Prajurit Myanmar yang mengaku melakukan pembantaian terhadap etnis Rohingya. Foto: AFP
Prajurit Myanmar yang mengaku melakukan pembantaian terhadap etnis Rohingya. Foto: AFP

Dua Prajurit Myanmar Akui Bantai Etnis Rohingya

Fajar Nugraha • 09 September 2020 06:49

Kejahatan yang menurut para prajurit dilakukan oleh batalyon infanteri mereka dan pasukan keamanan lainnya yang menyebabkan sekitar 150 warga sipil tewas dan puluhan desa dihancurkan. Kekerasan ini hanyalah bagian dari kampanye panjang Myanmar melawan Rohingya. Kedua prajurit itu menggambarkan operasi terpadu dan diperhitungkan untuk memusnahkan satu kelompok etnis minoritas, masalah di jantung kasus genosida yang sedang berlangsung.
 
Pembantaian Rohingya yang mencapai puncaknya pada 2017 menjadi salah satu eksodus pengungsi tercepat di dunia. Dalam beberapa minggu, tiga perempat dari satu juta orang tanpa kewarganegaraan diusir dari rumah mereka di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, saat pasukan keamanan menyerang desa mereka dengan senapan, parang, dan penyembur api.
 
Orang-orang tua dipenggal, dan gadis-gadis muda diperkosa, kerudung mereka dirobek untuk digunakan sebagai penutup mata, kata saksi mata dan korban selamat. Doctors Without Borders memperkirakan bahwa setidaknya 6.700 orang Rohingya, termasuk 730 anak-anak, menderita kematian akibat kekerasan dari akhir Agustus hingga akhir September 2017.

“Sekitar 200 permukiman Rohingya dihancurkan seluruhnya dari 2017 hingga 2019,” kata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
 
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan tahun lalu, misi pencari fakta untuk Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan “ada risiko serius bahwa tindakan genosida dapat terjadi atau terulang dan bahwa Myanmar gagal dalam kewajibannya untuk mencegah genosida, untuk menyelidiki genosida dan untuk memberlakukan undang-undang yang efektif yang mengkriminalisasi dan menghukum genosida.”
 
Pemerintah Myanmar telah membantah adanya kampanye yang diatur terhadap Rohingya. Desember lalu, Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil negara itu, membela Myanmar dari tuduhan genosida di Pengadilan Internasional di Den Haag. Sebagai peraih Hadiah Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi telah melihat warisannya ternoda oleh dukungannya untuk militer dan penolakannya untuk secara vokal mengutuk penganiayaan terhadap Rohingya.
 
Hanya beberapa tentara Tatmadaw yang dihukum, dengan hukuman penjara singkat. Militer tegas menyebutkan insiden ini adalah kesalahan langkah yang terisolasi di beberapa desa.
 
Meskipun Rohingya berasal dari Negara Bagian Rakhine di Myanmar, pemerintah negara itu mengklaim bahwa mereka adalah penyusup asing. Pejabat Myanmar menuduh bahwa warga etnis Rohingya membakar desa mereka sendiri untuk mendapatkan simpati internasional.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FJR)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan