Baca: Kantor HAM PBB: 18 Pedemo Myanmar Tewas di Tangan Polisi
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memimpin kecaman internasional terhadap militer Myanmar, yang telah merebut kekuasaan sah pada 1 Februari lalu usai menuding adanya kecurangan dalam pemilu 2020.
Minggu kemarin, sekitar 1.000 demonstran turun ke jalanan Myanmar dalam mendesak dipulihkannya pemerintahan demokratis Myanmar di bawah pemimpin de facto Aung San Suu Kyi yang hingga kini masih ditahan militer.
"Penggunaan kekerasan mematikan dan penahanan acak terhadap demonstran damai benar-benar tidak dapat diterima," kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, dikutip dari laman Al Jazeera pada Minggu, 28 Februari 2021.
"Sekjen mendorong komunitas internasional untuk bersatu dan mengirimkan pesan jelas kepada militer (Myanmar), bahwa mereka harus menghentikan aksi represif dan menghormati keinginan rakyat yang telah diekspresikan melalui pemilu," lanjutnya.
Kepala diplomatik Uni Eropa Josep Borrell mengonfirmasi bahwa UE akan "segera mengambil langkah-langkah tertentu untuk merespons perkembangan terbaru (di Myanmar)."
"Militer harus segera menghentikan aksi kekerasan terhadap warga sipil dan mengizinkan mereka mengekspresikan hak berpendapat dan berkumpul," tutur Borrell.
Sejumlah menteri Eropa telah sepakat menjatuhkan sanksi terhadap militer Myanmar. Mereka juga sepakat untuk menahan beberapa bantuan pembangunan ke Myanmar.
Sementara itu di Amerika Serikat, Menteri Luar Negeri Antony Blinken merespons perkembangan terbaru dengan mengecam aksi kekerasan yang dilakukan "pasukan keamanan terhadap masyarakat Burma." Burma adalah nama lain dari Myanmar.
Sebelumnya, AS telah menjatuhkan tambahan sanksi kepada dua jenderal Myanmar yang terlibat dalam kudeta 1 Febrari.
Seorang juru bicara Kemenlu Inggris menegaskan bahwa "aksi kekerasan harus dihentikan dan demokrasi harus dipulihkan." London mengaku telah menjatuhkan sanksi terhadap beberapa petinggi kudeta.
Turki juga mengecam keras situasi terkini di Myanmar, dan menyebut aksi kekerasan yang dilakukan aparat keamanan di negara tersebut "berlebihan."
"Kami sangat khawatir stabilitas di Myanmar terus memburuk setelah kudeta. Kami menyerukan langkah-langkah untuk memulihkan demokrasi demi terjagannya perdamaian dan stabilitas negara. Kami juga menyerukan agar aksi kekerasan terhadap demonstran damai segera dihentikan," ujar Kemenlu Turki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News