Potre Dirampatan Diampuan, salah satu wali dari United Religions Initiative’s Global Council, menyambut baik undang-undang "tonggak sejarah" tersebut.
“Ini adalah latihan dalam apa yang kami sebut inklusivitas. Saya pikir ini adalah langkah yang sangat disambut baik di mata komunitas Muslim," kata Diampuan kepada Arab News.
“Seorang wanita berjilbab di sini selalu dilihat sebagai warga kedua. RUU ini akan membuatnya menjadi pemandangan yang umum. Jilbab akan menjadi bagian dari pakaian kami sebagai orang Filipina,” tambahnya.
Menurut Otoritas Statistik Filipina, terdapat lebih dari 10 juta Muslim di Filipina dari total populasi 110.428.130 berdasarkan data PBB terbaru. Diampuan mengatakan bahwa RUU tersebut merupakan pengakuan terhadap populasi Muslim di negara tersebut dan menolak gagasan bahwa mengenakan jilbab sama dengan penindasan.
“Kecuali Anda telah memeluk agama dan memahaminya, Anda tidak akan menghargai budayanya,” katanya, seraya menambahkan bahwa langkah tersebut dapat lebih mendorong pemberdayaan perempuan di negara tersebut.
“Wanita harus dihargai bukan dari penampilan mereka tetapi apa yang mereka ketahui, apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka kontribusikan kepada masyarakat. Di mana masyarakat sekuler mengatakan bahwa kecantikan ada di mata yang melihatnya, saya pikir Islam akan mengatakan bahwa kecantikan ada di hati orangnya,” tutur Diampuan.
RUU tersebut mengamanatkan Komisi Nasional Muslim Filipina untuk merayakan Hari Hijab Nasional dengan mempromosikan dan meningkatkan kesadaran tentang hijab di Filipina.
Pada kongres ke-17, RUU serupa diperkenalkan oleh Sitti Djalia “Dadah” Turabin-Hataman. Ini menyelesaikan pembacaan ketiga dan terakhir di Dewan Perwakilan Rakyat. RUU Sangcopan, yang baru-baru ini disetujui, diajukan pada 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News