FITNESS & HEALTH

Fawning, Strategi Bertahan Hidup Gen Z dari Stres dan Trauma

Mia Vale
Kamis 07 Agustus 2025 / 17:14
Jakarta: Saat ini fawning telah menjadi tren populer di kalangan Generasi Z. Dicetuskan oleh psikoterapis Pete Walker, fawning merupakan bagian dari trio respons trauma klasik, yakni melawan (fight), menghindar (flight), atau diam mematung (freeze). 

Fawning sendiri menjadi bagian keempat yang menjadi modus untuk bertahan hidup, terutama pada mereka yang dibesarkan di lingkungan yang tidak stabil secara emosional. 

Baca juga: Moms Mau Coba? 5 Minuman Ini Dapat Menurunkan Berat Badan Pasca Melahirkan

Hal ini melibatkan keinginan untuk menyenangkan orang lain secara berlebihan, menghindari konflik, dan kebutuhan cemas untuk menenangkan orang lain agar merasa aman. 
 

Respons fawning


"Respons fawning adalah respons bertahan hidup yang dipelajari yang berasal dari trauma hubungan kronis di mana seseorang menjalani peran menekan kebutuhan, terlalu mengakomodasi orang lain, dan menenangkan potensi ancaman sebagai cara bertahan hidup," tegas Dr. Shorouq Motwani, Psikiater, Rumah Sakit Lilavati, kepada NDTV. 

Sekali lagi, fawning berarti memprioritaskan kebutuhan dan perasaan orang lain di atas kebutuhan dan perasaan sendiri. 
 

Penyebab fawning



(Fawning sering kali merupakan respons terhadap pengalaman traumatis atau lingkungan yang tidak aman. Fawning juga bisa dilakukan untuk menghindari konflik atau hukuman. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)

Fawning sering kali berkembang di masa kanak-kanak sebagai cara untuk mengatasi situasi yang mengancam atau traumatis, terutama di lingkungan yang tidak stabil secara emosional. 

Orang yang fawning cenderung sangat waspada terhadap suasana hati dan reaksi orang lain, terus-menerus menyesuaikan perilaku mereka untuk menghindari potensi konflik atau ketidaksetujuan. 

Mereka mungkin kesulitan menetapkan batasan, mengekspresikan kebutuhan mereka sendiri, dan membela diri. Dikatakan oleh Dr. Motwani, respons fawning diperkuat dalam sistem melalui paparan kronis terhadap kekuasaan, kendali, ketidakseimbangan, dan pengabaian; respons ini menjadi adaptif. 

"Seiring waktu, respons yang tidak terkendali ini mengganggu otonomi, penetapan batasan, dan kejernihan emosi, yang bertahan lama setelah trauma berakhir," ujarnya.
 

Populer di kalangan generasi muda


Respons fawning semakin umum di kalangan gen Z karena literasi kesehatan mental yang lebih baik, pengalaman trauma relasional, dan perilaku mencari validasi yang dinormalisasi oleh media sosial. 

Dahkan Dr Motwani mengungkapkan bahwa dalam lingkungan yang kompetitif dan tidak valid secara emosional, penenangan sering kali bertindak sebagai mekanisme koping yang terkondisi. 

"Sering kali disalahartikan atau dinilai sebagai sikap menyenangkan dan kedok untuk mengelola situasi sulit sambil tetap memertahankan otonomi dan pengaturan emosi diri," ujarnya.
 

Melepaskan diri dari perilaku fawning 


Mengenali kecenderungan perilaku fawning adalah langkah pertama menuju penyembuhan dan mengembangkan mekanisme koping yang lebih sehat. Terapi, praktik mindfulness, dan penetapan batasan dapat membantu individu mengatasi pola perilaku menjilat. 

Selain itu, membangun welas asih dan kesadaran diri dapat membantu mengembangkan hubungan yang lebih autentik dan rasa diri yang lebih kuat.

Baca juga: 8 Kebiasaan Gaya Hidup Ini Bisa Kurangi Kemampuan Kognitif

Meskipun adaptif dalam jangka pendek dan bermanfaat untuk bertahan hidup, respons trauma perilaku fawning mengganggu perkembangan identitas, membatasi pembentukan batasan, dan meningkatkan kerentanan terhadap dinamika ketergantungan, disregulasi emosi, serta trauma atau bahaya dalam hubungan. Oleh karena itu, melepaskan diri dari perilaku ini menjadi penting. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)

MOST SEARCH