Menurut AstraZeneca pengujian tambahan tidak mungkin memengaruhi persetujuan peraturan di Eropa.
Baca: Ada Kesalahan Produksi, Vaksin Covid-19 AstraZeneca Diragukan Kemanjurannya.
AstraZeneca dan mitranya, University of Oxford mengumumkan pada Senin 23 November 2020 bahwa mereka sedang mengajukan persetujuan peraturan untuk vaksin setelah menunjukkan efektivitas rata-rata 70 persen.
Angka itu melonjak menjadi 90 persen ketika setengah dosis awal kemudian dosis penuh diberikan. Ini serupa dengan vaksin saingan yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNTech dan Moderna.
Tetapi para ilmuwan AS mengatakan tingkat efektivitas yang lebih tinggi terjadi selama tes pada orang berusia 55 tahun ke bawah, dan ditemukan secara tidak sengaja selama uji klinis.
Kepala Kelompok Vaksin Oxford, Andrew Pollard, mengatakan minggu ini bahwa bukti lebih lanjut akan tersedia bulan depan, tetapi hasilnya masih ‘sangat signifikan’.
"Sekarang kami telah menemukan apa yang tampak seperti kemanjuran yang lebih baik. Kami harus memvalidasi ini, jadi kami perlu melakukan studi tambahan," kata kepala eksekutif AstraZeneca Pascal Soriot kepada Bloomberg, yang dikutip Channel News Asia, Jumat 27 November 2020.
“Diharapkan hasilnya bisa menjadi studi internasional lain tapi yang ini bisa lebih cepat karena kita tahu kemanjurannya tinggi. Jadi kita butuh jumlah pasien yang lebih sedikit,” imbuh Soriot.
“Uji coba tambahan tidak mungkin untuk menunda persetujuan peraturan di Inggris dan Uni Eropa,” tutur Soriot.
Ada harapan besar untuk vaksin yang dikembangkan AstraZeneca bersama University of Oxford, yang oleh Pollard dipuji sebagai ‘vaksin untuk dunia’. Hal itu dikarenakan vaksin bisa lebih murah untuk dibuat, dan lebih mudah untuk disimpan dan didistribusikan.
Vaksin itu dapat disimpan, diangkut dan ditangani pada kondisi pendingin normal antara dua dan delapan derajat Celcius setidaknya selama enam bulan.
Sedangkan vaksin Pfizer-BioNTech membutuhkan suhu minus 70 derajat Celcius. Hal tersebut bisa menaikkan biaya dan berpotensi membuatnya tidak terjangkau oleh negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
AstraZeneca dan University of Oxford juga berjanji untuk memberikan vaksinnya ke negara berkembang secara nonprofit.
Terus dipantau
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan mereka menantikan publikasi lengkap data dari uji coba tersebut."Pada tinjauan data rinci, kami akan berada di posisi yang lebih baik untuk memahami kinerja vaksin," tegas WHO.
Baca: Rusia Tawarkan AstraZeneca Gabungkan Vaksin Covid-19.
Kepala petugas medis Inggris, Chris Whitty, juga memperingatkan agar tidak menarik kesimpulan prematur, dan mendesak kesabaran sampai data dipublikasikan di jurnal medis.
"Selalu merupakan kesalahan untuk membuat terlalu banyak penilaian lebih awal dan khususnya sebelum regulator independen memiliki kesempatan untuk melihat hasilnya," kata Whitty.
Helen Fletcher, profesor imunologi di London School of Hygiene and Tropical Medicine mengatakan, data keamanan yang tersedia pada vaksin itu ‘sangat kuat’.
"Ada kemungkinan bahwa dosis vaksin awal yang lebih rendah dapat menghasilkan kemanjuran vaksin yang lebih tinggi. Lebih banyak (dosis) belum tentu lebih baik dalam hal vaksin dan imunoterapi," sebutnya.
"Mungkin juga tanggapan kekebalan yang kuat terhadap vaksin pertama, dapat secara efektif memblokir tanggapan kekebalan terhadap suntikan kedua dari virus yang sama,” ungkap Fletcher.
Rekan Fletcher, profesor farmakoepidemiologi Stephen Evans, mengatakan spekulasi tentang distribusi usia dalam uji coba itu "tidak berguna bagi siapa pun".
"Kami memiliki alasan kuat untuk mempercayai bahwa peraturan di bidang penting ini akan dilakukan dengan hati-hati atau lebih hati-hati untuk vaksin ini daripada yang lain di masa lalu," menurut Evans.
Sementara Gillies O'Bryan-Tear, dari Fakultas Kedokteran Farmasi Inggris mengatakan, "tingkat kemanjuran akhirnya dapat berubah", tetapi validitas hasil kelompok dosis rendah atau dosis tinggi tidak mungkin dipertanyakan".
“Bahkan jika mereka (regulator) memutuskan untuk mengabaikan hasil kelompok dosis rendah atau dosis tinggi, studi pasien masih akan sangat signifikan, tapi saya kira itu tidak mungkin,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News