Masalah ini bukan hanya dirasakan oleh Agnez Mo, tetapi juga banyak musisi lain yang tergabung dalam VISI. Mereka menilai sistem lisensi langsung (direct license) yang diterapkan oleh Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) menimbulkan kebingungan baru.
Padahal, tujuan awal sistem ini adalah membuat pembagian hak cipta lebih transparan. Namun di lapangan, justru banyak pencipta lagu yang membuat aturan sendiri saat menagih royalti.
“Yang kena bukan cuma Agnes Monica. Beberapa teman kami di VISI juga tiba-tiba diminta bayar,” ungkap Armand dalam siniar bersama TS Media.
Baca juga: Ariel Noah Sepakat Sistem Royalti Diperbaiki: Sudah Dibayar ke LMKN, Pencipta Gak Dapat |
Menurut Armand, banyak pencipta lagu kini meminta bayaran langsung kepada penyanyi dengan nominal berbeda-beda.
“Kalau lo nyanyi lagu itu, lo harus bayar ke gue Rp5 juta. Ada juga yang minta Rp3 juta,” kata penyanyi berusia 54 tahun itu.
Padahal, kata Armand, beberapa pencipta lagu dulunya malah meminta lagunya dibawakan oleh penyanyi. Tapi setelah lagunya sukses dibawakan, mereka justru menagih bayaran seolah belum pernah memberi izin.
“Awalnya si pencipta lagu minta lagunya dinyanyiin, meskipun penyanyinya merasa nggak cocok. Tapi setelah dicoba, ternyata pas. Eh, tiba-tiba mereka bilang, ‘Lo harus minta izin dan bayar ya kalau nyanyi lagu gue,’” jelas suami penyanyi Dewi Gita itu.
Armand mempertanyakan keabsahan permintaan izin tersebut, terutama jika di awal sudah ada kesepakatan antara penyanyi dan pencipta lagu.
Ia juga menyoroti peran Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang seharusnya mengatur dan menyalurkan royalti secara adil, tapi justru tidak berjalan maksimal.
“Setelah bertahun-tahun, tiba-tiba ada skema baru yang mengharuskan penyanyi minta izin. Ini yang bikin kami kaget. Selama ini penyanyi dan pencipta lagu itu satu tim,” katanya.
VISI menegaskan bahwa keresahan ini bukan hanya karena satu kasus atau satu artis, tapi dialami oleh banyak penyanyi lainnya.
Armand menilai sistem lisensi langsung saat ini justru menunjukkan lemahnya pengawasan dan buruknya manajemen LMKN. Ia berharap hal ini bisa menjadi pemicu perubahan.
“Ini harusnya jadi tamparan keras buat LMKN supaya bekerja lebih transparan,” tegasnya.
VISI juga telah menyusun tiga poin penting sebagai bentuk aspirasi para penyanyi terhadap sistem royalti saat ini:
1. Kepastian Hukum
VISI menuntut kejelasan hukum dalam sistem pembagian royalti agar tidak membingungkan dan merugikan penyanyi.2. Tolak Kriminalisasi
Mereka menolak adanya sanksi atau pelarangan terhadap penyanyi akibat aturan lisensi yang tidak jelas. Sesuai UU Hak Cipta, pencipta lagu sudah memberikan kuasa kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) untuk mengurus hak cipta.3. Perlindungan Data Pribadi
VISI juga menolak penggunaan data pribadi atau keuangan penyanyi sebagai dasar perhitungan royalti karena melanggar Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dan prinsip kerahasiaan bisnis.Meski menyuarakan kritik, VISI tetap mengajak para penyanyi dan pencipta lagu untuk menjaga hubungan baik. Menurut Armand, kerja sama dan solidaritas antar musisi sangat penting demi kemajuan industri musik Indonesia yang adil dan berkelanjutan.
Baca juga: Bernadya Masuk Nominasi Music Awards Japan 2025, Bersaing dengan aespa |
(Nithania Septianingsih)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News