Sikka: Populasi babi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur berkurang sejak adanya virus flu babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) yang dimulai 2020. Jumlah ternak babi yang mati pada 2020 sejumlah 3.159 ekor, kemudian Januari-Maret 2021 ada 8.760 ekor mati.
Total sekitar 11.919 babi mati diduga terserang virus. Sehingga ditaksir kerugian peternak babi sebesar Rp47.676.000.000 dari 2020 sampai Maret 2021. Peternak babi di Nangarasong, Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda, Hendrikus Raga, mengungkapkan sudah 34 babi miliknya mati.
"Saya tidak tahu ini virus muncul dari mana. Saya sudah jaga sanitasi kandang dan pakannya pun dimasak secara baik. Tetap saja mati satu per satu karena ASF ini," kata Hendrikus, Kamis, 18 Maret 2021.
Baca: Ditemukan Virus Flu Babi Jenis Baru (G4) di Tiongkok
Ia mengalami kerugian Rp130 juta akibat ternak babi mati diserang virus ASF. Dia menilai, kematian tersebut membuatnya kehilangan sumber pendapatan untuk kebutuhan ekonomi keluarga.
Ia berharap Pemkab Sikka melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan bisa mencari solusi bagi para peternak. Pasalnya, kerugian ekonomi yang ditinggalkan sangat besar.
"Saya harap ada bantuan ternak dari Pemkab Sikka kepada kami peternak yang sudah rugi besar ini," ungkap Hendrikus.
Keluhan serupa juga disampaikan peternak babi, Herlindis Donatha Da Rato. Ia mengaku ada 263 babi miliknya mati terinfeksi virus ASF.
"Ada 263 babi yang saya pelihara itu mati mendadak. Kerugian yang saya alami sekitar ratusan juta," ungkap dia dengan lesu.
Anggota DPRD Sikka Komisi II, Darius Evensius, menjelaskan Dinas Pertanian tidak serius menangani persoalan virus ASF. Sehingga banyak peternak babi mengalami kerugian.
Baca: Flu Babi Berisiko Pandemi, Bagaimana Populasi Babi di Indonesia?
"Saya katakan tidak serius karena dari datanya saja hanya sedikit. Kalau kita mau jujur di Sikka ini bukan hanya 8 ribu ekor lebih babi mati diserang virus ini untuk tahun 2021. Mungkin itu hanya satu kecamatan saja," terangnya.
Dia menerangkan, dari paparan pihak Dinas Pertanian menyebut ada satu kecamatan yang nihil kasus kematian babi akibat ASF. Padahal, kata dia, hampir seluruh kecamatan di Sikka ada kasus kematian babi.
"Mestinya dinas melakukan pendataan dengan baik dan bisa menetapkan wabah virus ASF ini menjadi bencana daerah. Jangan biarkan seperti sekarang ini. Dinas masa bodoh, pendataan saja tidak jelas," jelasnya.
Sikka: Populasi babi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur berkurang sejak adanya virus flu babi Afrika atau
African Swine Fever (ASF) yang dimulai 2020. Jumlah ternak babi yang mati pada 2020 sejumlah 3.159 ekor, kemudian Januari-Maret 2021 ada 8.760 ekor mati.
Total sekitar 11.919 babi mati diduga terserang virus. Sehingga ditaksir kerugian peternak babi sebesar Rp47.676.000.000 dari 2020 sampai Maret 2021. Peternak babi di Nangarasong, Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda, Hendrikus Raga, mengungkapkan sudah 34 babi miliknya mati.
"Saya tidak tahu ini virus muncul dari mana. Saya sudah jaga sanitasi kandang dan pakannya pun dimasak secara baik. Tetap saja mati satu per satu karena ASF ini," kata Hendrikus, Kamis, 18 Maret 2021.
Baca: Ditemukan Virus Flu Babi Jenis Baru (G4) di Tiongkok
Ia mengalami kerugian Rp130 juta akibat ternak babi mati diserang virus ASF. Dia menilai, kematian tersebut membuatnya kehilangan sumber pendapatan untuk kebutuhan ekonomi keluarga.
Ia berharap Pemkab Sikka melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan bisa mencari solusi bagi para peternak. Pasalnya, kerugian ekonomi yang ditinggalkan sangat besar.
"Saya harap ada bantuan ternak dari Pemkab Sikka kepada kami peternak yang sudah rugi besar ini," ungkap Hendrikus.