IPCC menyoroti perlunya tindakan segera dalam dekarbonisasi energi, industri, transportasi dan membuat rumah lebih hemat energi, untuk mencapai tujuan utama Perjanjian Paris dalam menjaga kenaikan suhu global abad ini jauh di bawah 2 Celcius di atas tingkat pra-industri dan untuk mengejar upaya untuk membatasi kenaikan suhu lebih jauh ke 1,5 Celcius.
Selain itu, IPCC juga menunjukkan alasan untuk tetap optimistis dengan tren yang menunjukkan pertumbuhan emisi global yang melambat. Laporan ini juga merinci bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat dicapai bersamaan dengan pengurangan emisi yang ambisius dan penurunan biaya energy baru terbarukan. Sejak 2010, biaya energi solar dan biaya baterai lithium-ion telah turun sekitar 85 persen, dan energi angin sekitar 55 persen.
Inggris menyerukan kepada negara-negara untuk memenuhi janji Pakta Iklim Glasgow, di mana 197 negara telah setuju untuk meninjau kembali dan memperkuat komitmen pengurangan emisi 2030 mereka (Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional) yang diperlukan tahun ini untuk menyelaraskan dengan tujuan suhu dalam Perjanjian Paris dan dengan demikian membatasi hal terburuk dampak perubahan iklim.
Pemerintah dari seluruh dunia telah menghabiskan waktu selama dua minggu di sesi yang diselenggarakan di Inggris untuk menguji hasil penemuan dari para ilmuwan iklim untuk laporan ini. IPCC telah menyimpulkan bahwa untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 Celcius, emisi global harus mencapai puncaknya sebelum tahun 2025, dan kemudian dikurangi setengahnya pada awal tahun 2030-an - sebagian dengan mengakhiri ketergantungan dunia pada bahan bakar fosil, termasuk mengurangi penggunaan batu bara yang tidak berkurang hingga tiga perempat pada tahun 2030.
"Laporan ini menjelaskan bahwa tenggat waktu untuk menjaga 1,5 derajat Celcius tetap hidup, semakin berjalan sangat cepat. Lampu peringatan sekali lagi berkedip merah terang di dasbor iklim dan sudah saatnya bagi pemerintah untuk bersiap dan bertindak sebelum terlambat," ucap Presiden COP26 Alok Sharma, dalam keterangan tertulis Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, Rabu, 5 April 2022.
"Itulah mengapa sangat penting bagi semua negara yang telah menyepakati perjanjian seperti yang tertuang dalam Pakta Iklim Glasgow, terutama negara-negara G20 yang bertanggung jawab atas 80 persen emisi global, untuk dapat meninjau kembali dan memperkuat target pengurangan emisi 2030 mereka tahun ini, hal ini sangat diperlukan untuk menyelaraskan kesepakatan suhu sesuai Perjanjian Paris, jika kita ingin menghindari dampak bencana perubahan iklim."
"Namun laporan ini juga memberi harapan bahwa laju pertumbuhan emisi melambat berkat turunnya biaya energi baru terbarukan dan inovasi teknologi dapat memungkinkan transisi ke masa depan yang lebih bersih."
"Kami tahu bahwa ekonomi nol bersih menghadirkan peluang besar untuk pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja ramah lingkungan yang baik, sehingga negara dan perusahaan perlu mempercepat transisi itu."
"Inggris telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 68 persen pada tahun 2030 dan sebesar 78 persen pada tahun 2035 dibandingkan dengan tingkat tahun 1990, sebelum mencapai nol bersih pada tahun 2050 sebagaimana ditetapkan dalam Strategi Net-Zero yang komprehensif di Inggris. Ini menyerukan komunitas global untuk menghormati komitmen untuk menyediakan setidaknya $100 miliar per tahun untuk mendukung negara-negara berkembang mengambil tindakan iklim yang ambisius," ungkap Sharma.
Menteri Negara untuk Energi dan Perubahan Iklim Inggris, Greg Hands, mengatakan bahwa, "laporan hari ini adalah pengingat bagi dunia akan ancaman besar dari perubahan iklim. Masih ada kesempatan untuk bertindak untuk mengurangi dampaknya. Inggris melangkah lebih jauh dan lebih cepat untuk menghasilkan energi baru terbarukan yang lebih murah dan bersih. Ini akan mengurangi paparan kita terhadap harga gas global yang mahal."
"Kami menyerukan kepada komunitas global untuk memanfaatkan momen ini dan bergabung dengan kami dalam meningkatkan transisi hijau," lanjutnya.
Sementara Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Owen Jenkins mengatakan, "seperti virus korona, perubahan iklim tidak mengenal batas wilayah atau memilih yurisdiksi ataupun negara tertentu. Seluruh dunia akan menghadapi peningkatan dampak perubahan iklim jika kita tidak bertindak tegas dan segera untuk mengurangi emisi kita."
"Kami berharap, di bawah Kepresidenan G20 Indonesia, semua negara anggota G20 akan meninjau kembali dan memperkuat ambisi 2030 dan janji emisi (NDCs) mereka sebagaimana diperlukan untuk menyelaraskan dengan tujuan suhu Paris. Kami berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk mendukung upayanya mewujudkan komitmen pengurangan emisi agar kita dapat pulih bersama dan lebih kuat," sambungnya.
Laporan terakhir IPCC, yang diterbitkan pada bulan Februari, memperingatkan bahwa beberapa dampak pemanasan global adalah "permanen," dengan lebih dari 40 persen populasi dunia sekarang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti peristiwa cuaca ekstrem seperti banjir dan gelombang panas.
Laporan ini juga menyoroti peluang ekonomi dari transisi ke ekonomi nol bersih, dengan penurunan biaya energy baru terbarukan, dan muncul enam bulan setelah Inggris menerbitkan Strategi Nol Bersih yang komprehensif. Strategi ini menetapkan bagaimana Inggris akan mengamankan 440.000 pekerjaan bergaji tinggi dan membuka investasi senilai GBP90 miliar pada tahun 2030, dengan membantu bisnis dan konsumen Inggris bertransisi ke energi bersih dan teknologi hijau.
Ini termasuk investasi GBP1 miliar dalam kendaraan listrik, GBP3,9 miliar untuk isolasi rumah kita, bersama dengan dukungan untuk komersialisasi bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan dan membantu industri berat berpindah ke tenaga hidrogen.
Bulan ini Inggris mulai membelanjakan £200 juta yang dijanjikan untuk mendukung negara-negara berkembang mengurangi emisi melalui program Partnering for Accelerated Climate Transitions (PACT).
Inggris juga akan segera menerbitkan Strategi Keuangan Iklim Internasional (ICF) baru, yang menguraikan rencana penyampaian investasi GBP11,6 miliar untuk membantu negara-negara di seluruh dunia dalam menanggapi keadaan darurat iklim. Pendanaan tersebut merupakan penggandaan dukungan bagi masyarakat yang paling parah terkena dampak pemanasan global.
Baca: Pemuda Indonesia Minta Para Pemimpin G20 Berbuat Lebih untuk Perubahan Iklim
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News