Warga menyalakan lilin untuk menghormati korban yang ditembak mati militer Myanmar. Foto: AFP
Warga menyalakan lilin untuk menghormati korban yang ditembak mati militer Myanmar. Foto: AFP

Pasukan Myanmar Kembali Tembaki Warga Sipil, Kali Ini di Karen

Juven Martua Sitompul • 26 Maret 2021 06:50
Yangon: Pasukan keamanan melepaskan tembakan pada Kamis 25 Maret terhadap pengunjuk rasa antikudeta di negara bagian Karen, sebelah timur Myanmar. Saat itu para demonstran turun ke jalan dalam unjuk rasa nasional yang dilakukan Subuh, untuk menuntut kembali ke demokrasi.
 
Junta militer telah melancarkan gelombang kekerasan yang mematikan saat berjuang untuk memadamkan protes nasional terhadap penggulingan 1 Februari dan penangkapan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
 
Baca: Indonesia-Singapura Sehati Terkait Myanmar, Desak Hentikan Kekerasan.

Tetapi pengunjuk rasa terus menyerukan militer untuk mundur, menentang jam malam untuk menyalakan lilin untuk para warga sipil yang tewas. Pedemo akhirnya turun ke jalan pada pagi hari untuk menghindari pasukan keamanan.
 
Di Kota Hpa-An di negara bagian Karen, pengunjuk rasa sedang mempersiapkan karung pasir sekitar pukul 6.00 pagi pada Kamis ketika sejumlah tentara dan polisi masuk dan mencoba membersihkan jalan dengan menggunakan granat setrum.
 
"Setelah itu, mereka menembak dengan peluru karet serta peluru sungguhan, sekitar 50 tembakan," kata seorang pengunjuk rasa kepada AFP melalui telepon.
 
"Seorang siswa tertembak di paha dengan peluru tajam dan sekarang menerima perawatan medis,” ujarnya.
 
Seorang penduduk setempat mengonfirmasi tindakan keras itu kepada AFP, dengan mengatakan itu dimulai sebelum protes dimulai.
 
Terlepas dari tindakan polisi, pengunjuk rasa di Hpa-An terus mengadakan pertemuan dadakan sepanjang hari, berkendara melalui kota dan memberikan hormat tiga jari. Ini adalah sebuah tanda perlawanan terhadap junta.

Protes pagi

Pengunjuk rasa dini juga keluar di beberapa bagian pusat komersial Myanmar Yangon, berbaris dengan balon merah saat subuh dengan tanda bertuliskan “Diktator Teroris Keluar”, menurut media lokal.
 

 
Di kota terbesar kedua di negara itu, Mandalay, sejumlah petugas kesehatan berpawai di jalan-jalan saat subuh membawa bendera.
 
Protes Kamis menyusul hari ‘protes senyap’ pada Rabu yang menyebabkan jalan-jalan di Yangon dan pusat-pusat utama lainnya sepi.
 
Semalam, sebuah desa di selatan Mandalay menyalakan lilin untuk menunjukkan dukungan bagi sekelompok anggota parlemen yang digulingkan. Parlemen ini disebut Komite untuk Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) dan bekerja di bawah tanah melawan junta.
 
Junta telah melarang kelompok tersebut, mengumumkan bahwa setiap keterlibatan dengan mereka sama dengan "pengkhianatan tingkat tinggi".
 
Media yang dikelola pemerintah juga melaporkan pada Kamis bahwa polisi telah menangkap 14 pemuda Yangon yang tertangkap melarikan diri dari kota ke wilayah timur Myanmar, yang dikendalikan oleh milisi etnis bersenjata.
 
Sejauh ini, ratusan orang telah melarikan diri ke negara bagian Karen, tempat pemberontak Serikat Nasional Karen melindungi ratusan aktivis anti-kudeta yang melarikan diri dari junta.
 
Lebih dari 280 orang telah terbunuh, menurut Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), sebuah kelompok pemantau lokal yang melacak korban tewas dan penangkapan.
 
Tetapi junta menyebutkan jumlah korban tewas jauh lebih rendah yaitu 164, dan menyebut para korban sebagai "orang-orang teroris yang melakukan kekerasan".
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan