medcom.id, Washington: Presiden Amerika Serikat (AS) mengatakan, pada Jumat 16 Desember, rezim Suriah dan sekutunya berlumuran "darah di tangan mereka."
Ungkapan itu dilontarkan saat Barack Obama membuat refleksi delapan tahun kepemimpinannya dengan sebuah pengakuan merendah tentang batas-batas kekuasaan presiden.
Pada konferensi pers terpanjang dan mungkin terakhirnya di Gedung Putih sebelum memberi jalan bagi Donald Trump, Obama menjadi emosional saat berbicara soal perasaan bertanggung jawab tentang anak-anak di Suriah yang dibunuh oleh para penembak jitu dan berbagai kekejaman yang terjadi di seluruh dunia.
Presiden yang mengawali masa jabatan dengan memenangkan hadiah Nobel perdamaian, namun mengakhirinya dengan sebuah kemunduran dalam era perang dingin.
"Saya mengutuk Presiden Vladimir Putin tidak hanya atas agresi Rusia di Aleppo, tapi juga serangan siber berbahaya pada pemilihan presiden AS. Saya secara pribadi mengatakan kepada Putin untuk 'menghentikan itu'", katanya seperti disitir Guardian, Sabtu (17/12/2016).

Presiden Barack Obama saat berikan konferensi pers (Foto: AFP).
Ruang konferensi pers di Gedung Putih begitu ramai saat Obama menyajikan keterangan akhir tahun. Satu orang wartawan sempat pingsan dan butuh perawatan medis.
Presiden keturunan Afrika-Amerika pertama itu menceritakan secara ringkas beberapa daftar prestasi, mulai dari mengurangi pengangguran hingga memperluas akses kesehatan serta pemulihan hubungan dengan Kuba, sebagai bukti bahwa Amerika secara signifikan lebih baik sejak dia menggantikan George W Bush pada 2009. Kendati demikian sudah makin jelas bahwa masalah Suriah akan menjadi bayangan warisannya.
"Dunia, yang kita bicarakan, bersatu dalam horor atas serangan biadab oleh rezim Suriah dan sekutu Rusia dan Iran di kota Aleppo," katanya.
"Kami telah melihat strategi yang terencana di sekitarnya, pengepungan dan derita kelaparan warga sipil tak berdosa. Kami telah melihat sasaran tanpa henti kepada pekerja kemanusiaan dan tenaga medis seluruhnya, dan banyak kawasan tinggal puing-puing dan debu. Ada laporan warga sipil terus dieksekusi. Ini semua adalah pelanggaran mengerikan terhadap hukum internasional," kecam Obama.
Secara tegas ditambahkannya: "Tanggung jawab atas kebrutalan ini terletak di satu tempat saja, pada rezim Assad dan sekutunya, Rusia dan Iran, dan pertumpahan darah serta kekejaman ini berada di tangan mereka."
Perang saudara sudah mendekati enam tahun di Suriah, menjadi masalah yang sulit dipecahkan Obama. Presiden AS secara luas dikritik karena menggambar sebuah "zona merah" atas penggunaan senjata kimia tapi kemudian gagal menegakkan hukum.
Obama menyerukan diterjunkannya pasukan pengamat internasional yang netral di Aleppo, akses penuh untuk bantuan kemanusiaan, dan gencatan senjata luas.
Indonesia desak dibukannya akses bantuan kemanusiaan
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, saat ditemui di Kementerian Luar Negeri RI, Jumat (16/12/2016) mengatakan, pemerintah mengikuti secara dekat perkembangan di Suriah, terutama perkembangan yang baru-baru ini terjadi di Aleppo. Indonesia sangat prihatin dengan perkembangan yang terjadi terutama situasi kemanusiaan di Aleppo.
(Baca: Indonesia Desak Dibukanya Akses Kemanusiaan ke Aleppo).
"Kita desak dibukanya akses secara penuh untuk bantuan kemanusiaan. Kita minta akses kemanusiaan itu dapat dibuka secara penuh tanpa adanya hambatan dan kita tahu bahwa ada sekitar 50.000 warga Aleppo yang harus segera dievakuasi," lanjut Menlu Retno.
Menlu Retno menegaskan posisi Indonesia terus mendorong agar rundingan damai tersebut dapat dilanjutkan secara inklusif. Indonesia pun telah membantu dalam bentuk uang dan bahan makanan.
Terlepas dari konflik internal di Suriah, banyak yang bertanya, mengapa perwakilan Indonesia masih ada yang bertahan di Suriah, tepatnya di Damaskus. Menlu Retno mengungkapkan bahwa masih banyak warga Indonesia yang berada di Suriah.
Hingga saat ini, keberadaan perwakilan Indonesia di Suriah, yaitu KBRI Damaskus sangat lah penting. Keberadaan perwakilan Indonesia di sana dapat memudahkan pengaturan terhadap WNI dan komunikasi dari Indonesia ke Suriah pun dianggap sangat penting.
Indonesia desak dibukannya akses bantuan kemanusiaan
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, saat ditemui di Kementerian Luar Negeri RI, Jumat (16/12/2016) mengatakan, pemerintah mengikuti secara dekat perkembangan di Suriah, terutama perkembangan yang baru-baru ini terjadi di Aleppo. Indonesia sangat prihatin dengan perkembangan yang terjadi terutama situasi kemanusiaan di Aleppo.
(Baca: Indonesia Desak Dibukanya Akses Kemanusiaan ke Aleppo).
"Kita desak dibukanya akses secara penuh untuk bantuan kemanusiaan. Kita minta akses kemanusiaan itu dapat dibuka secara penuh tanpa adanya hambatan dan kita tahu bahwa ada sekitar 50.000 warga Aleppo yang harus segera dievakuasi," lanjut Menlu Retno.
Menlu Retno menegaskan posisi Indonesia terus mendorong agar rundingan damai tersebut dapat dilanjutkan secara inklusif. Indonesia pun telah membantu dalam bentuk uang dan bahan makanan.
Terlepas dari konflik internal di Suriah, banyak yang bertanya, mengapa perwakilan Indonesia masih ada yang bertahan di Suriah, tepatnya di Damaskus. Menlu Retno mengungkapkan bahwa masih banyak warga Indonesia yang berada di Suriah.
Hingga saat ini, keberadaan perwakilan Indonesia di Suriah, yaitu KBRI Damaskus sangat lah penting. Keberadaan perwakilan Indonesia di sana dapat memudahkan pengaturan terhadap WNI dan komunikasi dari Indonesia ke Suriah pun dianggap sangat penting.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News