FITNESS & HEALTH
Peringati Hari Diabetes Sedunia, Indonesia Luncurkan Program Percontohan Penanganan Retinopati Diabetik
A. Firdaus
Sabtu 15 November 2025 / 20:17
Jakarta: Bertepatan dengan Hari Diabetes Sedunia, hari ini Roche Indonesia dan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) secara resmi menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk percontohan penanganan komprehensif Retinopati Diabetik (RD).
Bertempat di Yogyakarta, penandatanganan yang didukung dan disaksikan oleh Kementerian Kesehatan RI ini, menjadi wujud komitmen bersama untuk memperkuat pelayanan RD di Indonesia, dan menurunkan beban penyakit yang menjadi salah satu penyebab utama gangguan penglihatan di Tanah Air.
Tingginya beban penyakit RD dipicu oleh tingginya beban Diabetes Mellitus sebagai penyebab RD, rendahnya cakupan skrining RD berbasis populasi, dan terbatasnya tenaga kesehatan mata profesional serta akses terhadap tatalaksana RD sesuai standar medis. Melalui kerja sama ini, kedua pihak akan berupaya meningkatkan cakupan skrining dan akses terhadap tatalaksana RD sesuai standar medis terkini.
Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid yang menyatakan, persoalan Diabetes ini cukup besar. Prevalensinya menurut SKI mencapai hampir 30%, artinya hampir 65 juta masyarakat Indonesia terindikasi mengidap DM dan saat ini kita baru bisa mendeteksi sekitar 10 juta.
Lalu, menurut dr. Nadia, dengan adanya program CKG sejak awal 2024 hingga November 2025, kita menemukan 5 hingga 7,5 juta kasus baru Diabetes. Tantangan yang saat ini dihadapi tidak hanya itu, tapi juga masih terbatas pada ketersediaan alat dan kemampuan tenaga kesehatan.
“Kami ingin memastikan bahwa skrining RD tidak hanya bergantung pada ketersediaan dokter spesialis, tetapi bisa dilakukan secara masif di layanan primer, dengan dukungan teknologi yang tepat dan alur rujukan yang jelas,” ujar dr. Nadia dalam keterangan pers.
“FK-KMK UGM dengan dukungan dari Roche Indonesia dapat menghadirkan pendekatan baru. Kami berharap bahwa metode skrining RD berbasis digital tele-oftalmologi dengan pemanfaatan AI ini dapat menjadi bukti ilmiah yang kedepannya dapat kita terjemahkan menjadi kebijakan nasional,”sambungnya.
Mewakili UGM, Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si., M.Sc. selaku Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha, dan Kerja Sama UGM menyatakan, rasa hormatnya karena dapat menjalin kemitraan strategis dengan Roche, perusahaan perawatan kesehatan terkemuka.
"Kami yakin kemitraan ini akan berkontribusi dalam mengatasi tantangan kesehatan, khususnya di bidang kesehatan mata di Indonesia,” ujar Dr. Danang dalam sambutannya.
Menurut Dr. Danang. masalah kesehatan masyarakat seperti Retinopati Diabetik membutuhkan solusi berbasis bukti yang inovatif dan aplikatif. Melalui kemitraan ini, diharapakan pihaknya bisa siap berkontribusi melalui keahlian FK-KMK UGM dalam mengembangkan model layanan, melakukan kajian implementasi, dan memastikan bahwa intervensi yang dilakukan.
"Terutama di bidang tele-oftalmologi serta tatalaksana Retinopati Diabetik sesuai standar medis terkini, dapat berjalan efektif dan berkelanjutan di sistem layanan kesehatan kita," kata Dr. Danang.

Penandatanganan PKS Pilot Skrining Retinopati Diabetik Roche-UGM. Dok. Ist
Sanaa Sayagh, Presiden Direktur Roche Indonesia menekankan, kemitraan ini merupakan perwujudan komitmen jangka panjang kami untuk secara aktif berkontribusi dalam melindungi kesehatan penglihatan masyarakat Indonesia, dan memastikan pasien dapat mengakses layanan kesehatan dan solusi yang mereka butuhkan.
“Kami berharap luaran dari kemitraan ini juga bisa berkontribusi dalam upaya percepatan transformasi kesehatan serta pencapaian target Peta Jalan Kesehatan Penglihatan 2025 - 2030," ucap Sayagh.
Retinopati Diabetik (RD) merupakan penyebab utama gangguan penglihatan di Indonesia. Dua dari lima (43,1%)1 orang dewasa dengan Diabetes Mellitus tipe 2 mengalami kondisi ini.
Lebih jauh lagi, data penelitian global menunjukkan bahwa sekitar 29% pasien dengan RD juga mengalami Diabetic Macular Edema (DME)2 – suatu bentuk komplikasi retina lanjutan dari RD yang menyebabkan pembengkakan pada makula dan menjadi salah satu penyebab utama kebutaan akibat diabetes.
Menyadari besarnya dampak RD, Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan Indonesia Tahun 2025 – 2030 yang baru diluncurkan menetapkan beberapa target kunci untuk mengatasi permasalahan ini. Target mencakup skrining retina pada setidaknya 80% individu dengan diabetes, serta pemberian pengobatan yang tepat kepada minimal 80% individu dengan RD. Pemanfaatan teknologi kesehatan digital dan tele-oftalmologi menjadi strategi penting untuk meningkatkan deteksi dini kasus RD maupun DME.
Prof. dr. Muhammad Bayu Sasongko, M.Epi., Ph.D., Sp.M(K) yang memimpin pelaksanaan kerjasama mengungkapkan tantangan yang perlu menjadi perhatian dalam upaya menurunkan beban RD.
"Tantangan utama kita ada tiga: jumlah pasien diabetes yang sangat besar, cakupan skrining mata yang sangat rendah—kurang dari 5%, dan distribusi tenaga ahli mata yang tidak merata. Akibatnya, sebagian besar pasien datang dalam kondisi sudah lanjut atau terlambat,” ujar Prof. Bayu.
Ia menjelaskan bahwa kemitraan ini akan fokus pada pengembangan dan implementasi model layanan skrining RD yang terintegrasi serta tatalaksana RD yang komprehensif sesuai dengan standar medis terkini.
“Tujuan utama kami adalah membangun sistem yang berkelanjutan. Proyek ini akan mencakup beberapa pilar: pertama, Penguatan sistem koordinasi lintas sektor dan kepemimpinan dari pemerintah pusat ke daerah untuk mendukung pencapaian target, kedua peningkatan akses kesehatan mata yang bermutu, memenuhi standar, sesuai kebutuhan pasien dan berorientasi pada target,” jelas Prof. Bayu.
“Ketiga, penguatan tata kelola sumber daya manusia untuk mendukung peningkatan dan pemerataan akses kesehatan mata yang bermutu, keempat Optimalisasi cakupan dan pembiayaan untuk upaya kesehatan penglihatan yang berpihak pada kebutuhan masyarakat, serta kelima, pengembangan sistem informasi terintegrasi dan pemanfaatan data, hasil riset, dan teknologi kesehatan dalam pencapaian target upaya kesehatan penglihatan,” jelas Prof. Bayu.
Melalui model ini, kata Prof. Bay, diharapkan adanya peningkatan cakupan skrining secara signifikan dan memastikan pasien yang membutuhkan tatalaksana dapat segera mengaksesnya sebelum terjadi kebutaan permanen.
Aspek lain yang juga ditekankan oleh Prof. Bayu adalah pentingnya memastikan keberlanjutan dari program percontohan tersebut. Oleh sebab itu, salah satu hasil penting yang diharapkan dari kerjasama tersebut adalah tersusunnya bukti ilmiah yang menjadi acuan penyusunan kebijakan serta alokasi sumber daya untuk perluasan dan adopsi program dalam skala lebih luas dan nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Bertempat di Yogyakarta, penandatanganan yang didukung dan disaksikan oleh Kementerian Kesehatan RI ini, menjadi wujud komitmen bersama untuk memperkuat pelayanan RD di Indonesia, dan menurunkan beban penyakit yang menjadi salah satu penyebab utama gangguan penglihatan di Tanah Air.
Tingginya beban penyakit RD dipicu oleh tingginya beban Diabetes Mellitus sebagai penyebab RD, rendahnya cakupan skrining RD berbasis populasi, dan terbatasnya tenaga kesehatan mata profesional serta akses terhadap tatalaksana RD sesuai standar medis. Melalui kerja sama ini, kedua pihak akan berupaya meningkatkan cakupan skrining dan akses terhadap tatalaksana RD sesuai standar medis terkini.
Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid yang menyatakan, persoalan Diabetes ini cukup besar. Prevalensinya menurut SKI mencapai hampir 30%, artinya hampir 65 juta masyarakat Indonesia terindikasi mengidap DM dan saat ini kita baru bisa mendeteksi sekitar 10 juta.
Lalu, menurut dr. Nadia, dengan adanya program CKG sejak awal 2024 hingga November 2025, kita menemukan 5 hingga 7,5 juta kasus baru Diabetes. Tantangan yang saat ini dihadapi tidak hanya itu, tapi juga masih terbatas pada ketersediaan alat dan kemampuan tenaga kesehatan.
“Kami ingin memastikan bahwa skrining RD tidak hanya bergantung pada ketersediaan dokter spesialis, tetapi bisa dilakukan secara masif di layanan primer, dengan dukungan teknologi yang tepat dan alur rujukan yang jelas,” ujar dr. Nadia dalam keterangan pers.
“FK-KMK UGM dengan dukungan dari Roche Indonesia dapat menghadirkan pendekatan baru. Kami berharap bahwa metode skrining RD berbasis digital tele-oftalmologi dengan pemanfaatan AI ini dapat menjadi bukti ilmiah yang kedepannya dapat kita terjemahkan menjadi kebijakan nasional,”sambungnya.
RD membutuhkan solusi berbasis bukti yang inovatif
Mewakili UGM, Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si., M.Sc. selaku Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha, dan Kerja Sama UGM menyatakan, rasa hormatnya karena dapat menjalin kemitraan strategis dengan Roche, perusahaan perawatan kesehatan terkemuka.
"Kami yakin kemitraan ini akan berkontribusi dalam mengatasi tantangan kesehatan, khususnya di bidang kesehatan mata di Indonesia,” ujar Dr. Danang dalam sambutannya.
Menurut Dr. Danang. masalah kesehatan masyarakat seperti Retinopati Diabetik membutuhkan solusi berbasis bukti yang inovatif dan aplikatif. Melalui kemitraan ini, diharapakan pihaknya bisa siap berkontribusi melalui keahlian FK-KMK UGM dalam mengembangkan model layanan, melakukan kajian implementasi, dan memastikan bahwa intervensi yang dilakukan.
"Terutama di bidang tele-oftalmologi serta tatalaksana Retinopati Diabetik sesuai standar medis terkini, dapat berjalan efektif dan berkelanjutan di sistem layanan kesehatan kita," kata Dr. Danang.

Penandatanganan PKS Pilot Skrining Retinopati Diabetik Roche-UGM. Dok. Ist
Sanaa Sayagh, Presiden Direktur Roche Indonesia menekankan, kemitraan ini merupakan perwujudan komitmen jangka panjang kami untuk secara aktif berkontribusi dalam melindungi kesehatan penglihatan masyarakat Indonesia, dan memastikan pasien dapat mengakses layanan kesehatan dan solusi yang mereka butuhkan.
“Kami berharap luaran dari kemitraan ini juga bisa berkontribusi dalam upaya percepatan transformasi kesehatan serta pencapaian target Peta Jalan Kesehatan Penglihatan 2025 - 2030," ucap Sayagh.
Peluncuran peta jalan dengan skrining
Retinopati Diabetik (RD) merupakan penyebab utama gangguan penglihatan di Indonesia. Dua dari lima (43,1%)1 orang dewasa dengan Diabetes Mellitus tipe 2 mengalami kondisi ini.
Lebih jauh lagi, data penelitian global menunjukkan bahwa sekitar 29% pasien dengan RD juga mengalami Diabetic Macular Edema (DME)2 – suatu bentuk komplikasi retina lanjutan dari RD yang menyebabkan pembengkakan pada makula dan menjadi salah satu penyebab utama kebutaan akibat diabetes.
Menyadari besarnya dampak RD, Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan Indonesia Tahun 2025 – 2030 yang baru diluncurkan menetapkan beberapa target kunci untuk mengatasi permasalahan ini. Target mencakup skrining retina pada setidaknya 80% individu dengan diabetes, serta pemberian pengobatan yang tepat kepada minimal 80% individu dengan RD. Pemanfaatan teknologi kesehatan digital dan tele-oftalmologi menjadi strategi penting untuk meningkatkan deteksi dini kasus RD maupun DME.
Solusi untuk Turunkan beban kebutaan akibat Retinopati Diabetik
Prof. dr. Muhammad Bayu Sasongko, M.Epi., Ph.D., Sp.M(K) yang memimpin pelaksanaan kerjasama mengungkapkan tantangan yang perlu menjadi perhatian dalam upaya menurunkan beban RD.
"Tantangan utama kita ada tiga: jumlah pasien diabetes yang sangat besar, cakupan skrining mata yang sangat rendah—kurang dari 5%, dan distribusi tenaga ahli mata yang tidak merata. Akibatnya, sebagian besar pasien datang dalam kondisi sudah lanjut atau terlambat,” ujar Prof. Bayu.
Ia menjelaskan bahwa kemitraan ini akan fokus pada pengembangan dan implementasi model layanan skrining RD yang terintegrasi serta tatalaksana RD yang komprehensif sesuai dengan standar medis terkini.
“Tujuan utama kami adalah membangun sistem yang berkelanjutan. Proyek ini akan mencakup beberapa pilar: pertama, Penguatan sistem koordinasi lintas sektor dan kepemimpinan dari pemerintah pusat ke daerah untuk mendukung pencapaian target, kedua peningkatan akses kesehatan mata yang bermutu, memenuhi standar, sesuai kebutuhan pasien dan berorientasi pada target,” jelas Prof. Bayu.
“Ketiga, penguatan tata kelola sumber daya manusia untuk mendukung peningkatan dan pemerataan akses kesehatan mata yang bermutu, keempat Optimalisasi cakupan dan pembiayaan untuk upaya kesehatan penglihatan yang berpihak pada kebutuhan masyarakat, serta kelima, pengembangan sistem informasi terintegrasi dan pemanfaatan data, hasil riset, dan teknologi kesehatan dalam pencapaian target upaya kesehatan penglihatan,” jelas Prof. Bayu.
Melalui model ini, kata Prof. Bay, diharapkan adanya peningkatan cakupan skrining secara signifikan dan memastikan pasien yang membutuhkan tatalaksana dapat segera mengaksesnya sebelum terjadi kebutaan permanen.
Aspek lain yang juga ditekankan oleh Prof. Bayu adalah pentingnya memastikan keberlanjutan dari program percontohan tersebut. Oleh sebab itu, salah satu hasil penting yang diharapkan dari kerjasama tersebut adalah tersusunnya bukti ilmiah yang menjadi acuan penyusunan kebijakan serta alokasi sumber daya untuk perluasan dan adopsi program dalam skala lebih luas dan nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)