Mereka tampil impresif dengan menghadirkan keberagaman musik dari Sumatera Utara ke hadapan publik di Puri Lukisan, Ubud, Bali. De Tradisi menggunakan instrumen tradisi dari berbagai daerah di Sumatera Utara. Semua dilebur menjadi kesatuan etno-progresif yang utuh dan solid.
Baca juga: IMEX 2024 Dibuka dengan Hip-hop Papua hingga Keroncong dari Kediri |
"Sumber karya kami dari Karo, Toba, Simalungun, dan Melayu, Dari Toba akan diwakilkan instrumen tagading, dari Melayu oleh gendang Melayu, dari Karo ada kulcapi. Instrumen ini melepaskan kulturnya, kulcapi Karo bisa bermain dengan gaya Toba, dan tagading Toba bisa bermain dengan gaya Karo. Kami punya konsep suara Sumatera," kata Brepin Tarigan dari De Tradisi kepada Medcom.id, sebelum tampil.
Selain memainkan kulcapi dua senar, dan tagading, mereka juga memadukan suling Toba dan "gendang anak," yaitu gendang terkecil di dunia yang memang berasal dari Karo.

(De Tradisi - Foto: dok. De Tradisi)
Pesan dari Sungai Binge
De Tradisi tak sekadar membuat aransemen musik dengan basis instrumen tradisi. Mereka juga mengangkat isu kultur-kultur yang sudah hilang dari peradaban, salah satunya tradisi menyampaikan pesan dengan berdendang menysuri sungai atau mereka sebut "tenah." Praktik ini saat ini sudah tidak dilakukan lagi, tetapi hal itu menjadi corak tersendiri dalam mewarnai kehidupan kultur kesukuan mereka."Ada tradisi di Karo bernyanyi untuk menyampaikan pesan. Ada sungai Binge di sana, menurut riset kami apapun pesan yang ingin disampaikan masyarakat dari satu desa ke desa lain dinyanyikan melalui sungai. Kami kemarin mendapatkan dendang lama itu dan mengolah menjadi karya baru. Pesan yang disampaikan pada masa itu bisa berita kematian atau hal-hal lain," lanjut Brepin.
Lebih lanjut Brepin mengintepretasikan ulang proses penyampaian pesan itu sebagai narasi yang ingin disampaikan De Tradisi. Grup ini akan membuat musik yang berisi pesan-pesan dari siapa pun tentang apa pun.
"Kami ingin memaknai Kembali kultur menyampaikan pesan itu. Pesan ini yang ingin kami sampaikan pada dunia, kami punya gagasan 'one word for one day,' satu kata untuk suatu hari nanti. Melalui musik kami, kami ingin orang menyampaikan pesan ingin seperti apa suatu hari nanti, kami juga akan berkolaborasi dengan musisi Eropa. Kami akan kirim karya ke mereka, jadi mereka akan mengintepretasi bunyi-bunyian dari akar tradisi mereka ke tempatan (musik dasar yang telah dibuat oleh De Tradisi). Tak hanya pesan, juga bagaimana mereka mengintepretasi bunyi-bunyian itu."
IMEX memiliki konsep berbeda dari pertunjukan musik pada umumnya. Acara ini mempertemukan para musisi berbasis tradisi dengan para pelaku industri musik global. Mulai dari label musik, direktur festival musik, jurnalis, hingga agen musik. Diharapkan melalui acara ini terjadi hubungan keberlanjutan antar berbagai pihak dalam ekosistem industri musik dengan muara membawa musisi-musisi Indonesia tampil di luar negeri.
Ajang musik berbasis tradisi ini resmi dibuka pada 9 Mei, dan akan berakhir pada 12 Mei 2024. Sebanyak 15 penampil dari seluruh Indonesia turut meramaikan acara ini.
Grup-grup berbasis tradisi lain yang terpilih tampil di IMEX 2024 antara lain Archa (Ambon-Maluku), Agustian Supriatna Trio (Bandar Lampung-Lampung), Bellacoustic (Palangkaraya-Kalimantan Tengah), Damar ART (Banyuwangi-Jawa Timur), De Tradisi (Medan-Sumatera Utara), Kroncong Sejati (Kediri-Jawa Timur), Sasando Gong (Pulau Rote-Nusa Tenggara Timur), Tardigrada (Palu-Sulawesi Tengah), Walk On Water (Pulau Nias-Sumatera Utara).
Baca juga: Cerita Hip-hop Papua Tebar Pesan Luhur dari Biak |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id