Washington: Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden meminta para jenderal Myanmar untuk ‘melepaskan kekuasaan’ yang mereka rebut secara paksa dari Aung San Suu Kyi. Hingga saat ini, Suu Kyi bersama pemimpin sipil lainnya masih ditahan oleh pihak militer setelah kudeta Senin 1 Februari.
Biden pada 4 Februari mengatakan, pemerintahannya sedang mempertimbangkan sanksi. Washington juga telah memimpin kecaman internasional atas kudeta yang memicu kekhawatiran bahwa militer akan menyeret 54 juta orang kembali ke dekade kekuasaan militer.
"Tidak ada keraguan. Dalam demokrasi, kekuatan tidak boleh berusaha untuk mengesampingkan keinginan rakyat atau berusaha untuk menghapus hasil pemilihan yang kredibel," kata Biden dari Washington, dalam pidato kebijakan luar negeri besar pertamanya sebagai presiden.
"Militer Myanmar harus melepaskan kekuasaan yang telah mereka rebut, membebaskan para pendukung dan aktivis serta pejabat yang telah mereka tangkap, mencabut pembatasan di bidang telekomunikasi, dan menahan diri dari kekerasan,” tegas Biden, seperti dikutip AFP, Jumat 5 Februari 2021.
Baca: DK PBB Desak Militer Myanmar Bebaskan Aung San Suu Kyi.
Presiden ke-46 AS itu berbicara beberapa jam setelah penasihat keamanan nasionalnya, Jake Sullivan mengatakan, “Gedung Putih sedang mempertimbangkan sanksi khusus yang ditargetkan baik pada individu maupun entitas yang dikendalikan oleh militer yang memperkaya militer". Namun Sullivan tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Peringatan AS datang setelah para jenderal Myanmar memerintahkan penyedia internet untuk membatasi akses ke Facebook pada Kamis, ketika orang-orang berbondong-bondong ke media sosial untuk menyuarakan oposisi dan berbagi rencana untuk ketidaktaatan. Aplikasi milik Facebook seperti Instagram dan WhatsApp juga ikut terganggu.
"Kami memiliki kekuatan digital, jadi kami telah menggunakan ini sejak hari pertama untuk menentang junta militer," kata aktivis Myanmar Thinzar Shunlei Yi, yang berada di balik apa yang disebut "Gerakan Pembangkangan Sipil" yang menyebar ke seluruh platform media sosial.
Telenor, salah satu penyedia telekomunikasi utama negara itu, mengonfirmasi pihak berwenang telah memerintahkannya untuk "memblokir sementara" akses Facebook.
Perusahaan milik Norwegia itu mengatakan harus memenuhinya tetapi "tidak percaya bahwa permintaan tersebut didasarkan pada kebutuhan dan proporsionalitas, sesuai dengan hukum hak asasi manusia internasional".
FOLLOW US
Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan