Abu Ibrahim Al Hashimi al-Quraishi tewas dalam serangan Amerika Serikat 3 Februari 2022. Foto: BBC
Abu Ibrahim Al Hashimi al-Quraishi tewas dalam serangan Amerika Serikat 3 Februari 2022. Foto: BBC

ISIS Cari Pemimpin Baru saat Kekuatannya Makin Menurun

Medcom • 11 Februari 2022 14:13
Atimah: Serbuan Amerika Serikat (AS) ke sebuah rumah kecil pada 3 Februari lalu di perbatasan Suriah dengan Turki membuat ISIS kehilangan pemimpinnya.
 
Muhammad Al Mawla, panggilan Abu Ibrahim Al Hashimi al-Quraishi, melancarkan aksi dengan jauh lebih tersembunyi dibandingkan pendahulunya, Abu Bakr al-Baghdadi.
 
Belum diketahui penerus jabatan pemimpin ISIS. Pakar menyebut sejumlah prediksi tokoh sebagai pengganti posisi tersebut, seperti juru bicara ISIS Abu Hamza Al Quraishi. Sosok tersebut yang mengumumkan pengganti Al Baghdadi pada 2019 setelah terbunuh dalam serangan AS.

ISIS membutuhkan pemimpin yang dianggap kredibel atau ‘Khalifah’. Kriteria tersebut meliputi kesehatan yang baik, pengetahuan agama yang kuat, dan yang paling penting yakni garis keturunan Quraisy. Abu Ibrahim dapat dikatakan hanya memenuhi satu kriteria.
 
“Dia kehilangan anggota badan, yakni satu kaki yang diamputasi. Jadi, secara teknis, dia tidak memiliki kebugaran fisik untuk menjadi seorang Khalifah,” kata Aymenn Al Tamimi, peneliti di Program Ekstremisme Universitas George Washington, dilansir dari The National News, Jumat, 11 Februari 2022.
 
Garis keturunan Al Mawla ke Quraisy juga dipertanyakan. Seperti yang ditunjukkan oleh nama belakangnya, dia adalah keturunan Al Mawla, suku berbahasa Turkmenistan di Irak.
 
“Suku Al Mawla berasal dari Arab, meskipun banyak dari mereka memiliki identitas Turkmenistan,” sebut Al Tamimi.
 
“(Abu Ibrahim) juga menggunakan identitas Turkmenistan karena salah satu nama aliasnya adalah Qardash, yang berarti saudara dalam bahasa Turki. Jadi dia adalah orang Turkmenistan dan Arab,” kata Al Tamimi.
 
“Biasanya, sebuah kelompok bernama Ahl Al-Hall wa al-Aqd (berarti orang-orang yang dapat memutuskan dan mengikat) memilih seorang pemimpin dan mengucapkan janji setia kepadanya sebelum, pengikut ISIS melakukan hal yang sama di masjid-masjid,” jelasnya..
 
Tapi tindakan sembunyi-sembunyi Abu Ibrahim membuat pencalonannya oleh Ahl Al-Hall wa al-Aqd cukup kontroversial.
 

 
Seorang ahli, Aron Lund, meyakini bahwa ISIS berusaha menyembunyikan identitas Abu Ibrahim. Hal ini bertentangan dengan pandangan sejumlah ekstremis “yang menentang pemikiran untuk mengucapkan janji setia kepada khalifah tanpa wajah dan tanpa nama”.
 
Aron Lund adalah seorang peneliti Timur Tengah di Badan Penelitian Pertahanan Swedia dan anggota Century International yang merupakan bagian dari The Century Foundation.
 
“Untuk masalah etnis, sebagian besar subgrup dan anggota ISIS tampaknya mengabaikan kontroversi tersebut, mempercayai pemimpin mereka dan mengabaikan protes dari pihak luar,” kata Lund.
 
Siapapun yang ditunjuk ISIS sebagai pemimpin ketiganya, sosok baru tersebut akan memimpin organisasi yang telah melemah. Pada masa jayanya di tahun 2015, ISIS menguasai sebagian besar wilayah Suriah dan Irak, dengan afiliasi tersebar setidaknya di delapan negara.
 
Bahkan koalisi pimpinan AS untuk mengalahkan ISIS mengatakan bahwa Abu Ibrahim memiliki pengaruh yang kecil sebagai pemimpin.
 
ISIS kehilangan pertahanan terakhirnya dalam pertempuran di Baghouz, Suriah, pada 2019, akhir pendudukan teritorialnya.
 
“Kematian (Abu Ibrahim) berdampak signifikan, itu tidak diragukan. Namun, dalam skala yang lebih besar, saya pikir itu tidak menyebabkan perubahan nyata terhadap cara ISIS beroperasi, yakni berlangsungnya pemberontakan tingkat rendah di Irak dan Suriah, juga di seluruh dunia,” kata Tamimi.
 
Tidak jauh berbeda, Orwa Ajjoub, seorang peneliti senior di Pusat Analisis dan Penelitian Operasional mengatakan bahwa yang disebut ‘Khilafah 2.0’ mungkin tidak dapat tercapai oleh kelompok tersebut.
 
“Dalam durasi panjangnya sebagai pemimpin, (Abu Bakar) Al Baghdadi dapat bertemu dengan seniornya dan Al Wulat (pemegang otoritas) dan menjalankan operasional organisasi secara keseluruhan. Sementara, Abu Ibrahim tidak begitu terhubung dengan kelompoknya karena perbedaan situasi di lapangan, ISIS yang semakin lemah, dan karena organisasi internasional mengambil alih tanah yang pernah dikuasai kelompok tersebut.”
 
Menurut Ajjoub, ISIS kini berisi sel-sel tertidur dan kaum penyendiri. Tapi hal ini tidak semerta-merta berarti ISIS tidak berbahaya.
 
“ISIS tidak memiliki tenaga manusia atau sumber daya yang cukup untuk membentuk negara baru saat ini. Operasi dan skala pasukan ISIS tidak menunjukkan bahwa mereka berusaha untuk merebut kekuasaan atas wilayah tertentu melainkan hanya untuk mengganggu stabilitas dan menciptakan kekacauan bagi pihak yang dianggap sebagai musuh mereka.”
 
Hingga pemimpin barunya diumumkan, terdapat ancaman akan terjadinya serangan yang mirip dengan serangan Hassakeh. (Kaylina Ivani)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan