Warga etnis Uighur di Xinjiang, Tiongkok ditengarai kerap mengalami diskriminasi. Foto: AFP
Warga etnis Uighur di Xinjiang, Tiongkok ditengarai kerap mengalami diskriminasi. Foto: AFP

Dianggap Kerja Paksa Uighur, AS Blokir Barang Produksi dari Xinjiang

Fajar Nugraha • 15 September 2020 16:33
Washington: Amerika Serikat (AS) pada 14 September mengeluarkan perintah yang memblokir impor kapas, pakaian jadi, komponen komputer, dan produk rambut dari Tiongkok. Pemblokiran didasarkan atas tuduhan bahwa mereka diproduksi dengan kerja paksa, terutama terhadap Muslim Uighur.
 
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengumumkan pemblokiran yang disebut "menahan perintah pembebasan”. Perintah ini memberi wewenang kepada Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS untuk menyita pengiriman barang yang diproduksi oleh kerja paksa atau kerja penjara serta mencegah barang diimpor ke Amerika Serikat.
 
Tindakan tersebut, yang kemungkinan akan memicu ketegangan yang sudah meningkat antara Amerika Serikat dan Tiongkok. ditujukan secara khusus pada perlakuan terhadap Muslim Uighur dan minoritas lainnya di wilayah Xinjiang, Tiongkok.

“Perintah ini menunjukkan bahwa dunia tidak akan mendukung pelanggaran hak asasi manusia (Tiongkok) terhadap orang Uighur dan anggota kelompok minoritas Muslim lainnya di Xinjiang. Pelanggaran mencakup menundukkan individu untuk kerja paksa dan mencabut kebebasan dan hak pilihan mereka untuk memilih bagaimana dan di mana mereka berada,” kata Pompeo dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AFP, Selasa 15 September 2020.
 
“Perintah tersebut mengirimkan pesan yang jelas ke Tiongkok bahwa sudah waktunya untuk mengakhiri praktik kerja paksa yang disponsori negara dan untuk menghormati hak asasi manusia semua orang,” tegasnya.
 

Perintah tersebut membekukan impor dari empat perusahaan yang memproduksi kapas, pakaian jadi, dan komponen komputer di wilayah Xinjiang di barat laut Tiongkok. Patroli perbatasan juga menghentikan impor produk rambut yang dibuat di fasilitas manufaktur tempat pihak berwenang dimana Uighur dan etnis minoritas lainnya diyakani dipaksa bekerja.
 
Langkah ini juga berlaku untuk semua produk yang terkait dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan Kejuruan No. 4 Kabupaten Lop di Xinjiang, di mana Bea dan Cukai AS mengatakan, memiliki informasi yang ‘secara wajar menunjukkan’ penggunaan tenaga kerja penjara untuk membuat produk rambut.
 
"Ini bukan pusat kejuruan, ini adalah kamp konsentrasi, tempat di mana agama dan etnis minoritas menjadi sasaran pelecehan dan dipaksa bekerja dalam kondisi keji tanpa bantuan dan kebebasan," kata Wakil Menteri Penjabat Keamanan Dalam Negeri Ken Cuccinelli kepada wartawan.
 
"Ini adalah perbudakan zaman modern,” ungkap Cuccinelli.
 

 
Washington baru-baru ini meningkatkan tekanan pada Negeri Tirai Bambu atas perlakuannya terhadap Muslim Uighur.
 
Pompeo mengatakan bahwa perusahaan Amerika "menjadi sadar" akan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, tetapi Bea dan Cukai AS tidak mengidentifikasi perusahaan AS mana pun yang berbisnis dengan entitas yang disebutkan.
 
Pada tahun lalu, pemerintah AS telah mengeluarkan delapan "perintah penangguhan pembebasan" untuk memblokir barang-barang dari Tiongkok yang tercemar oleh kerja paksa dan sedang mempertimbangkan langkah-langkah lebih lanjut. Ini termasuk larangan kapas dan tomat dari seluruh wilayah Xinjiang.
 
Tiongkok telah menghadapi kecaman karena menempatkan lebih dari 1 juta orang Uighur dan anggota kelompok etnis Muslim lainnya di Xinjiang di kamp konsentrasi sejak 2017. Namun Tiongkok mengatakan kamp-kamp itu adalah pusat pendidikan dan pelatihan ulang yang diperlukan untuk memerangi terorisme separatis dan ekstremisme.
 
Uighur adalah komunitas pribumi berbahasa Turki terbesar di Xinjiang, diikuti oleh orang Kazakh. Wilayah ini juga merupakan rumah bagi etnis Kirgiz, Tajik, dan Hui, yang juga dikenal sebagai Dungan.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan