Michelle Bachelet tidak memerinci pembunuhan dalam pidatonya kepada Dewan Hak Asasi Manusia. Dia mendesak pembentukan mekanisme memantau tindakan Taliban.
Baca: Dewan HAM PBB Minta Taliban Pegang Teguh Komitmen Lindungi Perempuan
Di bawah resolusi yang disepakati pada Selasa, 24 Agustus 2021 oleh forum Jenewa, Bachelet akan melaporkan kembali pada sesi September-Oktober tentang situasi dan pelanggaran yang dilakukan Taliban. Hal tersebut bakal dituangkan dalam laporan tertulis yang lebih lengkap pada Maret 2022.
"Perlakuan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan akan menjadi garis merah mendasar," kata Bachelet pada sesi darurat dewan, yang diadakan atas permintaan Pakistan dan Organisasi Kerja sama Islam (OKI), seperti dikutip AFP, Rabu, 25 Agustus 2021.
Duta Besar Pakistan Khalil Hashmi mengatakan resolusi itu menyuarakan keprihatinan serius atas laporan pelanggaran dan mengirim pesan solidaritas kepada rakyat Afghanistan.
Duta Besar Austria, Elisabeth Tichy-Fisslberger, berbicara atas nama Uni Eropa, mengatakan pihaknya bergabung dengan konsensus meskipun resolusi itu "gagal".
"Uni Eropa telah berusaha untuk meluncurkan penyelidikan internasional," katanya.
Nasir Ahmad Andisha, seorang diplomat senior Afghanistan dari pemerintah yang digulingkan, menyerukan pertanggungjawaban atas tindakan Taliban, menggambarkan situasi yang "tidak pasti dan mengerikan". Di mana jutaan orang takut akan keselamatan mereka.
"Pemantauan sangat penting untuk mencegah kekejaman lebih lanjut dan memastikan akuntabilitas," ujar Andisha dalam pembicaraan tersebut.
Pakar hak asasi manusia PBB yang independen, dalam sebuah pernyataan bersama mengatakan, banyak orang bersembunyi saat "Taliban terus menggeledah rumah dari pintu ke pintu" dan penyitaan properti serta pembalasan dilaporkan.
"Tindakan Taliban selama bulan-bulan ini dan sampai saat ini mungkin merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan," ujar mereka.
Namun Duta Besar Tiongkok untuk PBB di Jenewa, Chen Xu, mengatakan bahwa Angkatan Darat AS dan militer mitra koalisi lainnya, termasuk Inggris dan Australia, harus bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran hak oleh pasukan mereka di Afghanistan.
Amerika Serikat memang mengutuk serangan yang dikatakan dilakukan terhadap warga sipil, jurnalis, aktivis dan kelompok minoritas, tetapi mereka tidak menyebut nama Taliban.
Adapun Amnesty International mengatakan bahwa penyelidikannya atas pembantaian sembilan pria etnis Hazara di provinsi Ghazni bulan lalu adalah "bukti bahwa kapasitas Taliban untuk pembunuhan dan penyiksaan tidak berkurang".
“Sesi khusus Dewan Hak Asasi Manusia PBB telah gagal memberikan tanggapan yang kredibel terhadap meningkatnya krisis hak asasi manusia di Afghanistan,” pungkas Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News