Beberapa mantan tahanan kamp menggambarkan bahwa mereka dipaksa untuk membantu penjaga atau menghadapi hukuman. Auelkhan mengatakan dia tidak berdaya untuk melawan atau campur tangan.
Ditanya apakah ada sistem pemerkosaan terorganisir, dia berkata: "Ya, pemerkosaan."
"Mereka memaksa saya masuk ke kamar itu. Mereka memaksa saya melepas pakaian wanita itu dan menahan tangan mereka dan meninggalkan ruangan,” ucapnya dalam kesaksian.
Sementara Ziawudun menambahkan, beberapa wanita yang dibawa keluar dari sel pada malam hari tidak pernah tidak pernah kembali. Mereka yang dibawa kembali diancam agar tidak memberi tahu orang lain di sel apa yang terjadi pada mereka.
"Anda tidak bisa memberi tahu siapa pun apa yang terjadi, Anda hanya bisa berbaring dengan tenang. Itu dirancang untuk menghancurkan semangat setiap orang,” tuturnya.
Adrian Zenz mengatakan kepada BBC bahwa kesaksian yang dikumpulkan untuk cerita ini adalah "beberapa bukti paling menghebohkan yang pernah saya lihat sejak kekejaman dimulai".
"Ini menegaskan yang terburuk dari apa yang kami dengar sebelumnya. Ini memberikan bukti resmi dan rinci tentang pelecehan seksual dan penyiksaan pada tingkat yang jelas lebih besar dari apa yang kita duga,” sebut Zenz.
Etnis Uighur adalah kelompok minoritas Turki yang sebagian besar Muslim yang berjumlah sekitar 11 juta di Xinjiang di Tiongkok. Wilayah itu berbatasan dengan Kazakhstan dan juga rumah bagi etnis Kazakh. Ziawudun, 42 tahun, adalah orang Uighur, sementara suaminya adalah seorang Kazakh.
Pasangan itu kembali ke Xinjiang pada akhir 2016 setelah tinggal selama lima tahun di Kazakhstan, dan diinterogasi pada saat kedatangan dan paspor mereka disita. Beberapa bulan kemudian, dia diberitahu oleh polisi untuk menghadiri pertemuan bersama warga Uighur dan Kazakh lainnya dan kelompok itu ditangkap dan ditahan, hingga pada akhirnya Ziawudun ditahan di kamp reedukasi dan mengalami pengalaman mengerikan dalam hidupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News