubah pola produksi dan penjualan. Semula, produksi batik dilakukan dengan metode lukis. Akibat pandemi, produksi batik dijalankan berdasarkan pesanan.
"Produksi kami sesuaikan dengan permintaan pasar. Kalau dulu metode lukis, sekarang produksi dilakukan untuk produk kaos dan celana batik," ujar Tatang, kepada Medcom.id, Kamis, 1 Oktober 2020.
Tempat produksi batik Leksa Ganesha. Foto: Dokumentasi Tatang Elmy.
Tatang mengombinasikan pesanan dengan bekerja sama petani kopi. Produk kopi didapat dari petani di lereng lima gunung, seperti Gunung Ijen, Merapi, Slamet, dan Kerinci. Setiap membeli kaos atau celana batik, bisa mendapatkan kopi yang diambil langsung dari kelompok petani.
"Jadi penjualan produk batik kita kombinasikan dengan produk kopi. Kami ambil kopi langsung dari petaninya lewat jaringan Mapala (mahasiswa pecinta alam),” kata dia.
Baca: Malangnya Nasib Perajin Batik di Malang Gara-gara Covid-19
Tatang menjualnya secara daring. Meskipun, ia mengakui, usahanya tetap terdampak pandemi covid-19. Ia memperkirakan, penurunan pendapatannya berkisar 50 persen.
"Dulu banyak tamu (konsumen) datang, tapi saat ini tidak ada. Pembeli hanya dari online," ungkapnya.
Kini, usaha batik Leksa Ganesha tetap memiliki pesanan regular dan non regular. Pesanan reguler itu sekitar 20 kain per bulan. Sementara, non reguler bisa menjual 40 potong kaos batik dan 10 potong celana batik per bulan.
Meski pendapatan usaha menurun, Tatang tak melupakan hak 12 pekerjanya. Mereka tetap digaji, mendapat bantuan pembayaran BPJS, dan tunjangan hari raya (THR) utuh tanpa potongan.
"Sebagai pelaku usaha, kami harap pemerintah mendorong kelas menengah ke atas membeli produk UMKM. Dengan begitu, rantai produksi pelaku usaha akan tetap jalan," tuturnya.
Baca: ASN Kemendes Diwajibkan Mengenakan Batik Selama Sebulan
Sementara itu, pemilik batik Sri Kuncoro, di Desa Giriloyo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Imaroh, mengatakan usahanya sangat terpukul akibat pandemi korona. Bahkan berujung pengurangan tenaga kerja.
"Awal masa pandemi itu kami berhenti produksi 100 persen. Tanpa ada produksi sama sekali," kata Imaroh kepada Medcom.id, Kamis, 1 Oktober 2020.
Dia mengatakan, dari 20 tenaga kerja, hanya 10 orang yang masih dipekerjakan. Sisanya dihentikan sementara.
Tak adanya pembeli membuatnya tidak bisa menutup ongkos produksi. Meskipun, kata Imaroh, produksi tetap dilakukan berdasarkan pesanan konsumen.
"Kami menghubungi konsumen, ada yang mulai meminta kiriman. Tapi memang ada konsumen kami yang terdampak covid-19 juga," ungkapnya.
Baca: Muatan Lokal Membatik Tidak Diterapkan di Semua Daerah
Sekitar Juli 2020, pihaknya mulai mendapat pesanan meski tak banyak. Imaroh lantas menarik kembali beberapa pekerjanya yang sempat diberhentikan.
"Akhir Agustus (pekerja) kita tarik mulai satu hingga dua orang. Memang belum bisa mempekerjakan semuanya sampai sekarang," katanya.
Ia bersyukur, platform penjualan daring bisa membantu membangkitnya usahanya. Ia memperkirakan ada perbaikan persentase bisnis, dari turun 100 persen menjadi 50 persen.
Imaroh berharap pandemi korona bisa segera teratasi. Di sisi lain, Hari Batik Internasional pada 2 Oktober tak kan berarti tanpa disertai kebangkitan pelaku usaha.
"Harapan kami pemerintah membantu memasarkan produk UMKM. Kita hanya bisa bersabar dan bertahan. Yang penting bisa menjalankan usahanya, kerja sama dengan perajin lainnya juga bisa berjalan," ungkapnya.
Sekitar Juli 2020, pihaknya mulai mendapat pesanan meski tak banyak. Imaroh lantas menarik kembali beberapa pekerjanya yang sempat diberhentikan.
"Akhir Agustus (pekerja) kita tarik mulai satu hingga dua orang. Memang belum bisa mempekerjakan semuanya sampai sekarang," katanya.
Ia bersyukur, platform penjualan daring bisa membantu membangkitnya usahanya. Ia memperkirakan ada perbaikan persentase bisnis, dari turun 100 persen menjadi 50 persen.
Imaroh berharap pandemi korona bisa segera teratasi. Di sisi lain, Hari Batik Internasional pada 2 Oktober tak kan berarti tanpa disertai kebangkitan pelaku usaha.
"Harapan kami pemerintah membantu memasarkan produk UMKM. Kita hanya bisa bersabar dan bertahan. Yang penting bisa menjalankan usahanya, kerja sama dengan perajin lainnya juga bisa berjalan," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)