FAMILY
Memahami Pentingnya Co-Regulasi dan Empati saat Anak Marah
A. Firdaus
Sabtu 13 September 2025 / 08:10
Jakarta: Ketika anak mengalami kemarahan, tubuhnya akan menunjukkan reaksi fisik yang kuat, seperti detak jantung yang meningkat, otot menjadi tegang, dan napas yang cepat. Pada saat seperti ini, anak belum mampu mengendalikan emosinya secara penuh.
Oleh karena itu, peran orang dewasa sangat penting untuk membantu anak menenangkan diri melalui proses yang disebut co-regulasi.
Co-regulasi adalah cara di mana orang dewasa dan anak bersama-sama mengelola emosi anak. Orang dewasa yang tetap tenang dan memberikan rasa aman dapat membantu anak menurunkan ketegangan fisik dan emosionalnya.
Baca juga: Scaffolding: Cara Orang Tua Menghadapi Kemarahan Anak
Misalnya, dengan memegang tangan anak, memeluknya, atau duduk bersama sambil mengajak anak bernapas perlahan dan merasakan detak jantungnya. Orang dewasa membantu sistem saraf anak beralih dari keadaan siaga tinggi menjadi lebih tenang dan rileks.
Proses ini sangat penting karena anak-anak masih belajar bagaimana mengatur perasaan mereka sendiri dan membutuhkan dukungan dari orang dewasa untuk melewati masa-masa sulit tersebut.
Salah satu hal paling berharga yang dapat diberikan kepada anak adalah pengertian bahwa kemarahan adalah emosi yang wajar dan boleh dirasakan. Untuk itu, penting menghindari dua hal yang sering terjadi, yaitu meminta anak untuk tidak marah atau menekan kemarahan mereka, serta bereaksi dengan cara yang negatif atau merasa kewalahan saat anak marah.
Sebaliknya, memberikan pengakuan dan empati terhadap perasaan anak sangat membantu mereka merasa dimengerti dan diterima. Contohnya, mengucapkan kalimat seperti, “Kamu marah karena tidak mendapatkan apa yang kamu inginkan, dan itu adalah hal yang boleh dilakukan,” dapat membuat anak merasa bahwa perasaannya dihargai.
Saat anak sedang marah, duduklah bersama mereka tanpa menghakimi, sama seperti saat anak sedang sedih dan membutuhkan pelukan. Hal ini menunjukkan bahwa kemarahan adalah emosi yang bisa dirasakan dan dilewati dengan aman.
Namun, penting juga untuk menetapkan batasan yang jelas terhadap perilaku anak. Misalnya dengan mengatakan, 'Boleh marah, tapi tidak boleh memukul'. Dengan cara ini, anak belajar bahwa meskipun kemarahan boleh dirasakan, ada aturan yang harus diikuti agar tetap aman dan menghormati orang lain.
Setelah anak mulai tenang, ajaklah mereka berbicara tentang apa yang membuat mereka marah, bagaimana perasaan itu muncul, dan cara-cara yang bisa membantu meredakan kemarahan di masa depan.
Diskusi ini membantu anak mengenali emosi mereka sendiri dan mengembangkan strategi yang sehat untuk mengatasi kemarahan. Dengan begitu, anak tidak hanya belajar mengendalikan kemarahan, tetapi juga memahami dan menerima perasaannya dengan baik.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Oleh karena itu, peran orang dewasa sangat penting untuk membantu anak menenangkan diri melalui proses yang disebut co-regulasi.
Apa itu Co-regulasi?
Co-regulasi adalah cara di mana orang dewasa dan anak bersama-sama mengelola emosi anak. Orang dewasa yang tetap tenang dan memberikan rasa aman dapat membantu anak menurunkan ketegangan fisik dan emosionalnya.
Baca juga: Scaffolding: Cara Orang Tua Menghadapi Kemarahan Anak
Misalnya, dengan memegang tangan anak, memeluknya, atau duduk bersama sambil mengajak anak bernapas perlahan dan merasakan detak jantungnya. Orang dewasa membantu sistem saraf anak beralih dari keadaan siaga tinggi menjadi lebih tenang dan rileks.
Proses ini sangat penting karena anak-anak masih belajar bagaimana mengatur perasaan mereka sendiri dan membutuhkan dukungan dari orang dewasa untuk melewati masa-masa sulit tersebut.
Menunjukkan penerimaan kemarahan dengan sikap empati
Salah satu hal paling berharga yang dapat diberikan kepada anak adalah pengertian bahwa kemarahan adalah emosi yang wajar dan boleh dirasakan. Untuk itu, penting menghindari dua hal yang sering terjadi, yaitu meminta anak untuk tidak marah atau menekan kemarahan mereka, serta bereaksi dengan cara yang negatif atau merasa kewalahan saat anak marah.
Sebaliknya, memberikan pengakuan dan empati terhadap perasaan anak sangat membantu mereka merasa dimengerti dan diterima. Contohnya, mengucapkan kalimat seperti, “Kamu marah karena tidak mendapatkan apa yang kamu inginkan, dan itu adalah hal yang boleh dilakukan,” dapat membuat anak merasa bahwa perasaannya dihargai.
Saat anak sedang marah, duduklah bersama mereka tanpa menghakimi, sama seperti saat anak sedang sedih dan membutuhkan pelukan. Hal ini menunjukkan bahwa kemarahan adalah emosi yang bisa dirasakan dan dilewati dengan aman.
Namun, penting juga untuk menetapkan batasan yang jelas terhadap perilaku anak. Misalnya dengan mengatakan, 'Boleh marah, tapi tidak boleh memukul'. Dengan cara ini, anak belajar bahwa meskipun kemarahan boleh dirasakan, ada aturan yang harus diikuti agar tetap aman dan menghormati orang lain.
Setelah anak mulai tenang, ajaklah mereka berbicara tentang apa yang membuat mereka marah, bagaimana perasaan itu muncul, dan cara-cara yang bisa membantu meredakan kemarahan di masa depan.
Diskusi ini membantu anak mengenali emosi mereka sendiri dan mengembangkan strategi yang sehat untuk mengatasi kemarahan. Dengan begitu, anak tidak hanya belajar mengendalikan kemarahan, tetapi juga memahami dan menerima perasaannya dengan baik.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)