Ilustrasi Turki/AFP
Ilustrasi Turki/AFP

Korban Pelanggaran HAM Turki Bersuara

M Sholahadhin Azhar • 22 September 2021 18:56
Jenewa: Sebanyak dua korban kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Turki bersuara di sidang koalisi masyarakat sipil di Swiss. Kesaksian pertama disampaikan guru sekolah negeri, Mehmet Alp.
 
Dikutip dari Turkish Minute, Rabu, 22 September 2021, guru itu mengaku diculik badan intelijen Turki di Cizre pada 18 April 201. Dalam kesaksiannya, Mehmet bercerita dirinya dipaksa menandatangani pernyataan telah mendorong murid-muridnya bergabung dengan Partai Pekerja Kurdistan yang dilarang.
 
Selanjutnya, Mehmet dipenjara pada 2016. Ketika kudeta di Turki terjadi pada 15 Juli 2016, Mehmet juga dituding terlibat gerakan tersebut.

“Kami tidak hanya menyiksa anda, tapi juga kepada istri anda jika perlu, dan anak-anak anda akan berakhir di panti asuhan. Jadi jika anda mencintai keluarga, maka jangan beritahu pengadilan apa yang telah terjadi,” kata Mehmet Alp menirukan intimidasi.
 
Kemudian, Mehmet dibebaskan sambil menunggu persidangan pada 2018. Saat dibebaskan, dia melarikan diri ke Eropa mencari suaka.
 
Saksi lainnya, guru sejarah yang berafiliasi dengan gerakan Gulen, Erhan Dogan, menyebut pemerintah Turki telah menuduh gerakannya sebagai dalang kudeta gagal. Gerakan yang diilhami ulama Turki Fethullah Gulen menampik tudingan tersebut.
 
Dogan ditahan usai kudeta, dia dibawa ke pusat penahanan. “Saya dipukuli, ditelanjangi, dan dipukul dengan tongkat,” kata Dogan.
 
Baca: Turki Tak Mau Buru-Buru Mengakui Kekuasaan Taliban di Afghanistan
 
Polisi memaksa Dogan memberikan 10 nama untuk menjamin pembebasannya. Namun Dogan tidak menyanggupi permintaan itu. Ujungnya, dia disiksa hingga 10 hari. 
 
“Petugas polisi kemudian membawa saya ke ruangan lain. Mereka mulai membenturkan kepala saya ke dinding, menuntut agar saya memberi mereka 10 nama itu tetapi saya tolak. Penyiksaan ini berlangsung selama 10 hari,” kata Dogan.
 
 

Kemudian, Dogan dibawa ke dokter untuk berobat, namun dia tak berani membeberkan kejadian yang menimpanya. Menurut Dogan, dia diancam untuk tidak menceritakan penyiksaan kepada dokter.
 
Selain itu, Dogan juga mengatakan dia melihat polisi membawa tiga perempuan yang ditahan.
"Polisi mengatakan kepada saya, 'Ini bisa terjadi pada istri dan anak perempuan Anda jika tidak mengikuti perintah kami,” kata Dogan.
 
Hakim Ketua Françoise Barones Tulkens bertanya kepada Dogan terkait tindakan kekerasan lain yang diterimanya. Digan menjawab, aparat Turki juga melecehkannya.
 
Selain Dogan, pengacara dan aktivis HAM Turki Eren Keskin, menyatakan kesaksiannya melalui panggilan video. Menggarisbawahi European Court of Human Rights (ECtHR), Eren menyebut penyiksaan terhadap kedua orang itu memang tak bisa diungkap di Turki.
 
Menurut dia, meski ada peraturan namun pengadilan hanya menerima laporan oleh alhi kedokteran yang dipekerjakan pemerintah. Sehingga, penyiksaan tak diungkap.
 
Pengadilan koalisi masyarakat sipil Swiss telah memberikan kesempatan pemerintah Turki melakukaan pembelaan, namun tak digunakan. Selanjutnya, pengadilan tersebut bakal mengumumkan keputusannya di ranah digital.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan