Kremlin juga meremehkan skala demonstrasi Sabtu, yang membuat polisi menahan lebih dari 3.000 orang dan menggunakan kekerasan untuk membubarkan demonstrasi di seluruh Rusia.
Baca: Polisi Tangkap Ratusan Orang dalam Bentrokan Pendukung Navalny.
Sebelum protes, Kedutaan Besar AS di Moskow telah mengeluarkan "Peringatan Demonstrasi", memperingatkan warga AS untuk menghindari protes dan menyebutkan tempat-tempat di kota-kota Rusia tempat para pengunjuk rasa berencana berkumpul.
"Tentu saja, publikasi itu tidak pantas," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada Rossiya 1 TV pada Minggu, menurut kantor berita Interfax, Senin 25 Januari 2021.
"Dan tentu saja, secara tidak langsung, mereka benar-benar campur tangan dalam urusan internal. Jadi, ini adalah dukungan langsung dari pelanggaran hukum Federasi Rusia,” jelas Peskov.
Sementara Kedutaan AS, dalam komentar emailnya mengatakan, peringatan semacam itu adalah "praktik umum dan rutin" dari misi diplomatik banyak negara.
"Kedutaan dan konsulat AS di seluruh dunia secara teratur mengeluarkan pesan keselamatan dan keamanan kepada warga kami," imbuh Peskov.
Amerika Serikat pada Sabtu meminta otoritas Rusia untuk membebaskan pengunjuk rasa dan jurnalis yang ditahan di demonstrasi tersebut, dan mengutuk apa yang disebut "taktik keras" yang digunakan oleh polisi terhadap mereka.
Di pusat kota Moskow, di mana sekitar 40.000 orang telah berkumpul di salah satu demonstrasi tidak sah terbesar selama bertahun-tahun, polisi terlihat menahan orang secara kasar dan memasukkan mereka ke dalam van terdekat.
Pihak berwenang mengatakan hanya sekitar 4.000 orang yang muncul, sementara kementerian luar negeri mempertanyakan perkiraan kerumunan yang dikeluarkan oleh Reuters.
"Tidak, hanya beberapa orang yang keluar, banyak orang memilih Putin," ujar Peskov, menurut kantor berita TASS.
Peskov menambahkan bahwa Rusia telah mendukung reformasi konstitusi yang diusulkan oleh presiden. Perubahan konstitusi akan memungkinkan Putin tetap berkuasa hingga tahun 2036.
Hubungan terburuk
Navalny telah meminta para pendukungnya untuk memprotes setelah ditangkap akhir pekan lalu ketika dia kembali ke Rusia dari Jerman untuk pertama kalinya sejak diracuni dengan zat saraf yang katanya telah diberikan kepadanya oleh agen keamanan negara pada Agustus.Bahkan sebelum gesekan atas Navalny, hubungan antara Moskow dan Washington berada pada titik terendah sejak akhir Perang Dingin. Kedua belah pihak juga berselisih mengenai peran Rusia di Ukraina dan tuduhan campur tangan dalam pemilihan AS.
Namun Peskov, bagaimanapun, telah memberikan nada yang lebih damai pada Minggu sebelumnya, ketika dia mengatakan Rusia siap untuk melakukan dialog dengan pemerintahan baru Presiden Joe Biden.
"Tentu saja, kami mengandalkan keberhasilan dalam mengadakan dialog," ujarnya seperti dikutip kantor berita Interfax.
"Ini akan menjadi dialog di mana, tentu saja, poin-poin perbedaan harus dinyatakan lebih luas. Tetapi pada saat yang sama, dialog adalah kemungkinan untuk menemukan beberapa inti rasional, bagian-bagian kecil di mana hubungan semakin dekat,” sebut Peskov.
"Dan jika pemerintah AS saat ini siap untuk pendekatan seperti itu, saya tidak ragu presiden kami akan menanggapi dengan cara yang sama,” imbuhnya.
Putin adalah salah satu pemimpin global terakhir yang memberi selamat kepada Biden atas kemenangannya dalam pemilihan presiden AS setelah pemungutan suara 3 November.
Salah satu masalah besar yang harus diselesaikan oleh kedua kekuatan nuklir tersebut adalah perjanjian pengendalian senjata, yang dikenal sebagai New START, yang akan berakhir pada 5 Februari.
Gedung Putih mengatakan pekan lalu bahwa Biden akan mengupayakan perpanjangan lima tahun untuk kesepakatan itu, sementara Kremlin meminta proposal konkret dari Washington.
Washington bergabung dengan Uni Eropa dan Inggris dalam mengutuk penanganan pasukan keamanan atas protes Sabtu. Sementara menteri luar negeri Italia dan Prancis pada Minggu menyatakan, dukungan untuk sanksi terhadap Moskow.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News