Warga Yordania dihadapkan pada krisis air karena suhu memanas. Foto: Al-Jazeera.
Warga Yordania dihadapkan pada krisis air karena suhu memanas. Foto: Al-Jazeera.

Iklim Memanas, Warga Yordania Hadapi Krisis Air

Medcom • 03 November 2021 19:04
Amman: Yordania dihadapkan pada krisis air yang terus bertambah parah. Para petani menjadi kelompok yang terkena imbas terparah akibat bencana ini.
 
Seorang petani di Ghor Selatan, Yordania, Aida Deissat mengenang saat memulai bertani bersama suaminya 30 tahun lalu, Deissat mengatakan, “Hidup saat itu mudah.”
 
“Ada air. Sekotak tomat Yordania harganya delapan dinar (sekitar Rp161 ribu),” kenang Deissat. Namun, ia menambahkan, “Kami diberkati dan semuanya baik-baik saja. Saat ini, tidak ada apa-apa.”

Dilansir dari Al-Jazeera, 3 November 2021, Deissat menjelaskan, “empat kotak tomat hanya akan dihargai satu dinar Yordania (atau sekitar Rp20 ribu). Tahun-tahun terakhir ini (lebih buruk), tetapi tahun ini kami benar-benar merasakannya.”
 
Deissat, yang merupakan mantan Kepala Dewan Lokal untuk Kotamadya Ghor Selatan di Lembah Yordan diketahui harus berbagi mata air dengan pertanian tetangganya. Para petani disebut bergiliran memompa air tanah dari mata air guna melengkapi pasokan pemerintah yang terbatas, dimana berlangsung sekitar 17 jam setiap dua hari.
 
Ia menjelaskan, sumber air tambahan telah membuat perbedaan. Namun, mata air membutuhkan pembersihan dan pemeliharaan, dan saat listrik padam, mereka tidak dapat memompa air.
 
Bahkan, pengelola pertanian tetangga bersama suaminya di Ghor Selatan, Amal Um Radaat mengatakan, tambahan air tanah ini tidak cukup, “Hari ini saya mungkin bertani dan akan ada air. Lain hari, saya tidak bisa bertani karena tidak ada air.”
 
Saat ini, Um Radaat dan suami kehilangan uang dari pertanian, dan harus mengambil pinjaman untuk membiayai bisnis mereka. “Kita tidak bisa membiarkan tanah kosong begitu saja,” katanya sambil menggelengkan kepalanya.
 

 
Ia mengeluh, “Tidak ada yang tahu apa yang harus ditanam lagi. Hasil tomatnya buruk, dan bawangnya sama. Setiap petani di Al Ghor nol.” Saat para pemimpin dunia bertemu di Skotlandia pada COP26, isu meningkatnya kelangkaan air pun menjadi agenda utama. 
 
Menurut Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF), Yordania adalah negara kedua yang paling langka air di dunia, dan tingkat air telah turun dalam beberapa tahun terakhir.
 
Strategi Air Nasional 2016-25 Kementerian Air dan Irigasi Yordania menyatakan, setiap orang di Yordania memiliki akses ke sekitar 61 liter (16 galon) per hari, dengan tambahan 65 liter (17 galon) per orang. Namun, hilang dikarenakan “kesenjangan fisik dan administratif”. 
 
Sebaliknya, rata-rata orang Amerika Serikat (AS) diketahui menggunakan lebih dari 350 liter (92,5 galon) air per hari. Warga Yordania menerima pasokan air dari pemerintah mulai dari dua kali seminggu hingga sekali dalam dua minggu, dengan air disimpan dalam tangki di atap atau di garasi untuk digunakan sampai pengiriman berikutnya.
 
Beberapa rumah tangga disebut terpaksa membeli tangki air tambahan dari perusahaan swasta, saat tangki air mereka kering. Namun, dengan banyaknya orang di kerajaan yang tidak mampu membeli tangki air, hal ini menyebabkan disparitas akses air antara “si kaya dan si miskin”.
 
Iklim Memanas, Warga Yordania Hadapi Krisis Air
Sebuah ladang milik penduduk di Deir Alla. Foto: Al-Jazeera
 
Seorang penduduk Deir Alla di Provinsi Balqa pun mengatakan, ia tidak menerima pasokan air selama sekitar empat bulan tahun ini. Ia menjelaskan, hal tersebut membuatnya  harus membeli empat tangki air seharga dua ratus ribu rupiah per tangki, dan ditambah biaya air. 
 
“Kami jijik. Kemarin, bibi saya harus mengambil satu tangki air dari saya hanya untuk minum. Dia tidak punya (uang) untuk membeli (tank tambahan),” ujarnya.
 
Insinyur arsitektur yang tinggal di Irbid di utara Yordania, Majidah Naser mengatakan, ia belum menerima air selama dua minggu, “Saya sudah mulai menggunakan koleksi air hujan saya.” 
 

 
Naser menambahkan, pemerintah kota memberitahu dirinya, pasokan akan dilanjutkan dalam dua minggu ke depan. Naser diketahui memiliki sumur di kebunnya, yang airnya diambil saat air dari pemerintah mengering.
 
“(Saya menggunakannya) agar saya bisa bertahan. Kalau tidak, saya harus pergi membeli satu tangki air, dan itu mahal,” tutur Naser seraya mengatakan, ia pikir dirinya dapat bertahan selama “maksimal dua minggu”.
 
Peningkatan suhu dan curah hujan yang lebih rendah, ditambah pertumbuhan populasi yang cepat selama dekade terakhir dikarenakan kedatangan pengungsi dari negara tetangga Suriah, disebut-sebut telah membuat air menjadi sumber daya yang semakin langka di Yordania.
 
Sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) memperingatkan tanpa intervensi, perubahan iklim dan populasi dapat membuat hampir semua rumah tangga berpenghasilan rendah di Yordania memiliki akses ke sedikitnya 40 liter air perpipaan per orang per hari pada akhir tahun.
 
“Pengelolaan air selama enam, tujuh dekade terakhir adalah manajemen krisis,” ucap Mantan Profesor Hidrologi dan Hidrokimia di University of Jordan dan anggota Royal Committee on Water, Elias Salameh.
 
Salameh menjelaskan, “Kalian merencanakan sesuatu, kalian mulai menerapkan, kalian memiliki gelombang pengungsi, kalian menggunakan manajemen krisis, program asli kalian tidak dilaksanakan dan sebagainya”.
 
Salameh menambahkan, dampak peningkatan populasi dan perubahan iklim semuanya diperburuk oleh kebijakan yang buruk, “Tidak ada perencanaan jangka panjang.”
 
“Tingkat air tanah semakin menipis, dan semua sumber daya air permukaan kita sedang digunakan. Satu-satunya cara untuk meningkatkan sumber daya air kita adalah desalinasi. Tidak ada jalan lain bagi negara ini,” pungkasnya. (Nadia Ayu Soraya)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan