Jenderal Qassim Soleimani yang juga Kepala Pasukan Elit Garda Revolusi Iran. Foto: AFP
Jenderal Qassim Soleimani yang juga Kepala Pasukan Elit Garda Revolusi Iran. Foto: AFP

Kaleidoskop Internasional 2020: Pembunuhan Jenderal Awal Serangan ke Iran

Fajar Nugraha • 15 Desember 2020 11:05
Teheran: Di awal tahun 2020, kawasan Timur Tengah dikejutkan dengan kematian komandan Pasukan Garda Revolusi Iran. Isu ini memenuhi Kaleidoskop 2020 yang disusun Medcom.id.
 
Pada 3 Januari 2020, tiga roket ditembakkan ke Bandara Internasional Baghdad, Irak. Insiden ini menewaskan delapan orang, termasuk salah satu kepala militer terkuat Iran, Jenderal Qassim Soleimani yang juga Kepala Pasukan Elit Garda Revolusi Islam Quds.
 
Segera pembunuhan terhadap Soleimani membuahkan kemarahan dari Iran. Sementara para pengamat mengkhawatirkan kematian Soleimani bisa memicu konflik baru di kawasan.

Wajah Qassim Soleimani terpampang di papan iklan di Iran dan dia dianggap sebagai salah satu tokoh paling kuat di Timur Tengah. Namun bagi Amerika Serikat (AS) Soleimani dianggap sebagai musuh.
 
Sebagai dalang kampanye Iran baru-baru ini di Irak, Suriah, dan Lebanon, Soleimani adalah pemimpin pasukan elit Quds di republik itu, sebuah skuadron operasi gelap yang tujuan dan taktiknya telah lama membuat marah dan mengkompromikan kebijakan Amerika di wilayah tersebut.
 
Menarik, tenang, dan berbicara lembut, ia dibandingkan dengan Keyser Soze dan Scarlet Pimpernel. Pada 2015, harian The Wall Street Journal membandingkannya dengan Erwin Rommel, jenderal Nazi yang penuh teka-teki.
 
"Semua orang penting di Irak pergi menemuinya," Saleh al-Mutlaq, mantan wakil perdana menteri, mengatakan pada 2011. "Orang-orang terpesona olehnya -- mereka melihatnya seperti malaikat," cetusnya, dirilis dari Daily Telegraph, Jumat 3 Januari 2020.
 
Soleimani bergabung dengan Garda Revolusi pada 1979 setelah Revolusi Iran yang menggulingkan Shah. Melesat dengan cepat melampaui barisan, ia menjabat sebagai pemimpin sebuah perusahaan yang berupaya mengusir invasi Saddam Hussein ke Iran pada 1980. Ia menjadi komandan Divisi Sarallah ke-41 saat masih belum genap berusia 30 dan pada pertengahan tahun delapan puluhan ia mengatur misi rahasia di dalam Irak buat merusak rezim Hussein, yang dibangun di atas hubungan dengan Kurdi Irak.
 
Setelah perang, ia menjadi komandan Garda Revolusi di Provinsi Kerman, wilayah asalnya, tempat ia berperang melawan perdagangan opium dari seberang perbatasan di Afghanistan.
 
Pengaruhnya di Irak luar biasa. Selanjutnya, dia adalah duri dalam daging Pentagon. Jenderal David Petraeus, mantan Direktur CIA, mengatakan pada 2011 bahwa Soleimani dan pasukan Qudsnya merusak banyak pekerjaan Washington dengan Muslim Syiah Irak dan telah membatalkan upaya diplomatik dan militer AS di Lebanon. AS sebagian besar berperang sebagai proksi perang di Irak melawan Quds yang dipimpin Soleimani.

Tanggapan kematian Soleimani

Kematian Soleimani membuahkan kecaman dari Iran terhadap pemerintahan Presiden Donald Trump. Negeri Mullah pun menegaskan akan membalaskan dendam.
 
Presiden Iran Hassan Rouhani menegaskan kematian Soleimani membuat Iran lebih bertekad menentang ekspansionisme Amerika dan mempertahankan nilai-nilai Islam di negaranya. "Tanpa keraguan, Iran dan negara-negara pencari kebebasan lainnya di kawasan ini akan membalas dendam," imbuh Rouhani dalam sebuah pernyataan.
 
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan