Putusan yang dilayangkan pada Rabu, 10 November 2021 tersebut meyakini, pidato ketiganya berpotensi membuka jalan bagi tuduhan makar terhadap pihak mereka.
Dilansir dari Channel News Asia, Kamis, 11 November 2021, keluarga kerajaan Thailand yang sangat kaya memiliki pengaruh besar di masyarakat. Mereka dilindungi dari kritik dan pengawasan oleh kekejaman undang-undang (UU) pencemaran nama baik kerajaan.
Selama demonstrasi di jalanan besar pada Agustus 2020, Panusaya Sithijirawattanakul, yang dikenal luas dengan julukan ‘Rung’ (Anak Tangga) membacakan daftar 10 tuntutan, termasuk transparansi keuangan kerajaan dan penghapusan UU Lese Majeste.
Hukum Lese Majeste merupakan Pasal 112 hukum pidana Thailand, yang dapat melindungi para anggota senior keluarga kerajaan dari berbagai ancaman dan penghinaan, berbunyi “seseorang yang merusak nama baik, menghina, dan mengancam raja, ratu, putra mahkota, serta bangsawan akan divonis penjara hingga 15 tahun.”

Pedemo memperlihatkan gestur anti-pemerintah Thailand. Foto: AFP
Pidato kontroversial oleh dua pemimpin protes lain, pengacara Anon Numpa dan Panupong ‘Mike’ Jadnok dalam rapat umum Universitas Thammasat, Bangkok, diketahui menguji batas kebebasan berbicara di Thailand.
Pada Rabu, Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan, pidato tersebut “bertujuan untuk menggulingkan monarki konstitusional”.
“Jika kita membiarkan terdakwa pertama, kedua, dan ketiga serta jaringan mereka untuk terus melakukan tindakan ini, itu tidak akan lama mengarah pada penggulingan monarki konstitusional,” kata hakim Chiranit Havanond.