Sekitar 740.000 orang Rohingya melakukan perjalanan dari negara bagian Rakhine Myanmar ke negara tetangga setelah operasi pada Agustus 2017. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai peristiwa itu dapat menjadi genosida.
Baca: Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi Ditahan.
Suu Kyi adalah pemimpin de facto Myanmar pada saat itu dan membela militer Myanmar pada sidang Pengadilan Kriminal Internasional pada 2019 atas kekejaman terhadap Rohingya. Kejahatan tersebut termasuk pemerkosaan dan pembunuhan.
Berita penangkapan Suu Kyi menyebar dengan cepat di kamp pengungsian yang padat di Bangladesh tempat tinggal sekitar satu juta pengungsi Rohingya.
"Dia adalah alasan di balik semua penderitaan kami. Mengapa kami tidak merayakannya?,” Kata pemimpin komunitas Rohingya di pengungsian Kutapalong, Bangladesh, Farid Ullah kepada AFP, seperti dikutip Selasa 2 Februari 2021.
Mohammad Yusuf, seorang pemimpin di kamp Balukhali, mengatakan: "Dia adalah harapan terakhir kami, tetapi dia mengabaikan penderitaan kami dan mendukung genosida terhadap Rohingya."
“Beberapa warga Rohingya mengadakan doa khusus untuk menyambut ‘keadilan’ yang diberikan kepada pemenang hadiah Nobel perdamaian itu,” tutur Mirza Ghalib, seorang pengungsi di kamp Nayapara.
"Jika otoritas kamp mengizinkannya, Anda akan melihat ribuan Rohingya keluar dalam pawai perayaan," ucapnya kepada AFP.
Maung Kyaw Min, juru bicara Serikat Mahasiswa Rohingya yang berpengaru mengatakan, sekarang ada peningkatan harapan bahwa Rohingya dapat kembali ke desa mereka di Myanmar.
"Tidak seperti pemerintah terpilih, militer (pemerintah) ini akan membutuhkan dukungan internasional untuk bertahan. Jadi kami berharap mereka akan fokus pada masalah Rohingya untuk mengurangi tekanan internasional," sebutnya.
Baca: Etnis Rohingya Desak Komunitas Global Bantu Bebaskan Aung San Suu Kyi.
Sikap dari pengungsi ini berbeda dengan pemimpin etnis Rohingya Dil Mohammed. Dia mendesak agar Aung San Suu Kyi dan pejabat tinggi lainnya dibebaskan.
"Komunitas Rohingya mengutuk keras upaya keji membungkam demokrasi ini," tegas Dil Mohammed.
"Kami mendesak komunitas global maju dan memulihkan demokrasi di Myanmar dengan cara apapun," imbuhnya dilansir dari Channel News Asia.
Pihak berwenang Bangladesh mengatakan mereka "memantau" perbatasan sepanjang 270 kilometer jika terjadi gelombang baru pengungsi Rohingya. Dhaka mengeluarkan pernyataan yang menyerukan agar "proses demokrasi" ditegakkan di Myanmar.
Sementara Bangladesh dan Myanmar telah membuat kesepakatan tentang pemulangan pengungsi, tidak ada yang kembali. Bangladesh meminta Myanmar untuk meningkatkan proses repatriasi dengan "sungguh-sungguh".
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News