Pada Agustus 2018, Suu Kyi menggambarkan para jenderal di kabinetnya sebagai "agak manis".
“Transisi demokrasi Myanmar tampaknya berhenti,” kata para analis.
Negara ini sekarang menghadapi salah satu wabah covid-19 terburuk di Asia Tenggara, menempatkan strain baru pada sistem perawatan kesehatan yang sudah miskin karena tindakan penguncian menghancurkan mata pencaharian.
Namun Suu Kyi tetap populer. Sebuah survei 2020 oleh People's Alliance for Credible Elections, sebuah pengawas, menemukan bahwa 79 persen orang percaya padanya. Angka ini naik dari 70 persen tahun sebelumnya.
Derek Mitchell, mantan Duta Besar AS untuk Myanmar mengatakan kepada BBC: "Kisah Aung San Suu Kyi adalah tentang kita dan juga tentang dia. Dia mungkin tidak berubah. Dia mungkin konsisten dan kita tidak tahu kompleksitas penuh tentang siapa dia.
"Kita harus berhati-hati bahwa kita tidak seharusnya memberi orang-orang citra ikonik yang di luarnya adalah manusia,” ujar Mitchell.
Kini Suu Kyi dihadapkan pada penangkapan dari pihak militer. Langkah dari militer itu diperkirakan sebagai tindakan kudeta.
Militer menggunakan isu bahwa NLD melakuka kecurangan pada saat pemilu. Padahal NLD memenangkan 83 persen kursi yang tersedia dalam pemilihan 8 November. Banyak orang menganggap bahwa hasil pemilu itu sebagai referendum terhadap pemerintahan sipil Suu Kyi.
Itu hanyalah pemilu kedua sejak berakhirnya kekuasaan militer pada 2011. Namun militer membantah hasil tersebut, mengajukan pengaduan ke Mahkamah Agung terhadap presiden dan ketua komisi pemilihan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News