Pontianak: Polda Kalimantan Barat hingga saat ini menetapkan 14 orang karyawan PT Sumber Rejeki Digital (SRD) yang diduga sebagai tempat praktik pinjaman online (pinjol) ilegal di Pontianak, sebagai saksi.
Kabid Humas Polda Kalimantan Barat, Kombes Donny Charles Go, menjelaskan, perkembangan hasil pemeriksaan bahwa PT SRD tidak menyelenggarakan pinjaman online melainkan lebih fokus melaksanakan penagihan jarak jauh alias desk collection.
"Desk collection itu hampir sama seperti debt collector, di dunia nyata disebutnya debt collector, kalau di dunia maya disebutnya desk collection,” katanya, Rabu, 20 Oktober 2021.
Ia menjelaskan, tugas mereka melakukan penagihan terhadap nasabah yang bekerja sama atau melakukan peminjaman dengan 14 aplikasi pinjol yang posisinya tidak berada di Pontianak, sehingga ada sekitar 22.530 orang yang menjadi nasabah di perusahaan itu.
Baca juga: Vaksinasi Pelajar 100%, Kota Semarang Minta Tambahan Relaksasi PTM
"Setelah kami telusuri ternyata 14 aplikasi pinjaman online ini memang tidak memiliki izin yang sah, minimal memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” kata Go.
Jumlah karyawan di perusahaan itu beserta pimpinannya sebanyak 65 orang. Namun baru 14 orang dengan berbagai posisi masing-masing yang ditahan dan berstatus sebagai saksi.
"Sebelum bekerja, mereka akan diberi akses berupa username dan password yang digunakan untuk melihat data nasabah yang melakukan pinjaman dari 14 aplikasi pinjaman online," katanya.
Ia menyatakan, mereka memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, HRD dan asisten HRD bertugas melakukan perekrutan karyawan. Ada pula kapten yang bertugas melakukan pengawasan kepada desk collection yang bertugas menagih kepada nasabah yang menunggak pembayaran.
Menurut dia, ada beberapa cara pihak desk collection melakukan penagihan terhadap nasabahnya, yakni pengingat 2 (mengingatkan nasabah tahap 1), yaitu melakukan penagihan dengan cara menelpon langsung dan mengirimkan pesan salinan di WA yang isinya hanya mengingatkan.
Kemudian pengingat (reminder 1, mengingatkan nasabah tahap 2), yaitu menghubungi nasabah dengan cara menelpon langsung dan mengirimkan pesan salinan WhatsApp yang isinya penekanan kepada nasabah untuk segera melakukan pembayaran.
Terakhir yakni S0 (jatuh tempo), yaitu menghubungi nasabah dengan menelpon langsung dan mengirimkan pesan yang sifatnya lebih mengarah kepada ancaman seperti mengirimkan foto KTP dan selfie bahkan sampai memaki dan mengancam agar nasabah menjadi malu dan kemudian melakukan pembayaran.
"Untuk pinjolnya tidak ditemukan di sini, posisinya memang berada di luar Pontianak, sehingga yang ditemukan hanya badan hukum yang bergerak sebagai penagih jarak jauh ini," terang dia.
Go melanjutkan, pihaknya membutuhkan waktu untuk melakukan gelar perkara karena baru pertama menangani kasus seperti ini yang setelah dilihat ternyata versi hukumnya terjerat pasal pidana.
Baca juga: Polda Kalbar Gerebek Kantor Jasa Pinjol Ilegal di Pontianak
Pasal 45B juncto (Jo) pasal 29 dan/atau pasal 48 ayat 2 jo pasal 32 ayat 2 UU Nomor 19/2016 atas perubahan UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan atau denda paling banyak Rp750 juta.
"Ada ancaman pidananya, itu yang kami pedomani untuk di tindaklanjuti, sebelum sampai kesana kami perlu beberapa keterangan para ahli sambil mencoba menelusurinya,” jelas dia.
Go menambahkan butuh waktu untuk mengungkap kasus ini sejelas-jelasnya dengan peranan masing-masing orang. Untuk penegakan hukum pihaknya harus mendengarkan keterangan ahli untuk menguatkan dan butuh waktu untuk mendapat keterangan saksi ahli guna mempertegas konstruksi hukum yang akan diterapkan.
“Pastinya ini tetap kami tindaklanjuti walaupun bukan pinjaman online tanpa izin, tapi ini desk collection yang mereka gunakan untuk melakukan penagihan hutang terhadap nasabah yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti, kadang sampai mempermalukan para nasabah,” kata Go.
Pontianak: Polda Kalimantan Barat hingga saat ini menetapkan 14 orang karyawan PT Sumber Rejeki Digital (SRD) yang diduga sebagai tempat praktik
pinjaman online (pinjol) ilegal di Pontianak, sebagai saksi.
Kabid Humas Polda Kalimantan Barat, Kombes Donny Charles Go, menjelaskan, perkembangan hasil pemeriksaan bahwa PT SRD tidak menyelenggarakan pinjaman online melainkan lebih fokus melaksanakan penagihan jarak jauh alias
desk collection.
"
Desk collection itu hampir sama seperti
debt collector, di dunia nyata disebutnya debt collector, kalau di dunia maya disebutnya desk collection,” katanya, Rabu, 20 Oktober 2021.
Ia menjelaskan, tugas mereka melakukan penagihan terhadap nasabah yang bekerja sama atau melakukan peminjaman dengan 14 aplikasi pinjol yang posisinya tidak berada di Pontianak, sehingga ada sekitar 22.530 orang yang menjadi nasabah di perusahaan itu.
Baca juga:
Vaksinasi Pelajar 100%, Kota Semarang Minta Tambahan Relaksasi PTM
"Setelah kami telusuri ternyata 14 aplikasi pinjaman online ini memang tidak memiliki izin yang sah, minimal memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” kata Go.
Jumlah karyawan di perusahaan itu beserta pimpinannya sebanyak 65 orang. Namun baru 14 orang dengan berbagai posisi masing-masing yang ditahan dan berstatus sebagai saksi.
"Sebelum bekerja, mereka akan diberi akses berupa
username dan
password yang digunakan untuk melihat data nasabah yang melakukan pinjaman dari 14 aplikasi pinjaman online," katanya.
Ia menyatakan, mereka memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, HRD dan asisten HRD bertugas melakukan perekrutan karyawan. Ada pula kapten yang bertugas melakukan pengawasan kepada
desk collection yang bertugas menagih kepada nasabah yang menunggak pembayaran.
Menurut dia, ada beberapa cara pihak
desk collection melakukan penagihan terhadap nasabahnya, yakni pengingat 2 (mengingatkan nasabah tahap 1), yaitu melakukan penagihan dengan cara menelpon langsung dan mengirimkan pesan salinan di WA yang isinya hanya mengingatkan.