Tentara Guinea kuasai pemerintahan saat ini. Foto: AFP
Tentara Guinea kuasai pemerintahan saat ini. Foto: AFP

Blok Afrika Barat Adakan Pertemuan Darurat Terkait Kudeta Guinea

Fajar Nugraha • 09 September 2021 07:58
Conakry: Para pemimpin Afrika Barat mengadakan pertemuan krisis Rabu setelah kudeta akhir pekan di Guinea yang menggulingkan Presiden Alpha Conde. Kudeta ini dianggap sebagai ‘pelanggaran nyata’ terhadap piagam regional.
 
Pasukan khusus yang dipimpin oleh Kolonel Mamady Doumbouya merebut kekuasaan di negara Afrika Barat yang kaya mineral tetapi miskin itu pada Minggu dan menangkap presiden, yang memicu kecaman internasional.
 
Baca: Junta Militer Guinea Janjikan Pemerintahan Serikat Nasional.

Conde yang kini berusia 83 tahun, mendapat kecaman yang meningkat karena dianggap otoriter. Tercatat puluhan aktivis oposisi ditangkap setelah pemilihan yang disengketakan dengan kekerasan tahun lalu.
 
Namun kudeta di Guinea telah memicu kekhawatiran kemunduran demokrasi di Afrika Barat -- di mana orang-orang kuat militer menjadi pemandangan yang semakin akrab.
 
Ia memiliki kesamaan dengan tetangganya Mali, di mana negara bagian Sahel telah mengalami dua kudeta sejak Agustus tahun lalu yang dipimpin oleh Kolonel Assimi Goita, yang juga seorang komandan pasukan khusus.
 
Para pemimpin pemerintah dari Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) yang beranggotakan 15 negara memulai pertemuan puncak krisis virtual yang luar biasa pada Rabu sore.
 
"Kita semua tahu masalah utama yang membawa kita ke sini, yaitu insiden malang dan disesalkan yang terjadi di Guinea," kata Presiden Ghana Nana Akufo-Addo, dalam sebuah pernyataan pembukaan, seperti dikutip AFP, Kamis 9 September 2021.
 
“Kudeta itu adalah pelanggaran nyata terhadap piagam umum kita tentang pemerintahan yang baik,” imbuh Nana Akufo-Addo.
 

 
Ketika dihadapkan dengan diskusi serupa di Mali tahun lalu, ECOWAS memberlakukan sanksi ekonomi di negara itu. Tetapi kemudia mereka mencabutnya setelah militer yang berkuasa di Mali berkomitmen untuk memulihkan pemerintahan sipil.
 
Doumbouya, beberapa jam setelah mengambil alih kekuasaan di Conakry, muncul di televisi dan menuduh pemerintah Conde melakukan "korupsi endemik" dan "menginjak-injak hak warga negara".
 
Dia telah berjanji untuk membuka pembicaraan tentang pembentukan pemerintahan baru, tetapi belum jelas kapan, atau dalam bentuk apa, ini akan terjadi.
 
"Pemerintah yang akan dilantik adalah persatuan nasional dan akan memastikan transisi politik ini," cuit Doumbouya pada Selasa.

Bebas dan demokratis

Pada hari yang sama, militer membebaskan sekitar 80 lawan politik Conde yang ditahan di bawah kekuasaannya. Ismael Conde, salah satu tahanan, mengatakan kepada AFP setelah dibebaskan bahwa dia berdoa untuk "era baru bagi Guinea".
 
Aktivis oposisi itu pernah menjadi anggota partai politik Conde, tetapi dia membelot dan kemudian dipenjara karena menyarankan agar presiden diusir dengan paksa.
 
Baca: Alasan Kolonel Mamady Doumbouya Lakukan Kudeta di Guinea.
 
"Kami pergi dengan semangat untuk melanjutkan perjuangan untuk Guinea yang bebas dan demokratis," tegas Ismael Conde.
 
Ketidakpuasan publik di Guinea telah muncul selama berbulan-bulan atas ekonomi yang dilanda covid-19 dan kepemimpinan Conde, yang menjadi presiden pertama yang terpilih secara demokratis pada 2010 dan terpilih kembali pada 2015.
 
Tetapi tahun lalu, Conde mendorong konstitusi baru yang memungkinkannya mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga pada Oktober 2020.
 
Langkah itu memicu demonstrasi massal di mana puluhan pengunjuk rasa tewas. Conde memenangkan pemilihan tetapi oposisi politik menyatakan bahwa jajak pendapat itu palsu.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan