Jemaah haji yang akan diberangkatkan ke Makkah berjalan menuju Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi. (Foto: MI/Media Center Haji)
Jemaah haji yang akan diberangkatkan ke Makkah berjalan menuju Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi. (Foto: MI/Media Center Haji)

4.100 Petugas Kawal Jemaah di Puncak Haji

Haji Haji 2019
Media Indonesia • 27 Juli 2019 06:30
Madinah: Sekitar 4.100 petugas haji Indonesia siap mengawal ratusan ribu jemaah di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina) pada tanggal 8 hingga 13 Dzulhijah (9-14 Agustus). Konsentrasi pengawalan dilakukan di Mina saat jemaah Indonesia melakukan ibadah lontar jumrah bersama jutaan umat Islam dari seluruh dunia.
 
"Seluruhnya petugas non-kloter sebanyak 4.100 orang terlibat dalam satuan Armuzna," kata Kepala Bidang Perlindungan Jemaah dan Kepala Satuan Operasi Armuzna Jaetul Muchlis, Jumat malam 26 Juli 2019, di Madinah.
 
Menurut dia, para jemaah haji Indonesia akan terbagi menjadi beberapa sektor dan pos yang tersebar di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Salah satu fokus terbesar adalah pelaksanaan lontar jumrah di Mina yang menurut Jaetul harus diterapkan dengan strategi yang lebih paripurna. Lontar jumrah akan dilaksanakan mulai tanggal 11 hingga 14 Agustus 2019.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Jaetul Muchlis mengingatkan, selain cuaca panas di Arab Saudi yang bisa berkisar 50 derajat bahkan bisa lebih, sekitar 214.000 jemaah haji reguler Indonesia juga akan berjalan jauh untuk menuju lontar jumrah di Mina.
 
Posisi tenda terjauh jemaah haji Indonesia, kata dia, adalah di Mina Jadid yang berjarak sekitar 7 kilometer dari jamarat. Dan saat itu, kondisi penuh sesak dengan jutaan umat Islam dari seluruh dunia.
 
"Di Mina satuan tugas primadona. Kasus-kasus yang berbobot yang cukup fenomenal terjadi di Mina," kata Jaetul.
 
Seperti diketahui, peristiwa Mina pada tahun 2015, cukup memakan banyak korban saat itu. Menurut Jaetul, di Mina akan dibuka 11 pos petugas haji Indonesia, baik di jalur atas maupun jalur bawah untuk memastikan jemaah haji Indonesia aman.
 
Selain itu, juga telah dibentuk Tim Mobile Crisis yang terdiri dari 220 orang yang bertugas 24 jam di Mina untuk mendeteksi potensi rawan keamanan dan kesehatan jemaah Indonesia. Tim terdiri dari dokter, perawat dari Kementerian Kesehatan, anggota TNI-Polri, dan petugas dari Kementerian Agama.
 
"Tim akan bahu membahu mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan di Mina," kata Jaetul yang juga Staf Ahli Kasau tersebut.
 
Dia mengatakan, sosialisasi terus dilakukan kepada para petugas haji yang kini tersebar di Madinah, Jeddah, dan Mekah. Hal tersebut untuk memastikan kesiapan petugas, mengetahui apa yang harus dilakukannya dalam rangka perlindungan terhadap jemaah haji di Armuzna. "Petugas paham kapan dia bergerak, kemana dia bergerak, dan seperti apa tugas mereka di pos," tegasnya lagi.
 
Sebelumnya, Kepala Daerah Kerja Madinah Akhmad Jauhari mengatakan bahwa, ada beberapa tanggung jawab yang juga dikoordinasikan di Armuzna. Yakni Arafah akan dikoordinasikan dengan kepala daerah kerja bandara (Jeddah). Mudzalifah dikoordinasikan dengan kepala daerah kerja Mekah. Dan, satuan operasional Mina akan dikoordinasikan dengan kepala daerah kerja Madinah.
 
"Namun demikian personil yang ada di masing-masing daerah melebur, seperti di satuan operasional Arafah ada yang dari daerah kerja bandara, Mina. Muzdalifah juga seperti itu, kemudian yang di Mina dari Madinah ada juga yang dari Mekah," kata Jauhari.
 
Hal itu, menurut dia, karena melihat potensi permasalahan yang ada di tiga daerah tersebut, dan yang paling berat adalah operasional di Mina. Pasalnya, di Mina terjadi mobilisasi jemaah dari tenda menuju jamarat. Sementara, di Arafah relatif tidak ada aktivitas. Hanya berdiam di tenda untuk persiapan wukuf dan pelaksanaan wukuf pada tanggal 9 Dzulhijah.
 
"Pada saat di Mina, ada pergerakan jemaah dari tenda menuju jamarat (melempar jumroh) untuk melaksanakan jumrah aqabah. Sementara, jarak tenda ke jamarat bervariasi, ada yang sampai 7 kilo, ada yang 4 kilo pulang balik. Pada fase Armuzna, jemaah diberangkatkan tanggal 8 Dzulhijah, yakni 9 Agustus sampai terakhir di Mina 13 Dzulhijah atau 14 Agustus," katanya lagi.
 
Sementara itu, Jemaah Haji Indonesia asal embarkasi Jakarta Bekasi (JKS), Rini Nuraini Bachri, 54 tahun, yang tiba di Mekah pada Selasa, 23 Juli 2019 mengaku untuk menghadapi puncak haji nanti, dirinya dan keluarga memilih untuk mengikuti anjuran pemerintah. Yakni, tidak melakukan aktifitas berlebihan saat ini, agar kondisi mereka fit ketika berada di Armuzna nanti.
 
"Kami berusaha untuk cukup minum air putih, tetap makan sesuai jadwal, dan cukup tidur. Kalau malam kami umroh, siangnya kami tidur untuk menjaga kondisi tubuh, nanti aja belanjanya setelah rangkaian haji selesai, supaya In Sya Allah kondisi fit," kata Rini Nuraini yang mendaftar haji pada tahun 2011 tersebut.
 
Menurut Rini, pelayanan pemerintah sangat bagus, karena dirinya dan para jemaah mendapatkan dokter di tiap kloternya. Bahkan, pada hari kedua kedatangan, di hotel tempat mereka menginap para jemaah sudah mendapatkan pengarahan promotif preventif dari tim dokter, bagaimana harus melindungi diri dan antisipasi dari cuaca yang ekstrim.
 
"Bagus kok pelayanan Kemenag, tim dokter di setiap kloter juga standby 24 jam," kata jemaah haji kloter 51 tersebut. (Sitria Hamid)
 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(DMR)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif