Kongres dengan suara bulat menyetujui RUU tersebut, yang belum menjadi undang-undang, pada Selasa, 26 Januari. Sebanyak 203 anggota parlemen memberikan suara untuk langkah tersebut.
Anggota DPR Filipina dari Partai Anak Mindanao, Amihilda Sangcopan, pengagas utama dan sponsor RUU DPR No. 8249, berterima kasih kepada semua anggota parlemen karena mengesahkan undang-undang tersebut dan meminta anggota Senat untuk mendukung langkah tandingan.
“Undang-undang tersebut berupaya untuk mempromosikan pemahaman yang lebih besar di antara non-Muslim tentang praktik dan nilai mengenakan hijab sebagai tindakan kesopanan dan martabat bagi wanita Muslim. Juga untuk mendorong wanita Muslim dan non-Muslim untuk merasakan manfaat dari mengenakannya,” keterangan dari Sangcopan, seperti dikutip Arab News, Selasa 2 Februari 2021.
Tindakan tersebut juga bertujuan untuk menghentikan diskriminasi terhadap pengguna hijab atau juga dikenal jilbab, dan kesalahpahaman yang jelas tentang pilihan busana. Seringkali penggunaan jilbab disalahartikan sebagai simbol penindasan, terorisme, dan kurangnya kebebasan.
RUU tersebut juga berupaya untuk melindungi hak kebebasan beragama bagi perempuan Muslim Filipina dan "mempromosikan toleransi dan penerimaan agama dan gaya hidup lain" di seluruh negeri.
Sangcopan mengatakan bahwa "wanita berhijab telah menghadapi beberapa tantangan di seluruh dunia," mengutip contoh dari "beberapa universitas di Filipina yang melarang pelajar Muslim mengenakan jilbab."
“Beberapa dari siswa ini terpaksa melepas jilbabnya untuk mematuhi peraturan dan ketentuan sekolah. Sementara ada pula yang terpaksa putus sekolah dan dipindahkan ke institusi lain. Ini jelas merupakan pelanggaran kebebasan beragama siswa,” tegas Sangcopan.
“Pengesahan RUU tersebut akan berkontribusi besar untuk mengakhiri diskriminasi terhadap hijab,” imbuhnya.
“Mengenakan hijab adalah hak setiap wanita Muslim. Ini bukan hanya sepotong kain, tetapi dikatakan sebagai cara hidup mereka. Sudah dijelaskan dalam kitab suci umat Islam, Alquran, bahwa setiap wanita Muslim wajib menjaga kesucian dan kesederhanaannya,” kata Sangcopan.
Potre Dirampatan Diampuan, salah satu wali dari United Religions Initiative’s Global Council, menyambut baik undang-undang "tonggak sejarah" tersebut.
“Ini adalah latihan dalam apa yang kami sebut inklusivitas. Saya pikir ini adalah langkah yang sangat disambut baik di mata komunitas Muslim," kata Diampuan kepada Arab News.
“Seorang wanita berjilbab di sini selalu dilihat sebagai warga kedua. RUU ini akan membuatnya menjadi pemandangan yang umum. Jilbab akan menjadi bagian dari pakaian kami sebagai orang Filipina,” tambahnya.
Menurut Otoritas Statistik Filipina, terdapat lebih dari 10 juta Muslim di Filipina dari total populasi 110.428.130 berdasarkan data PBB terbaru. Diampuan mengatakan bahwa RUU tersebut merupakan pengakuan terhadap populasi Muslim di negara tersebut dan menolak gagasan bahwa mengenakan jilbab sama dengan penindasan.
“Kecuali Anda telah memeluk agama dan memahaminya, Anda tidak akan menghargai budayanya,” katanya, seraya menambahkan bahwa langkah tersebut dapat lebih mendorong pemberdayaan perempuan di negara tersebut.
“Wanita harus dihargai bukan dari penampilan mereka tetapi apa yang mereka ketahui, apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka kontribusikan kepada masyarakat. Di mana masyarakat sekuler mengatakan bahwa kecantikan ada di mata yang melihatnya, saya pikir Islam akan mengatakan bahwa kecantikan ada di hati orangnya,” tutur Diampuan.
RUU tersebut mengamanatkan Komisi Nasional Muslim Filipina untuk merayakan Hari Hijab Nasional dengan mempromosikan dan meningkatkan kesadaran tentang hijab di Filipina.
Pada kongres ke-17, RUU serupa diperkenalkan oleh Sitti Djalia “Dadah” Turabin-Hataman. Ini menyelesaikan pembacaan ketiga dan terakhir di Dewan Perwakilan Rakyat. RUU Sangcopan, yang baru-baru ini disetujui, diajukan pada 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News