Jenewa: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis mendesak Tiongkok untuk membagikan data mentah dari kasus awal covid-19. Desakan ditujukan untuk menghidupkan kembali penyelidikan asal pandemi dan merilis informasi untuk mengatasi teori kebocoran laboratorium yang kontroversial.
Organisasi Kesehatan Dunia menekankan ‘sangat penting’ untuk mengungkap asal-usul pandemi covid-19. Penyakit yang dipicu dari virus korona ini telah menewaskan sedikitnya 4,3 juta orang dan menghancurkan ekonomi global sejak virus itu pertama kali terdeteksi di kota Wuhan di Tiongkok pada Desember 2019.
Dalam menghadapi penolakan dari Beijing, badan kesehatan PBB itu menyerukan penyediaan "semua data dan akses yang diperlukan sehingga rangkaian studi berikutnya dapat dimulai sesegera mungkin".
Setelah banyak penundaan, tim pakar internasional WHO pergi ke Wuhan pada Januari 2021 untuk menghasilkan laporan fase pertama, yang ditulis bersama dengan rekan-rekan mereka di Negeri Tirai Bambu.
Laporan Maret mereka tidak menarik kesimpulan tegas, melainkan memunculkan peringkat empat hipotesis.
Dikatakan virus yang melompat dari kelelawar ke manusia melalui hewan perantara adalah skenario yang paling mungkin. Sementara kebocoran dari laboratorium virologi Wuhan "sangat tidak mungkin".
Namun, penyelidikan menghadapi kritik karena kurangnya transparansi dan akses, dan karena tidak mengevaluasi teori kebocoran laboratorium lebih dalam -- dengan Amerika Serikat meningkatkan tekanan sejak saat itu.
Dalam sebuah pernyataan tentang memajukan studi fase dua, WHO bersikeras bahwa pencarian itu bukan "latihan untuk menyalahkan" atau penilaian poin politik.
"Rangkaian studi selanjutnya akan mencakup pemeriksaan lebih lanjut dari data mentah dari kasus paling awal dan serum dari kasus awal yang potensial pada 2019," kata WHO dalam keterangan tertulisnya yang diterima Medcom.id, Jumat 13 Agustus 2021.
"Akses ke data sangat penting untuk mengembangkan pemahaman kita tentang sains,” tegas WHO
Organisasi Kesehatan Dunia menekankan ‘sangat penting’ untuk mengungkap asal-usul pandemi covid-19. Penyakit yang dipicu dari virus korona ini telah menewaskan sedikitnya 4,3 juta orang dan menghancurkan ekonomi global sejak virus itu pertama kali terdeteksi di kota Wuhan di Tiongkok pada Desember 2019.
Dalam menghadapi penolakan dari Beijing, badan kesehatan PBB itu menyerukan penyediaan "semua data dan akses yang diperlukan sehingga rangkaian studi berikutnya dapat dimulai sesegera mungkin".
Setelah banyak penundaan, tim pakar internasional WHO pergi ke Wuhan pada Januari 2021 untuk menghasilkan laporan fase pertama, yang ditulis bersama dengan rekan-rekan mereka di Negeri Tirai Bambu.
Laporan Maret mereka tidak menarik kesimpulan tegas, melainkan memunculkan peringkat empat hipotesis.
Dikatakan virus yang melompat dari kelelawar ke manusia melalui hewan perantara adalah skenario yang paling mungkin. Sementara kebocoran dari laboratorium virologi Wuhan "sangat tidak mungkin".
Namun, penyelidikan menghadapi kritik karena kurangnya transparansi dan akses, dan karena tidak mengevaluasi teori kebocoran laboratorium lebih dalam -- dengan Amerika Serikat meningkatkan tekanan sejak saat itu.
Sementara itu ilmuwan Denmark Peter Ben Embarek, yang memimpin misi internasional ke Wuhan, mengatakan seorang pegawai laboratorium yang terinfeksi saat mengambil sampel di lapangan, menjadi salah satu hipotesis yang mungkin tentang bagaimana virus berpindah dari kelelawar ke manusia.
"Kelelawar yang dicurigai bukan dari wilayah Wuhan dan satu-satunya orang yang mungkin mendekati mereka adalah pekerja dari laboratorium Wuhan," ujar Embarek kepada Denmark TV2.
Embarek juga mengungkapkan bahwa hingga 48 jam sebelum misi berakhir, para ilmuwan internasional dan Tiongkok bahkan masih belum sepakat untuk menyebutkan teori lab dalam laporan tersebut.
Imbauan WHO bulan lalu untuk tahap kedua penyelidikan untuk memasukkan audit laboratorium Wuhan membuat marah Beijing. Wakil Menteri Kesehatan Zeng Yixin mengatakan rencana itu menunjukkan "tidak menghormati akal sehat dan arogansi terhadap sains"."Kelelawar yang dicurigai bukan dari wilayah Wuhan dan satu-satunya orang yang mungkin mendekati mereka adalah pekerja dari laboratorium Wuhan," ujar Embarek kepada Denmark TV2.
Embarek juga mengungkapkan bahwa hingga 48 jam sebelum misi berakhir, para ilmuwan internasional dan Tiongkok bahkan masih belum sepakat untuk menyebutkan teori lab dalam laporan tersebut.
Dalam sebuah pernyataan tentang memajukan studi fase dua, WHO bersikeras bahwa pencarian itu bukan "latihan untuk menyalahkan" atau penilaian poin politik.
"Rangkaian studi selanjutnya akan mencakup pemeriksaan lebih lanjut dari data mentah dari kasus paling awal dan serum dari kasus awal yang potensial pada 2019," kata WHO dalam keterangan tertulisnya yang diterima Medcom.id, Jumat 13 Agustus 2021.
"Akses ke data sangat penting untuk mengembangkan pemahaman kita tentang sains,” tegas WHO
Sampel
WHO mengatakan sedang bekerja dengan beberapa negara yang melaporkan deteksi SARS-CoV-2 dalam sampel dari spesimen biologis yang disimpan pada 2019.
Misalnya, katanya, di Italia telah memfasilitasi evaluasi independen oleh laboratorium internasional, termasuk tes ulang buta sampel darah pra-pandemi.
“Berbagi data mentah dan memberikan izin untuk pengujian ulang sampel di laboratorium di luar Italia mencerminkan solidaritas ilmiah yang terbaik dan tidak berbeda dengan apa yang kami dorong semua negara, termasuk Tiongkok, untuk mendukung sehingga kami dapat memajukan studi asal-usul dengan cepat dan efektif," kata WHO.
Setelah membaca laporan fase satu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyimpulkan bahwa penyelidikan laboratorium virologi Wuhan belum berjalan cukup jauh.
Lama diejek sebagai teori konspirasi sayap kanan dan ditolak keras oleh Beijing, hipotesis tersebut telah mendapatkan momentum.
Itu adalah favorit di bawah mantan Presiden AS Donald Trump, tetapi penggantinya Joe Biden juga ingin melihat jalur penyelidikan ini dilanjutkan.
“Tiongkok dan sejumlah negara anggota lainnya telah menulis surat kepada WHO mengenai dasar untuk studi lebih lanjut dari 'hipotesis laboratorium' SARS-CoV-2," kata WHO.
"Mereka juga menyarankan studi asal telah dipolitisasi, atau bahwa WHO telah bertindak karena tekanan politik. Untuk mengatasi 'hipotesis lab', penting untuk memiliki akses ke semua data dan mempertimbangkan praktik terbaik ilmiah dan melihat mekanisme yang sudah dimiliki WHO,” tegas WHO.
Ia menambahkan bahwa menganalisis dan meningkatkan keselamatan dan protokol laboratorium "termasuk di Tiongkok penting untuk keselamatan dan keamanan bersama kita".
Misalnya, katanya, di Italia telah memfasilitasi evaluasi independen oleh laboratorium internasional, termasuk tes ulang buta sampel darah pra-pandemi.
“Berbagi data mentah dan memberikan izin untuk pengujian ulang sampel di laboratorium di luar Italia mencerminkan solidaritas ilmiah yang terbaik dan tidak berbeda dengan apa yang kami dorong semua negara, termasuk Tiongkok, untuk mendukung sehingga kami dapat memajukan studi asal-usul dengan cepat dan efektif," kata WHO.
Setelah membaca laporan fase satu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyimpulkan bahwa penyelidikan laboratorium virologi Wuhan belum berjalan cukup jauh.
Lama diejek sebagai teori konspirasi sayap kanan dan ditolak keras oleh Beijing, hipotesis tersebut telah mendapatkan momentum.
Itu adalah favorit di bawah mantan Presiden AS Donald Trump, tetapi penggantinya Joe Biden juga ingin melihat jalur penyelidikan ini dilanjutkan.
“Tiongkok dan sejumlah negara anggota lainnya telah menulis surat kepada WHO mengenai dasar untuk studi lebih lanjut dari 'hipotesis laboratorium' SARS-CoV-2," kata WHO.
"Mereka juga menyarankan studi asal telah dipolitisasi, atau bahwa WHO telah bertindak karena tekanan politik. Untuk mengatasi 'hipotesis lab', penting untuk memiliki akses ke semua data dan mempertimbangkan praktik terbaik ilmiah dan melihat mekanisme yang sudah dimiliki WHO,” tegas WHO.
Ia menambahkan bahwa menganalisis dan meningkatkan keselamatan dan protokol laboratorium "termasuk di Tiongkok penting untuk keselamatan dan keamanan bersama kita".
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News