Pemerintah Indonesia menegaskan tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum Palestina merdeka. Foto: AFP
Pemerintah Indonesia menegaskan tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum Palestina merdeka. Foto: AFP

RI Ditawari Uang Demi Normalisasi dengan Israel, Pengamat: Tawaran Janggal

Fajar Nugraha • 25 Desember 2020 15:31
Jakarta: Dikabarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjanjikan Rp28 Triliun investasi ke Indonesia. Namun ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu Indonesia bersedia membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
 
Tentu tawaran seperti itu sangat menggiurkan bagi Indonesia di tengah melemahnya perekonomian Indonesia akibat pandemi covid-19. Namun Indonesia tidak mungkin menerima tawaran tersebut bila imbalannya adalah membuka hubungan diplomatik.
 
Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, ada tiga alasan besar untuk ini:
 
Pertama, selama dalam pembukaan konstitusi Indonesia masih tertera kalimat "penjajahan di atas dunia harus dihapuskan”, maka sebelum Palestina merdeka tidak mungkin bagi Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Karena hingga saat ini Israel masih menjajah bangsa Palestina.

Kedua, masyarakat Indonesia masih bersimpati dan memiliki solidaritas yang tinggi terhadap bangsa Palestina yang ditindas oleh Israel. Baik karena alasan solidaritas agama maupun perikemanusiaan.
 
“Terakhir, Presiden Jokowi beberapa waktu lalu melakukan pembicaraan telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Dalam percakapan itu intinya Indonesia tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum Palestina merdeka,” sebut Hikmahanto, dalam keterangan yang diterima Medcom.id, Jumat 25 Desember 2020.
 
“Presiden Abbas sangat mengapresiasi komitmen Presiden Jokowi karena Indonesia tidak mengikuti sejumlah negara di Arab yang telah membuka hubungan diplomatik,” menurut Hikmahanto.
 
Selain itu menurut Hikmahanto, perlu juga dicermati adanya kejanggalan Presiden Trump menawarkan janji ini saat dirinya dalam status lame duck atau lemah karena akan segera lengser.
 

 
Rektor Universitas Jenderal A. Yani itu menyatakan, Presiden Trump tidak seharusnya membuat kebijakan-kebijakan penting karena dalam waktu yang tidak terlalu lama akan diganti oleh Joe Biden.
 
“Mungkin saja tawaran ini terkait persaingan dominasi AS-Tiongkok di kawasan Asia. Untuk memenangkan persaiangan kedua negara menggunakan instrumen investasi dan hutang, bahkan vaksin,” tuturnya.
 
“Hanya saja karena perekonomian di AS sangat terdampak oleh pandemi covid-19, dana yang dibutuhkan tidak mungkin berasal dari AS. Dana ini yang kemudian dinegosiasikan oleh AS dengan Israel. Seolah Israel menjadi bendahara AS,” menurut Hikhmahanto.
 
“Israel sepertinya menyanggupi namun dengan persyaratan,” ucapnya.
 
Terkait dengan Indonesia persyaratan yang diminta oleh Israel adalah pembukaan hubungan diplomatik. Bagi Israel pengakuan Indonesia atas negara Israel penting karena Indonesia merupakan negara berpenduduk Islam terbesar di luar Timur Tengah.
 
“Belum lagi Israel dapat mengklaim ke masyarakat internasional bahwa negara yang anti terhadap penjajahan mau mengakui Israel sebagai negara dan menjalin hubungan diplomatik,” tegasnya.
 
Iming-iming uang ditukar dengan pengakuan kepada Israel ini muncul dari ucapan CEO US International Development Finance Corp, Adam Boehler pada 22 Desember lalu. Boehler saat itu berbicara kepada media ketika menemani menantu Trump, Jared Kushner meresmikan normalisasi hubungan Israel dan Maroko.
 

 
Boehler mengatakan, Indonesia bisa mendapatkan USD1 miliar hingga USD2 miliar (sekitar Rp28 Triliun) lebih banyak dalam bantuan pembangunan jika bergabung dengan banyak negara-negara Arab dan Muslim untuk mengakui Israel secara terbuka.
 
“Kami sedang membicarakannya (normalisasi dengan Israel) dengan mereka (Indonesia),” kata Boehler.
 
“Jika mereka siap, mereka siap, dan jika mereka siap maka kami akan dengan senang hati bahkan mendukung lebih secara finansial daripada apa yang kami lakukan,” jelas Boehler.
 
Namun hal itu dibantah oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah yang berbicara pada Medcom pada 23 Desember dan menyebutkan, “Menlu sudah sampaikan bahwa Kemlu tidak berhubungan dengan Israel. Jadi tidak ada korelasinya dengan pernyataan (Boehler) tersebut”.
 
Sementara pada 16 Desember 2020 lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan, Indonesia tidak akan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Pernyataan Retno menjawab klaim media Israel yang mengatakan Indonesia dan Oman akan melakukan normalisasi dengan Tel Aviv.
 
"Saya tegaskan, hingga saat ini tidak terdapat niatan Indonesia untuk membuka hubungan diplomasi dengan Israel," tegas Retno dalam jumpa pers secara virtual di Jakarta, Rabu, 16 Desember 2020.
 
Pada berbagai forum internasional Menlu Retno selalu menegaskan bahwa Indonesia tetap akan terus mendukung kemerdekaan Palestina. Menurutnya, posisi Indonesia tidak akan berubah dengan mendukung two state solution atau solusi dua negara antara Palestina dan Israel.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan