FITNESS & HEALTH
Kemenkes dan MRCCC Siloam Hospitals Dorong Akses Mammografi untuk Deteksi Dini Kanker Payudara
A. Firdaus
Selasa 28 Oktober 2025 / 18:21
Jakarta: Kanker payudara adalah kanker pada perempuan yang tersering ditemukan. Data terkini dari GLOBOCAN/Global Cancer Observatory/World Cancer Research Fund tentang kejadian dan kematian akibat kanker payudara di dunia berdasarkan estimasi tahun 2022, menunjukkan setiap tahun ada 2,3 juta kasus baru, atau sekitar 11,6% dari semua kasus kanker pada wanita. Angka kematian mencapai 666.000 kematian, kira-kira 6,9% dari semua kematian kanker pada wanita.
Di Indonesia ada sekitar 400 ribu kasus baru kanker terdeteksi setiap tahunnya, dengan angka kematian mencapai 240 ribu kasus. Jumlah kasus kanker di Indonesia terus meningkat dan diprediksi melonjak hingga lebih dari 70 persen pada 2050 jika langkah pencegahan dan deteksi dini tidak diperkuat. Tanpa intervensi yang efektif, beban kanker akan semakin besar, baik dari segi kesehatan masyarakat maupun ekonomi.
Dokter Agnes selaku Kepala Departemen Medical Check Up MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, membagikan pengalamannya, kanker payudara sering terdeteksi secara ‘tidak sengaja’ saat pasien menjalani medical check-up.
“Bahkan banyak yang terdeteksi saat sudah stadium lanjut karena tidak ada gejala yang dirasakan pasien. Tentunya, penemuan kanker payudara di stadium lanjut ini bisa dihindari andai saja pasien rutin melakukan SADARI atau pemeriksaan payudara sendiri secara rutin. Atau pasien melakukan mammografi setahun sekali setelah mencapai usia 40 tahun,” jelas dr. Agnes.
Kemudian, dr. Nina I.S.H. Supit, Sp.Rad PRP (K), Kepala Departemen Radiologi MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, menambahkan, mammografi masih menjadi gold standard dalam skrining kanker payudara. Mammografi dapat mendeteksi benjolan tumor kanker payudara di ukuran sangat kecil, sampai 0,2 milimeter dengan alat terbaru.
Tantangan dalam mammografi atau deteksi dini kanker payudara ini, selain akses terhadap mammografi yang masih terbatas, juga ada banyak sekali mitos yang masih dipercaya masyarakat.
"Misalnya mammografi itu sangat menyakitkan, mammografi bisa membuat kanker malah menyebar, dan sebagainya. Namun saat ini sudah ada solusi mammografi yang lebih nyaman dan singkat, tanpa mengorbankan kualitas gambar yaitu Mammomat B.brilliant di MRCCC,” ungkap dr. Nina.
Lebih lanjut dr. Nina memaparkan, konsisten memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa dengan skrining menggunakan USG payudara untuk perempuan usia di bawah 40 tahun dan mammografi mulai usia 40 tahun dapat mencegah kejadian kanker payudara stadium lanjut yang sangat sulit diterapi dan memiliki beban pengobatan tidak murah.
Dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI menjelaskan, kanker payudara tidak hanya menjadi tantangan medis tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Biaya pengobatan yang tinggi, hilangnya produktivitas, serta dampak psikologis bagi pasien dan keluarga.
2.jpg)
Mammografi masih menjadi gold standard dalam skrining kanker payudara. Dok. Siloam Hospitals
“Deteksi dini kanker masih menjadi tantangan. Penyebab kematian pasien kanker payudara sebagian besar karena datang dalam kondisi stadium lanjut, sehingga tingkat keberhasilan pengobatan menurun. Sebagai bagian dari strategi nasional, Kementerian Kesehatan telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Kanker 2024-2034 untuk memperkuat skrining dan deteksi dini,” jelas dr. Siti Nadia Tarmizi.
Saat ini cakupan skrining kanker payudara dengan mammografi di Indonesia masih rendah. Salah satunya karena keterbatasan alat dan tenaga medis. Dari sekitar 3.000 rumah sakit di Indonesia, hanya sekitar 200 rumah sakit yang memiliki alat mammografi.
“Pemerintah berkomitmen untuk tahun 2024 supaya setiap rumah sakit provinsi dilengkapi alat mammografi. Saat ini dari 514 kabupaten/kota, yang memiliki mammografi saat data dikumpulkan masih di bawah 100 kabupaten/kota. Kami mengupayakan untuk meningkatkan sosialisasi Program deteksi dini menggunakan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) dan SADANIS (Pemeriksaan Payudara Klinis), sehingga ini bisa menjadi alternatif penemuan dini kasus kanker payudara,” lanjut dr. Siti.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Subspesialis Hematologi Onkologi Medik MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, DR. dr. Andhika Rahman, SpPD-KHOM memaparkan bahwa untuk kasus kanker payudara stadium lanjut, saat ini digunakan pendekatan dengan perawatan multidisiplin.
Perawatan multidisiplin ini terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesintasan pasien kanker payudara. Pendekatan multidisiplin meliputi strategi penanganan pasien dengan melibatkan kolaborasi berbagai spesialis medis dan tenaga pendukung.
"Tujuannya adalah memberikan perawatan yang paling komprehensif, personal, dan efektif bagi pasien," ucap DR. Andhika.
Berbeda dengan pendekatan konvensional, pendekatan multidisiplin melihat pasien secara menyeluruh, tidak hanya dari sisi penyakitnya, tapi juga kondisi fisik, psikologis, sosial, dan kualitas hidupnya.
“Di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, kami sudah melakukan pendekatan multidisiplin ini. Mengapa pendekatan ini penting, karena pada kanker payudara stadium lanjut penyakit sudah menyebar ke jaringan sekitar atau organ jauh atau metastasis," ungkap DR. Andhika
Artinya, pengobatan tidak lagi hanya berfokus pada tumor di payudara, tapi juga bagaimana mengontrol penyebaran penyakit, mengurangi gejala seperti nyeri atau sesak, mempertahankan fungsi organ, dan menjaga kualitas hidup pasien.
"Pendekatan multidisiplin memungkinkan tim medis menyeimbangkan antara efektivitas terapi dan kenyamanan pasien, serta menyesuaikan terapi bila kondisi berubah,” jelas dr. Andhika.
Pendekatan multidisiplin kini menjadi standar emas dalam perawatan kanker payudara stadium lanjut di berbagai rumah sakit besar di dunia, dan mulai diterapkan juga di Indonesia. Kolaborasi lintas bidang ini memberi harapan baru bahwa pasien tetap dapat hidup dengan kualitas yang baik, meski menghadapi kanker pada tahap lanjut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Di Indonesia ada sekitar 400 ribu kasus baru kanker terdeteksi setiap tahunnya, dengan angka kematian mencapai 240 ribu kasus. Jumlah kasus kanker di Indonesia terus meningkat dan diprediksi melonjak hingga lebih dari 70 persen pada 2050 jika langkah pencegahan dan deteksi dini tidak diperkuat. Tanpa intervensi yang efektif, beban kanker akan semakin besar, baik dari segi kesehatan masyarakat maupun ekonomi.
Dokter Agnes selaku Kepala Departemen Medical Check Up MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, membagikan pengalamannya, kanker payudara sering terdeteksi secara ‘tidak sengaja’ saat pasien menjalani medical check-up.
“Bahkan banyak yang terdeteksi saat sudah stadium lanjut karena tidak ada gejala yang dirasakan pasien. Tentunya, penemuan kanker payudara di stadium lanjut ini bisa dihindari andai saja pasien rutin melakukan SADARI atau pemeriksaan payudara sendiri secara rutin. Atau pasien melakukan mammografi setahun sekali setelah mencapai usia 40 tahun,” jelas dr. Agnes.
Kemudian, dr. Nina I.S.H. Supit, Sp.Rad PRP (K), Kepala Departemen Radiologi MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, menambahkan, mammografi masih menjadi gold standard dalam skrining kanker payudara. Mammografi dapat mendeteksi benjolan tumor kanker payudara di ukuran sangat kecil, sampai 0,2 milimeter dengan alat terbaru.
Tantangan dalam mammografi atau deteksi dini kanker payudara ini, selain akses terhadap mammografi yang masih terbatas, juga ada banyak sekali mitos yang masih dipercaya masyarakat.
"Misalnya mammografi itu sangat menyakitkan, mammografi bisa membuat kanker malah menyebar, dan sebagainya. Namun saat ini sudah ada solusi mammografi yang lebih nyaman dan singkat, tanpa mengorbankan kualitas gambar yaitu Mammomat B.brilliant di MRCCC,” ungkap dr. Nina.
Lebih lanjut dr. Nina memaparkan, konsisten memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa dengan skrining menggunakan USG payudara untuk perempuan usia di bawah 40 tahun dan mammografi mulai usia 40 tahun dapat mencegah kejadian kanker payudara stadium lanjut yang sangat sulit diterapi dan memiliki beban pengobatan tidak murah.
Dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI menjelaskan, kanker payudara tidak hanya menjadi tantangan medis tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Biaya pengobatan yang tinggi, hilangnya produktivitas, serta dampak psikologis bagi pasien dan keluarga.
2.jpg)
Mammografi masih menjadi gold standard dalam skrining kanker payudara. Dok. Siloam Hospitals
“Deteksi dini kanker masih menjadi tantangan. Penyebab kematian pasien kanker payudara sebagian besar karena datang dalam kondisi stadium lanjut, sehingga tingkat keberhasilan pengobatan menurun. Sebagai bagian dari strategi nasional, Kementerian Kesehatan telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Kanker 2024-2034 untuk memperkuat skrining dan deteksi dini,” jelas dr. Siti Nadia Tarmizi.
Saat ini cakupan skrining kanker payudara dengan mammografi di Indonesia masih rendah. Salah satunya karena keterbatasan alat dan tenaga medis. Dari sekitar 3.000 rumah sakit di Indonesia, hanya sekitar 200 rumah sakit yang memiliki alat mammografi.
“Pemerintah berkomitmen untuk tahun 2024 supaya setiap rumah sakit provinsi dilengkapi alat mammografi. Saat ini dari 514 kabupaten/kota, yang memiliki mammografi saat data dikumpulkan masih di bawah 100 kabupaten/kota. Kami mengupayakan untuk meningkatkan sosialisasi Program deteksi dini menggunakan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) dan SADANIS (Pemeriksaan Payudara Klinis), sehingga ini bisa menjadi alternatif penemuan dini kasus kanker payudara,” lanjut dr. Siti.
Perawatan multidisiplin Kanker Payudara stadium lanjut
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Subspesialis Hematologi Onkologi Medik MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, DR. dr. Andhika Rahman, SpPD-KHOM memaparkan bahwa untuk kasus kanker payudara stadium lanjut, saat ini digunakan pendekatan dengan perawatan multidisiplin.
Perawatan multidisiplin ini terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesintasan pasien kanker payudara. Pendekatan multidisiplin meliputi strategi penanganan pasien dengan melibatkan kolaborasi berbagai spesialis medis dan tenaga pendukung.
"Tujuannya adalah memberikan perawatan yang paling komprehensif, personal, dan efektif bagi pasien," ucap DR. Andhika.
Berbeda dengan pendekatan konvensional, pendekatan multidisiplin melihat pasien secara menyeluruh, tidak hanya dari sisi penyakitnya, tapi juga kondisi fisik, psikologis, sosial, dan kualitas hidupnya.
“Di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, kami sudah melakukan pendekatan multidisiplin ini. Mengapa pendekatan ini penting, karena pada kanker payudara stadium lanjut penyakit sudah menyebar ke jaringan sekitar atau organ jauh atau metastasis," ungkap DR. Andhika
Artinya, pengobatan tidak lagi hanya berfokus pada tumor di payudara, tapi juga bagaimana mengontrol penyebaran penyakit, mengurangi gejala seperti nyeri atau sesak, mempertahankan fungsi organ, dan menjaga kualitas hidup pasien.
"Pendekatan multidisiplin memungkinkan tim medis menyeimbangkan antara efektivitas terapi dan kenyamanan pasien, serta menyesuaikan terapi bila kondisi berubah,” jelas dr. Andhika.
Pendekatan multidisiplin kini menjadi standar emas dalam perawatan kanker payudara stadium lanjut di berbagai rumah sakit besar di dunia, dan mulai diterapkan juga di Indonesia. Kolaborasi lintas bidang ini memberi harapan baru bahwa pasien tetap dapat hidup dengan kualitas yang baik, meski menghadapi kanker pada tahap lanjut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)