Prajurit Myanmar yang mengaku melakukan pembantaian terhadap etnis Rohingya. Foto: AFP
Prajurit Myanmar yang mengaku melakukan pembantaian terhadap etnis Rohingya. Foto: AFP

Dua Prajurit Myanmar Akui Bantai Etnis Rohingya

Fajar Nugraha • 09 September 2020 06:49
Den Haag: Pembantaian yang dialami oleh etnis Rohingya di Myanmar pada 2017, diakui oleh dua orang prajurit Myanmar. Mereka memberikan pengakuan melalui rekaman video.
 
Kedua tentara itu mengakui kejahatan mereka dengan nada monoton, hanya beberapa kedipan mata yang merupakan pengkhianatan emosi mereka atas tindakan eksekusi, penguburan massal, pemusnahan desa, dan pemerkosaan.
 
Perintah Agustus 2017 dari komandannya jelas. Prajurit Myo Win Tun dalam kesaksian video mengutip kembali perintah dari atasannya, “Tembak semua yang kalian lihat dan yang kalian dengar.”

Menurut Prajurit Myo, dirinya turut serta dalam pembantaian 30 Muslim Rohingya dan mengubur mereka di kuburan massal dekat menara sel dan pangkalan militer.
 
Kira-kira pada waktu yang sama, di kota tetangga, Prajurit Zaw Naing Tun mengatakan bahwa dia dan rekan-rekannya di batalion lain mengikuti arahan yang hampir sama dari atasannya: "Bunuh semua yang kalian lihat, baik anak-anak atau orang dewasa."
 
“Kami memusnahkan sekitar 20 desa,” kata Prajurit Zaw Naing Tun, menambahkan bahwa dia juga membuang mayat di kuburan massal, seperti dikutip The New York Times, Rabu 9 September 2020.
 
Video kesaksian kedua tentara itu, yang direkam oleh milisi pemberontak, adalah pertama kalinya anggota Tatmadaw (sebutan bagi militer Myanmar) secara terbuka mengaku mengambil bagian dalam apa yang menurut pejabat PBB sebagai genosida terhadap Muslim Rohingya di negara itu.
 

 
Pada Senin, dua pria yang melarikan diri dari Myanmar bulan lalu, diangkut ke Den Haag, Belanda di mana Pengadilan Kriminal Internasional  (ICC) telah membuka kasus yang memeriksa apakah para pemimpin Tatmadaw melakukan kejahatan skala besar terhadap etnis Rohingya.
 
Baca: 297 Pengungsi Rohingya Terdampar di Lhokseumawe.
 
Kekejaman yang dijelaskan oleh kedua pria itu menggemakan bukti pelanggaran hak asasi manusia yang serius yang dikumpulkan dari lebih dari satu juta pengungsi Rohingya. Kini, banyak warag Rohingya yang sekarang berlindung di negara tetangga Bangladesh, yang membedakan kesaksian mereka adalah dari pelaku, bukan korban.
 
“Ini adalah momen monumental bagi Rohingya dan rakyat Myanmar dalam perjuangan berkelanjutan mereka untuk keadilan,” kata Matthew Smith, kepala eksekutif di Fortify Rights, pemerhati hak asasi manusia.
 
"Orang-orang ini bisa jadi pelaku pertama dari Myanmar yang diadili di ICC., dan saksi orang dalam pertama di dalam tahanan pengadilan,” jelas Smith.
 
The New York Times tidak dapat secara independen mengkonfirmasi bahwa kedua tentara tersebut melakukan kejahatan yang mereka akui. Namun detail dalam narasi mereka sesuai dengan deskripsi yang diberikan oleh puluhan saksi dan pengamat, termasuk pengungsi Rohingya, warga Rakhine, tentara Tatmadaw, dan politisi lokal.
 
Dan beberapa penduduk desa secara independen mengonfirmasi keberadaan kuburan massal yang diberikan tentara dalam kesaksian mereka. Keberadaan kuburan massal menjadi bukti yang akan disita dalam penyelidikan di Pengadilan Kriminal Internasional dan proses hukum lainnya. Pemerintah Myanmar berulang kali membantah bahwa situs semacam itu ada di seluruh wilayah.
 

Kejahatan yang menurut para prajurit dilakukan oleh batalyon infanteri mereka dan pasukan keamanan lainnya yang menyebabkan sekitar 150 warga sipil tewas dan puluhan desa dihancurkan. Kekerasan ini hanyalah bagian dari kampanye panjang Myanmar melawan Rohingya. Kedua prajurit itu menggambarkan operasi terpadu dan diperhitungkan untuk memusnahkan satu kelompok etnis minoritas, masalah di jantung kasus genosida yang sedang berlangsung.
 
Pembantaian Rohingya yang mencapai puncaknya pada 2017 menjadi salah satu eksodus pengungsi tercepat di dunia. Dalam beberapa minggu, tiga perempat dari satu juta orang tanpa kewarganegaraan diusir dari rumah mereka di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, saat pasukan keamanan menyerang desa mereka dengan senapan, parang, dan penyembur api.
 
Orang-orang tua dipenggal, dan gadis-gadis muda diperkosa, kerudung mereka dirobek untuk digunakan sebagai penutup mata, kata saksi mata dan korban selamat. Doctors Without Borders memperkirakan bahwa setidaknya 6.700 orang Rohingya, termasuk 730 anak-anak, menderita kematian akibat kekerasan dari akhir Agustus hingga akhir September 2017.
 
“Sekitar 200 permukiman Rohingya dihancurkan seluruhnya dari 2017 hingga 2019,” kata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
 
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan tahun lalu, misi pencari fakta untuk Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan “ada risiko serius bahwa tindakan genosida dapat terjadi atau terulang dan bahwa Myanmar gagal dalam kewajibannya untuk mencegah genosida, untuk menyelidiki genosida dan untuk memberlakukan undang-undang yang efektif yang mengkriminalisasi dan menghukum genosida.”
 
Pemerintah Myanmar telah membantah adanya kampanye yang diatur terhadap Rohingya. Desember lalu, Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil negara itu, membela Myanmar dari tuduhan genosida di Pengadilan Internasional di Den Haag. Sebagai peraih Hadiah Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi telah melihat warisannya ternoda oleh dukungannya untuk militer dan penolakannya untuk secara vokal mengutuk penganiayaan terhadap Rohingya.
 
Hanya beberapa tentara Tatmadaw yang dihukum, dengan hukuman penjara singkat. Militer tegas menyebutkan insiden ini adalah kesalahan langkah yang terisolasi di beberapa desa.
 
Meskipun Rohingya berasal dari Negara Bagian Rakhine di Myanmar, pemerintah negara itu mengklaim bahwa mereka adalah penyusup asing. Pejabat Myanmar menuduh bahwa warga etnis Rohingya membakar desa mereka sendiri untuk mendapatkan simpati internasional.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FJR)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan