Polisi Myanmar mengarahkan laras panjangnya ke arah warga dalam jarak dekat. Foto: AFP
Polisi Myanmar mengarahkan laras panjangnya ke arah warga dalam jarak dekat. Foto: AFP

PBB: Militer Myanmar Berada di Balik Kejahatan Terhadap Kemanusiaan

Juven Martua Sitompul • 12 Maret 2021 07:43
Jenewa: Pakar hak asasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa militer Myanmar kemungkinan besar melakukan "kejahatan terhadap kemanusiaan”.
 
Thomas Andrews mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa bahwa Myanmar saat ini sedang "dikendalikan oleh rezim yang membunuh dan ilegal".
 
Baca: Militer Myanmar Tuduh Aung San Suu Kyi Terima Uang Rp8 Miliar dan Emas.

"Ada bukti yang berkembang bahwa militer Myanmar, yang dipimpin oleh pemimpin senior yang sama, sekarang mungkin terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk tindakan pembunuhan, penghilangan paksa, penganiayaan, penyiksaan,” sebut Andrews, seperti dikutip AFP, Jumat 12 Maret 2021.
 
Sambil menekankan bahwa pelanggaran semacam itu hanya dapat ditentukan di pengadilan. “Ada bukti jelas bahwa kejahatan pemerintah militer berlangsung secara meluas, sistematis dan bagian dari perintah terkoordinasi,” imbuh Andrews.
 
Dia juga mengatakan bahwa itu dilakukan dengan "pengetahuan dari kepemimpinan senior", termasuk pemimpin militer Min Aung Hlaing.
 
Pelapor Khusus PBB itu sedang mempresentasikan laporan terbarunya tentang situasi tersebut kepada dewan. Tetapi menyesalkan bahwa sejak diterbitkan minggu lalu, jumlah orang yang terbunuh dan ditahan oleh militer telah membengkak secara signifikan.

Batasan besar

Tekanan diplomatik telah meningkat sejak para jenderal melakukan kudeta dan merebut kekuasaan, memicu protes harian di seluruh negeri yang telah mereka perjuangkan untuk dipadamkan.
 
Militer telah mempertahankan pengambilalihannya dengan mengutip ketidakberesan dalam pemilihan November yang dimenangkan oleh Aung San Suu Kyi. Suu Kyi bersama partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menguasai kursi parlemen.
 

 
Chan Aye, pejabat yang ditunjuk militer di Kementerian Luar Negeri Myanmar mengatakan, kepada Dewan Hak Asasi PBB melalui pesan video pada Kamis bahwa pihak berwenang "telah menahan diri sepenuhnya untuk menangani protes kekerasan."
 
Namun menurut Andrews, "Pasukan keamanan Myanmar telah membunuh sedikitnya 70 orang" sejak 1 Februari, kebanyakan dari mereka berusia di bawah 25 tahun.
 
“Dan hingga Rabu malam, pemerintah militer telah secara sewenang-wenang menangkap dan menahan lebih dari 2.000 orang. Sementara kekerasan terhadap pengunjuk rasa, termasuk kekerasan terhadap orang-orang yang duduk dengan tenang di rumah mereka, terus meningkat,” tegas Andrews.

Perlu tindakan internasional

Bahkan sebelum kudeta, kepemimpinan saat ini di Myanmar menghadapi dakwaan atas "kejahatan kekejaman" dan "genosida" di hadapan Pengadilan Kriminal Internasional atas perlakuannya terhadap Muslim Rohingya, kenang Andrews.
 
"Sejak kudeta, militer Myanmar telah menyerang dan memaksa beberapa ribu anggota etnis kebangsaan mengungsi dari rumah mereka," ucapnya.
 
Andrews mengatakan bahwa berdasarkan bukti bahwa "junta Myanmar terlibat dalam kejahatan kekejaman terhadap rakyatnya sendiri saat ini”. “Tindakan segera diperlukan saat ini,” serunya.
 
Pekan lalu, pakar itu mendesak Dewan Keamanan PBB untuk kembali memberlakukan embargo senjata dan menyasar kembali sanksi militer Myanmar.
 
Dewan Keamanan PBB, yang mencakup pendukung tradisional utama Myanmar, Tiongkok, tidak mengindahkan seruan itu. Meskipun mereka mengeluarkan pernyataan pada Rabu yang mengungkapkan keprihatinan yang mendalam tentang situasi tersebut.
 
Andrews menggambarkan pernyataan itu sebagai "sama sekali tidak cukup", bersikeras bahwa rakyat Myanmar tidak hanya membutuhkan kata-kata dukungan tetapi juga tindakan yang mendukung. "
 
"Mereka butuh bantuan komunitas internasional sekarang," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan