Yogyakarta: Menyambut HUT 77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sederet hasil kerajinan karya dan kreativitas warga binaan dari berbagai lapas dipamerkan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkum HAM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dipamerkan. Salah satunya lukisan karya terpidana mati kasus narkotika asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso.
"Memang setiap momen yang berhubungan dengan warga binaan semaksimal mungkin kami coba sajikan semua hasil-hasil karyanya, sehingga masyarakat tahu di dalam lapas warga binaan tak hanya diam. Tapi juga punya kreativitas walaupun terbatas," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkum HAM DIY, Gusti Ayu Putu Suwardani di Lapas Wirogunan Yogyakarta, Selasa, 16 Agustus 2022.
Gusti mengatakan pameran itu sekaligus untuk mempromosikan hasil karya narapidana selama dalam masa pembinaan. Karya-karya itu meliputi lukisan, batik, kerajinan kulit, hingga kerajinan kayu. Ia mengatakan warga binaan di lapas perempuan juga menghasilkan beberapa jenis kuliner yang disajikan saat ada acara tertentu.
"Kue-kue yang disajikan tamu undangan hasil warga binaan Lapas Perempuan. Semua kami tayangkan untuk tamu undangan dan semuanya dari warga binaan," ucapnya.
Gusti mengatakan para warga binaan mendapat pelatihan sesuai dengan lokasi mereka menjalani masa hukuman. Di antaranya di Lapas Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta, Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, Lapas Kelas IIB Cebongan Sleman, Lapas Kelas IIB Wonosari Gunungkidul, Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta, Rumah Tahanan Negara Kelas IIA Yogyakarta, Rumah Tahanan Kelas IIB Bantul, Rumah Tahanan Kelas IIB Wates Kulon Progo hingga Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Yogyakarta.
"Setiap satuan kerja memiliki cara kerja pembinaan masing-masing. Dari situ bisa mengundang satu instruktur untuk melatih mereka 2-3 hari sampai 1 minggu. Kemudian memproses atau memproduksi," kata Gusti.
Sementara, ada juga hasil kerajinan kulit yang dihasilkan warga binaan dari Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta. Ia mengatakan ada narapidana yang memiliki keterampilan membuat kerajinan kulit dan diminta berbagi ilmu kepada warga binaan yang lain.
"Yang pandai kulit masuk ke dalam diberdayakan memberikan pengajaran ke napi yang lain. Butuh waktu sekitar 1-2 bulan sudah bisa mahir membuat itu," ucapnya.
Terpidana mati kasus narkotika, Mary Jane juga memiliki karya yang dipamerkan. Beberapa karya Mary Jane seperti lukisan dan batik. Salah satu lukisannya yakni bergambar perempuan menggendong bayi. Dalam keterangan lukisan itu mengambarkan perasaan Mary jane yang begitu rindu dengan kedua anaknya di Filipina.
"Kain batik merah dan beberapa batik lainnya sebagian besar karya Mary Jane, khususnya yang gambar motif awal adalah Mery Jane, kemudian diselesaikan orang lain," ujar Gusti.
Kegiatan Mary Jane sejak batal dieksekusi mati pada 2015 lalu banyak dilakukan dengan belajar Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, hingga membuat berbagai kerajinan. Tak heran kemampuan Mary Jane berbahasa Indonesia dan Jawa disebut cukup bagus.
"Dia (Mary Jane) juga narinya juga luwes. Semua kegiatan program di Lapas perempuan diikuti hampir semua. Ini menjadi suatu kebanggaan kita dari seorang terpidana mati yang menunggu eksekusi tapi tidak putus ada. Dia terus berinovasi dengan hasil-hasil kegiatan yang luar biasa," ujarnya.
Ia menambahkan, tugas pengelola Lapas saat ini adalah memasarkan hasil kerajiban warga binaan. Gusti menyebut pihaknya sudah bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY untuk mengemas produk warga binaan agar lebih menarik dan bisa dipasarkan dan dijual.
Nasib Mary Jane sendiri hingga kini belum jelas. Saat 1.099 narapidana mendapat remisi HUT ke 77 Kemerdekaan Indonesia, dia tak masuk di dalamnya. Bahkan dia tak masuk dalam pertimbangan untuk diberikan remisi.
Gusti mengatakan Mary Jane saat ini hanya bisa pasrah dengan nasibnya. Mary Jane hanya bisa menahan kerinduan kepada dua anaknya dan menanti maut apabila jadi dieksekusi.
"Segala upaya hukum sudah dilakukan. Grasi ditolak, PK (peninjauan kembali) ditolak. Tak punya upaya hukum lain," ucapnya.
Ia mengaku sudah sempat berkomunikasi dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) terkait nasib Mary Jane. Menurutnya, yang bisa dilakukan hanya menjaga kondisi psikis dan kesehatannya stabil menjalani kurungan di jeruji besi yang belum tahu sampai kapan.
"Jangan sampai drop karena dia pidana mati. Yang sangat-sangat dirasakan dia pasti sedih karena teman-temannya dapat remisi, dia tidak," tuturnya.
Sementara, kasus Mary Jane sempat ada harapan setelah pengakuan Maria Kristina Sergio diproses hukum di Filipina. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada kejelasannya.
"Soal status hukum itu ranahnya Kejaksaan Tinggi. Saya sempat berbincang dengan kepala (Kejaksaan Tinggi DIY) diserahkan ke Kejaksaan Agung. Kami tidak bisa komentar soal itu," kata dia.
Yogyakarta: Menyambut
HUT 77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sederet hasil kerajinan karya dan kreativitas warga binaan dari berbagai lapas dipamerkan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkum HAM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dipamerkan. Salah satunya lukisan karya terpidana mati kasus narkotika asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso.
"Memang setiap momen yang berhubungan dengan
warga binaan semaksimal mungkin kami coba sajikan semua hasil-hasil karyanya, sehingga masyarakat tahu di dalam lapas warga binaan tak hanya diam. Tapi juga punya kreativitas walaupun terbatas," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkum HAM DIY, Gusti Ayu Putu Suwardani di Lapas Wirogunan Yogyakarta, Selasa, 16 Agustus 2022.
Gusti mengatakan pameran itu sekaligus untuk mempromosikan hasil karya narapidana selama dalam masa pembinaan.
Karya-karya itu meliputi lukisan, batik, kerajinan kulit, hingga kerajinan kayu. Ia mengatakan warga binaan di lapas perempuan juga menghasilkan beberapa jenis kuliner yang disajikan saat ada acara tertentu.
"Kue-kue yang disajikan tamu undangan hasil warga binaan Lapas Perempuan. Semua kami tayangkan untuk tamu undangan dan semuanya dari warga binaan," ucapnya.
Gusti mengatakan para warga binaan mendapat pelatihan sesuai dengan lokasi mereka menjalani masa hukuman. Di antaranya di Lapas Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta, Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, Lapas Kelas IIB Cebongan Sleman, Lapas Kelas IIB Wonosari Gunungkidul, Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta, Rumah Tahanan Negara Kelas IIA Yogyakarta, Rumah Tahanan Kelas IIB Bantul, Rumah Tahanan Kelas IIB Wates Kulon Progo hingga Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Yogyakarta.
"Setiap satuan kerja memiliki cara kerja pembinaan masing-masing. Dari situ bisa mengundang satu instruktur untuk melatih mereka 2-3 hari sampai 1 minggu. Kemudian memproses atau memproduksi," kata Gusti.
Sementara, ada juga hasil kerajinan kulit yang dihasilkan warga binaan dari Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta. Ia mengatakan ada narapidana yang memiliki keterampilan membuat kerajinan kulit dan diminta berbagi ilmu kepada warga binaan yang lain.
"Yang pandai kulit masuk ke dalam diberdayakan memberikan pengajaran ke napi yang lain. Butuh waktu sekitar 1-2 bulan sudah bisa mahir membuat itu," ucapnya.
Terpidana mati kasus narkotika, Mary Jane juga memiliki karya yang dipamerkan. Beberapa karya Mary Jane seperti lukisan dan batik. Salah satu lukisannya yakni bergambar perempuan menggendong bayi. Dalam keterangan lukisan itu mengambarkan perasaan Mary jane yang begitu rindu dengan kedua anaknya di Filipina.
"Kain batik merah dan beberapa batik lainnya sebagian besar karya Mary Jane, khususnya yang gambar motif awal adalah Mery Jane, kemudian diselesaikan orang lain," ujar Gusti.
Kegiatan Mary Jane sejak batal dieksekusi mati pada 2015 lalu banyak dilakukan dengan belajar Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, hingga membuat berbagai kerajinan. Tak heran kemampuan Mary Jane berbahasa Indonesia dan Jawa disebut cukup bagus.
"Dia (Mary Jane) juga narinya juga luwes. Semua kegiatan program di Lapas perempuan diikuti hampir semua. Ini menjadi suatu kebanggaan kita dari seorang terpidana mati yang menunggu eksekusi tapi tidak putus ada. Dia terus berinovasi dengan hasil-hasil kegiatan yang luar biasa," ujarnya.
Ia menambahkan, tugas pengelola Lapas saat ini adalah memasarkan hasil kerajiban warga binaan. Gusti menyebut pihaknya sudah bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY untuk mengemas produk warga binaan agar lebih menarik dan bisa dipasarkan dan dijual.
Nasib Mary Jane sendiri hingga kini belum jelas. Saat 1.099 narapidana mendapat remisi HUT ke 77 Kemerdekaan Indonesia, dia tak masuk di dalamnya. Bahkan dia tak masuk dalam pertimbangan untuk diberikan remisi.
Gusti mengatakan Mary Jane saat ini hanya bisa pasrah dengan nasibnya. Mary Jane hanya bisa menahan kerinduan kepada dua anaknya dan menanti maut apabila jadi dieksekusi.
"Segala upaya hukum sudah dilakukan. Grasi ditolak, PK (peninjauan kembali) ditolak. Tak punya upaya hukum lain," ucapnya.
Ia mengaku sudah sempat berkomunikasi dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) terkait nasib Mary Jane. Menurutnya, yang bisa dilakukan hanya menjaga kondisi psikis dan kesehatannya stabil menjalani kurungan di jeruji besi yang belum tahu sampai kapan.
"Jangan sampai drop karena dia pidana mati. Yang sangat-sangat dirasakan dia pasti sedih karena teman-temannya dapat remisi, dia tidak," tuturnya.
Sementara, kasus Mary Jane sempat ada harapan setelah pengakuan Maria Kristina Sergio diproses hukum di Filipina. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada kejelasannya.
"Soal status hukum itu ranahnya Kejaksaan Tinggi. Saya sempat berbincang dengan kepala (Kejaksaan Tinggi DIY) diserahkan ke Kejaksaan Agung. Kami tidak bisa komentar soal itu," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)