Sidang umum ini akan diikuti sekitar 53 kepala negara, 39 kepala pemerintahan dan 38 menteri. Mereka akan membuat pernyataan video yang direkam sebelumnya, termasuk Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS Alex Azar dan Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi.
Seorang pejabat senior AS, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan sesi khusus dari 193 anggota Majelis Umum seharusnya diadakan lebih awal. Dia juga menuduh bahwa pertemuan itu telah "direkayasa untuk melayani tujuan Tiongkok” dan mengeluhkan pertanyaan pada diskusi panel pada Jumat akan dibatasi.
“Tiongkok akan menggunakan pertemuan itu untuk keuntungannya,” kata pejabat AS itu, seperti dikutip AFP, Kamis 3 Desember 2020.
"Saya berharap mereka membuat permainan propaganda yang sangat, sangat efektif dari dua hari ini,” jelasnya.
Seorang Juru Bicara Perwakilan Tetap Tiongkok untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York mengatakan, "politisasi masalah itu bukan untuk kepentingan komunitas internasional."
"Jika suatu negara bersikeras, ia akan sekali lagi menemukan dirinya terisolasi dan berakhir dengan kegagalan. Tiongkok akan memperkuat komunikasi dan kolaborasi dengan negara-negara anggota lainnya dan memberikan kontribusi yang positif dan konstruktif,” tegasnya.
Presiden AS Donald Trump memotong dana ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) awal tahun ini dan mengumumkan rencana untuk mundur dari badan yang bermarkas di Jenewa itu, karena menilai WHO adalah boneka Tiongkok. Hal ini dibantah oleh WHO, sementara penarikan AS akan berlaku pada Juli tahun depan, tetapi Presiden terpilih AS Joe Biden mengatakan dia akan membatalkan langkah tersebut.
Pejabat pemerintahan Trump mengatakan, mereka memperkirakan Beijing akan mendorong narasi di PBB minggu ini bahwa virus korona itu ada di luar negeri sebelum ditemukan di kota Wuhan di Tiongkok tahun lalu. Ini adalah sebuah klaim yang oleh WHO disebut ‘sangat spekulatif.’
Ketegangan yang telah lama membara antara Amerika Serikat dan Tiongkok mencapai titik didih terkait pandemi di PBB, menyoroti upaya Beijing untuk pengaruh multilateral yang lebih besar sebagai tantangan bagi kepemimpinan tradisional Washington.
Sudah terlambat
Menkes AS Alex Azar tidak akan menyerang Tiongkok secara langsung dalam pernyataan videonya, tetapi membidik apa yang dia sebut sebagai kurangnya "berbagi informasi yang diperlukan" tentang wabah itu."Kelalaian tugas ini benar-benar menghancurkan seluruh dunia," kata Azar.
Namun Negeri Tirai Bambu membantah pernyataan AS bahwa kurangnya transparansi memperburuk wabah global.
Pejabat senior AS, yang berbicara dengan syarat anonim, menggarisbawahi parahnya pandemi: "Saya tidak akan menyebutnya sebagai senjata perang, tetapi kita harus menganggapnya sebagai ancaman serius. Fakta ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional."
Ilmuwan Tiongkok sedang melakukan penelitian tentang asal-usul virus korona dan tim internasional yang dipimpin WHO yang dibentuk pada September akan mengembangkan rencana untuk studi jangka panjang yang didasarkan pada temuan itu.
Pejabat AS juga mengatakan "sepenuhnya tidak dapat diterima" bahwa penyelidikan WHO tidak akan selesai selama hampir satu tahun.
Inggris telah menyerukan untuk memprioritaskan penyelidikan dan memastikan hasilnya didasarkan pada "ilmu pengetahuan yang kuat”. Sementara Jerman, berbicara atas nama Uni Eropa, telah menyerukan "transparansi dan kerja sama penuh" selama penyelidikan.
Sidang Umum PBB setuju pada Oktober untuk mengadakan sesi khusus covid-19 dengan mengadopsi resolusi dengan 150 suara yang mendukung. Amerika Serikat, Israel, dan Armenia abstain dan anggota yang tersisa tidak memilih. Pertemuan tersebut diusulkan oleh presiden Majelis Umum, diplomat Turki Volkan Bozkir.
Juru Bicara Bozkir, Brenden Varma, mengatakan presiden mengira pertemuan itu "sudah terlambat" dan seharusnya terjadi di musim panas. Varma menambahkan, pertemuan itu dibuat sebagai cara untuk mempromosikan multilateralisme di saat krisis.
“Intinya adalah untuk menyatukan negara, bersama dengan aktor PBB, dengan sektor swasta, dengan pengembang vaksin untuk bekerja sama mengambil persediaan dan untuk mengidentifikasi celah dan tantangan," pungkas Varma.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News