Produk kelapa sawit Indonesia kini boleh masuk ke pasar Swiss. Foto: AFP
Produk kelapa sawit Indonesia kini boleh masuk ke pasar Swiss. Foto: AFP

Swiss Izinkan Kelapa Sawit Indonesia Masuk ke Pasarnya

Fajar Nugraha • 08 Maret 2021 11:23
Bern: Rakyat Swiss memilih untuk memberikan lampu hijau untuk kesepakatan perdangangan bebas dengan Indonesia dalam sebuah referendum pada Minggu 7 Maret. Salah satu sektor yang termasuk dalam kesepakatan perdagangan itu adalah produk kelapa sawit Indonesia.
 
Dukungan untuk kesepakatan ini mencapai 51,6 persen dan 48,3 persen yang menolaknya. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan jajak pendapat yang sebelumnya dilakukan.
 
Swiss menandatangani pakta tersebut pada 2018 bersama dengan anggota Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa lainnya Islandia, Norwegia, dan Liechtenstein.

Suara mendukung lebih banyak di wilayah Zurich yang menyegel nasib referendum. Sedangkan kantong utama perlawanan adalah wilayah berbahasa Prancis seperti Jenewa (di mana banyak perusahaan komoditas berbasis) dan Kota Vaud yang menjadi markas raksasa makanan Swiss Nestlé.
 
“Minyak sawit menjadi jantung referendum perjanjian perdagangan bebas antara Swiss dan Indonesia,” laporan Swissinfo.ch yang dikutip Senin 8 Maret 2021.
 
“Kesepakatan itu bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan dengan negara Asia Tenggara itu dan sekarang akan menghapus bea masuk atas ekspor Swiss seperti keju, produk farmasi, dan jam tangan,” imbuh laporan tersebut.
 
“Indonesia, pada bagiannya, akan dapat menjual produk industrinya di pasar Swiss bebas bea. Penurunan tarif juga direncanakan untuk produk pertanian tertentu, khususnya minyak sawit, di mana Indonesia merupakan penghasil dan pengekspor terbesar di dunia,” sebut laporan Swiss Info.
 
Sementara mereka yang mendukung referendum termasuk penentang globalisasi, partai sayap kiri dan beberapa organisasi non-pemerintah (LSM). Argumen mereka menentang kesepakatan perdagangan bebas sebagian besar bersifat lingkungan, dengan penentangnya menunjukkan bahwa budidaya kelapa sawit terkait dengan perusakan hutan hujan.
 
Di sisi lain, para pendukung kesepakatan tersebut berpendapat bahwa minyak sawit yang diimpor harus memenuhi standar lingkungan tertentu agar memenuhi syarat untuk pengurangan tarif.

Reaksi hasil  referendum

Presiden Swiss Guy Parmelin, yang juga memegang portofolio ekonomi, mengatakan, masyarakat Swiss merasa kesepakatan perdagangan itu benar dan seimbang. Dia menambahkan bahwa kekhawatiran lawan akan diperhitungkan dan Swiss akan mendukung Indonesia dalam memproduksi minyak sawit berkelanjutan.
 

“Pemungutan suara ini bukanlah pilihan ekonomi atas hak asasi manusia dan lingkungan,” katanya.
 
Parmelin mengisyaratkan bahwa kesepakatan perdagangan di masa depan juga dapat memasukkan klausul keberlanjutan, tetapi menekankan bahwa setiap kesepakatan itu unik dengan tantangannya sendiri-sendiri.
 
Bersamaan dengan pemerintah Swiss, sektor kelapa sawit di Indonesia -yang sempat mengalami kemunduran kebijakan ekonomi di Eropa,- juga menghela nafas lega.
 
“Kami berterima kasih atas hasil pemungutan suara hari ini. Kesepakatan perdagangan ini merupakan solusi yang saling menguntungkan untuk industri minyak sawit, untuk Indonesia, Swiss, dan untuk semua negara EFTA, dan akan membawa manfaat positif bagi konsumen dan eksportir Swiss, serta petani kecil Indonesia. Suara Swiss menegaskan bahwa minyak sawit Indonesia berkelanjutan," kata juru bicara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
 
Badan industri berharap hasil ini dapat membantu meyakinkan negara-negara Eropa lainnya bahwa minyak sawit dari Indonesia adalah" terbaik di kelasnya. "terkait dengan keberlanjutan. Indonesia sedang melawan larangan Uni Eropa atas penggunaan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati pada tahun 2021,” ujar pernyataan itu.
 
Margin tipis kemenangan merupakan kejutan bagi beberapa orang. Monika Rühl, direktur federasi bisnis Swiss, Economiesuisse, mengharapkan kemenangan bisa menegaskan kesepakatan perdagangan bebas.
 
"Kami mengharapkan yang jelas ya. Keprihatinan penduduk harus ditanggapi dengan sangat serius,” ucapnya kepada penyiar publik Swiss RTS pada Minggu, dengan mengacu pada perlindungan hak asasi manusia dan lingkungan.
 
Pikirannya digaungkan oleh anggota parlemen Simone de Montmollin dari Partai Radikal-Liberal, yang telah berkampanye untuk kesepakatan perdagangan bebas. "Ini pertanda bahwa kesepakatan ekonomi tidak dapat dilakukan sehingga merugikan semua prinsip dasar penghormatan terhadap lingkungan dan hak-hak sosial," tegasnya.
 
Anggota parlemen lainnya, Fabio Regazzi dari the Center, yang juga merupakan bagian dari komite kesepakatan perdagangan bebas, setuju bahwa hutan dan hak-hak buruh itu penting. Namun, menurutnya Swiss harus mengingat bahwa pada akhirnya itu adalah kesepakatan ekonomi antara kedua negara. Tidak mungkin "memaksakan semua yang Anda inginkan", katanya tentang lawan.
 
Regazzi juga menyayangkan kampanye yang difokuskan pada isu kelapa sawit yang hanya mewakili sebagian kecil dari kesepakatan. Banyaknya keuntungan yang didapat dari kesepakatan itu bagi usaha kecil dan menengah tidak ada dalam perdebatan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan