Naftali Bennett resmi menjadi PM Israel pada Minggu, 13 Juni 2021. (Gil COHEN-MAGEN / AFP)
Naftali Bennett resmi menjadi PM Israel pada Minggu, 13 Juni 2021. (Gil COHEN-MAGEN / AFP)

Naftali Bennett, Sosok Multidimensi yang Menjadi PM Baru Israel

Willy Haryono • 14 Juni 2021 07:58
Tel Aviv: Naftali Bennett telah resmi menjadi perdana menteri baru Israel pada Minggu, 13 Juni 2021. Ia adalah seorang Yahudi religius yang meraup banyak keuntungan di sektor teknologi; jawara bagi para pemukim di pinggiran Tel Aviv; dan juga mantan sekutu Benjamin Netanyahu yang bermitra dengan tokoh sayap kiri untuk menggulingkannya.
 
Partai Yamina yang berhaluan ultranasionalis hanya meraih tujuh kursi di parlemen Israel yang memiliki total 120 anggota dalam pemilihan umum pada Maret lalu -- pemilu kali keempat dalam dua tahun.
 
Menolak bergabung dengan Netanyahu atau rivalnya, Bennett memposisikan diri sebagai kingmaker atau sosok yang dapat mendorong munculnya pemimpin. Bahkan setelah salah satu anggota partainya memprotes perjanjian koalisi baru, Bennett pada akhirnya menjadi perdana menteri.

Baca:  Benjamin Netanyahu Resmi Digulingkan dari Posisi Perdana Menteri Israel
 
Sejak lama Bennett memposisikan dirinya sebagai sebagai sosok yang berada di kanan Netanyahu. Namun kepemimpinannya sebagai PM baru Israel akan terhambat karena koalisi baru yang terdiri dari partai sayap kanan, kiri, dan tengah hanya memiliki mayoritas tipis di parlemen Knesset.
 
Bennett dikenal sebagai tokoh yang menentang kemerdekaan Palestina dan mendukung penuh permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Palestina dan sebagian besar komunitas global memandang masalah permukiman tersebut sebagai salah satu penghalang utama menuju perdamaian.
 
Kritik keras dilayangkan Bennett saat Netanyahu yang masih menjadi PM menyepakati perlambatan pembangunan permukiman Yahudi di bawah tekanan Barack Obama. Kala itu, Obama sebagai orang nomor satu di Amerika Serikat berusaha menghidupkan kembali proses perdamaian Palestina-Israel.
 
Sempat menjadi kepala dewan pemukim Tepi Barat, Yesha, Bennett masuk ke Knesset pada 2013. Ia kemudian menjadi menteri kabinet urusan diaspora, pendidikan, dan pertahanan di sejumlah pemerintahan Netanyahu.
 
"Ia adalah pemimpin sayap kanan, tokoh keamanan garis keras, dan di waktu bersamaan, juga merupakan sosok yang sangat pragmatis," kata Yohanan Plesner, dilansir dari laman Channel News Asia pada Senin, 14 Juni 2021. Ia adalah kepala Israel Democracy Institute, yang telah lama mengenal Bennett dan sempat bertugas bersama di militer.
 
Plesner meyakini Bennett akan mendekati sejumlah faksi lain untuk mencari "denominator umum" di tengah upayanya mencari dukungan dan legitimasi sebagai pemimpin nasional.
 
 

Ayah dari empat orang anak, Bennett memiliki pendekatan yang sama dengan Netanyahu dalam konflik Timur Tengah. Namun hubungan antar keduanya merenggang dalam beberapa tahun terakhir.
 
Bennett pernah menjadi kepala staf Netanyahu selama dua tahun, namun keduanya berpisah secara misterius. Media Israel mengaitkan perpisahan tak biasa itu kepada Sara, istri Netanyahu yang juga memiliki pengaruh besar terhadap lingkaran dekat suaminya.
 
Menjelang pemilu pada Maret lalu, Bennett mengkampanyekan dirinya sebagai jawara sayap kanan. Ia sempat mengucap janji di depan televisi nasional bahwa dirinya tidak akan membiarkan Yair Lapid, tokoh sentris dan rival utama Netanyahu, menjadi perdana menteri.
 
Namun saat Netanyahu sudah terlihat jelas tidak mampu membentuk koalisi, Bennett justru berkoalisi dengan Lapid. Ia sepakat menjadi PM Israel selama dua tahun, sebelum nantinya digantikan oleh Lapid, arsitek dari koalisi baru Israel.
 
Para pendukung Netanyahu telah melabeli Bennett sebagai pengkhianat. Namun Bennett mengatakan bahwa keputusannya merupakan langkah pragmatis untuk menyatukan Israel dan menghindari terjadinya pemilu kelima.
 
Seorang Yahudi Ortodoks modern, Bennett akan menjadi PM pertama Israel yang secara rutin memakai Kippa, sejenis penutup kepala. Ia tinggal di wilayah pinggiran Tel Aviv bernama Raanana, bukan di wilayah permukiman yang selama ini ia bela.
 
Bennett memulai hidupnya bersama orang tuanya yang merupakan kelahiran AS di Haifa. Bersama keluarga, Bennett berpindah-pindah antara wilayah Amerika Utara dan Israel, untuk kemudian masuk militer, belajar di sekolah hukum, dan berkecimpung di sektor swasta. Selama perjalanan hidupnya, ia membuat sebuah persona diri yang menyatakan dirinya sebagai sosok modern, religius, dan juga nasionalis.
 
Baca:  Naftali Bennett Jadi PM Baru Israel, Biden Siap Bekerja Sama
 
 

Setelah bertugas di unit komando elite Sayeret Matkal, Bennett masuk ke Hebrew University. Pada 1999, ia bersama rekan-rekannya mendirikan Cyota, sebuah perusahaan piranti lunak anti-penipuan yang dijual ke RSA Security asal AS dengan harga USD145 juta pada 2005.
 
Mengenai politik, Bennett mengaku masuk ke dunia tersebut berdasarkan pengalaman pahitnya terkait perang antara Israel dan Hizbullah pada 2006. Perang selama satu bulan itu berakhir tanpa pemenang yang jelas, dan kepemimpinan militer serta politik Israel saat itu dikritik karena dinilai tidak menjalankan taktik yang baik untuk menang.
 
Bennett merepresentasikan generasi ketiga dari kepemimpinan Israel setelah era pendiri negeri dan Netanyahu. Ia muncul di saat Israel berulang kali bersitegang dengan negara-negara Arab.
 
"Ia adalah Israel 3.0," tutur Anshel Pfeffer, seorang kolumnis untuk surat kabar Haaretz.
 
"Seorang Yahudi nasionalis, tapi tidak benar-benar dogmatik. Sedikit religius, tapi juga bukan seseorang yang sangat taat. Seorang pria militer yang lebih nyaman menjalani kehidupan urban, dan juga seorang wiraswasta teknologi yang tidak terlalu berambisi meraih jutaan dolar. Ia juga pendukung perluasan wilayah Israel, tapi bukan seorang pemukim. Dan kemungkinan ia juga tidak berniat menjadi politikus untuk waktu lama," ungkapnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan