Tidak jauh dari lokasi protes para pekerja medis, pasukan Myanmar juga melepaskan tembakan. Satu orang tewas dan beberapa lainnya terluka dalam kejadian Kamis 15 April 2021 itu.
Para penentang kudeta 1 Februari yang menggulingkan pemerintah terpilih yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi telah melanjutkan kampanye mereka melawan militer pada pekan Tahun Baru tradisional ini. Aksi itu dilakukan dengan pawai dan unjuk rasa perlawanan lainnya.
“Pekerja medis, beberapa di antaranya telah berada di garis depan kampanye melawan kudeta, berkumpul di kota Mandalay lebih awal. Tetapi pasukan segera tiba untuk membubarkan mereka, melepaskan tembakan dan menahan beberapa orang,” sebut laporan BBC Burma.
BBC dan outlet berita lainnya tidak memiliki rincian korban atau penangkapan pada protes tersebut, tetapi media Khit Thit mengatakan, seorang pria ditembak dan dibunuh di kompleks masjid terdekat ketika pasukan keamanan membubarkan protes petugas medis.
Seorang penduduk lingkungan tempat masjid itu berada mengatakan tentara telah tiba di sana dan mulai menembak, melukai satu orang yang kemudian dibawa ke rumah sakit.
“Tidak ada protes di sini. Tentara baru saja datang dan sepertinya sedang mencari seseorang,” ucap warga yang menolak disebutkan namanya itu melalui telepon.
Layanan BBC Burma melaporkan empat orang terluka di lingkungan itu.
Liburan Tahun Baru lima hari, yang dikenal sebagai Thingyan, dimulai pada Selasa tetapi aktivis pro-demokrasi membatalkan perayaan yang biasa untuk fokus pada penentangan mereka terhadap para jenderal. Ratusan orang ikut unjuk rasa di beberapa kota lain.
Kudeta telah menjerumuskan Myanmar ke dalam krisis setelah 10 tahun langkah tentatif menuju demokrasi. Di samping protes harian, pemogokan oleh pekerja di banyak sektor yang telah membuat ekonomi macet.
Sebuah kelompok aktivis, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan, pasukan keamanan telah membunuh 715 pengunjuk rasa sejak penggulingan pemerintah Suu Kyi.
Kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan pada Selasa bahwa pihaknya khawatir tindakan keras militer terhadap protes tersebut berisiko meningkat menjadi konflik sipil, seperti yang terjadi di Suriah.
Bentrokan
Militer mengatakan, protes berkurang tetapi surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola negara melaporkan bahwa ‘perusuh’ telah melakukan semakin banyak ‘tindakan terorisme’. Menurut media itu, pedemo menyerang pasukan keamanan dengan granat dan amunisi aktif, menanam ‘ranjau rakitan’ di tempat umum dan menyalakan api."Tindakan akan diambil terhadap para pelaku itu secepat mungkin sesuai dengan hukum," pernyataan pihak militer.
Kudeta juga menyebabkan peningkatan bentrokan antara militer dan pasukan etnis minoritas yang berjuang untuk otonomi di daerah perbatasan, khususnya di timur dan utara, di mana militer telah melancarkan serangan udara.
“Pasukan pemerintah telah menderita banyak korban dalam serangan terhadap milisi etnis Kachin di utara minggu ini,” kelompok media Myanmar Now dan Democratic Voice of Burma melaporkan.
Media pemerintah melaporkan bahwa pejuang dari Tentara Kemerdekaan Kachin telah memeras uang dari kendaraan dan membakar empat truk beras pada Selasa dan tentara telah melancarkan operasi sebagai tanggapan.
Pertempuran di daerah tersebut di masa lalu telah mengirim penduduk desa melarikan diri ke Tiongkok, tetapi belum ada laporan tentang orang-orang yang mencari perlindungan di sisi perbatasan Tiongkok kali ini.
Di Myanmar timur, pertempuran antara tentara dan pemberontak etnis Karen telah memaksa ribuan penduduk desa melarikan diri ke negara tetangga Thailand dan mengungsi lebih banyak lagi secara internal.
Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya telah memberlakukan sanksi terbatas yang difokuskan pada militer sebagai tanggapan atas kudeta tersebut. Tetangga di Asia Tenggara telah mendorong pembicaraan antara pihak-pihak yang bersaing di Myanmar tanpa hasil.
Dewan Keamanan PBB (DK PBB) telah menyerukan pembebasan Suu Kyi dan lainnya tetapi tidak mengutuk kudeta tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News