Jakarta: Inflammatory Bowel Disease atau (IBD) merupakan sekelompok penyakit autoimun yang ditandai dengan peradangan pada usus kecil dan besar, di mana elemen sistem pencernaan diserang oleh sistem kekebalan tubuh sendiri. IBD merupakan penyakit inflamasi yang memiliki penyebab multifaktorial.
Kepedulian terhadap IBD di dunia termasuk di Indonesia sampai saat ini masih sangat rendah dan gejalanya sering terabaikan, karena mirip dengan gejala diare biasa. Pasien dengan IBD memiliki angka mortalitas 17.1 per 1000 orang per tahun, dibandingkan dengan kelompok kontrol 12.3 per 1000 orang per tahun.
IBD terbagi menjadi 3 tipe, yaitu Ulcerative Colitis (UC) dan Crohn’s Disease (CD). Kini terdapat juga tipe yang lain dari IBD, yaitu Colitis Indeterminate (Unclassified).
Diagnosis IBD dibuat berdasarkan keluhan pasien seperti nyeri perut berulang, perubahan pola buang air besar, buang air besar berdarah, serta penurunan berat badan, ditambah dengan pemeriksaan fisik dan penunjang.
"Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan di antaranya adalah pemeriksaan feses, darah, radiologi (CT scan dan MRI abdomen sesuai indikasi), dan endoskopi saluran cerna. Pasien yang sudah didiagnosis penyakit radang usus akan kemudian dinilai tingkat keparahan penyakitnya menggunakan sistem skoring,” jelas Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, SpPD, KGEH, FACG, FINASIM, Dokter Spesialis Penyakit Dalam & Konsultan Gastroenterologi Hepatologi RS Abdi Waluyo.
Tatalaksana penyakit IBD umumnya menggunakan terapi obat (tablet dan injeksi), namun pada beberapa keadaan diperlukan tindakan operasi/pembedahan atau bahkan dilakukan tatalaksana dengan kombinasi obat-obatan dan pembedahan. Beberapa jenis vaksinasi direkomendasikan juga bagi pasien IBD sebagai bentuk pencegahan infeksi.
"IBD yang kronis mungkin memerlukan pembedahan untuk mengangkat bagian saluran pencernaan yang rusak, tetapi dengan adanya kemajuan dan inovasi dalam pengobatan dengan obat-obatan, tindakan pembedahan sudah jarang dilakukan sejak beberapa tahun belakangan," jelas Prof. Marcellus.
Prof. Marcel juga menjelaskan, penanganan pasien IBD memerlukan kerjasama multidisiplin karena
manifestasinya dapat multiorgan. Menurut dr. Roswin R.D., MARS, Chief Executive Officer RS Abdi Waluyo mengatakan, pihaknya berkomitmen terhadap kesehatan pasien dengan meningkatkan kesadaran pasien terkait IBD di Indonesia, menyediakan akses bagi pengobatan IBD serta bermitra dengan asosiasi medis untuk meningkatkan pengetahuan, diagnostik, dan tatalaksana IBD.
"Pada kesempatan yang sama RS Abdi Waluyo juga meluncurkan pelayanan IBD Center yang
diprakarsai oleh Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, SpPD, KGEH, FACG, FINASIM; Prof. dr. Nurul
Akbar, SpPD, KGEH, FINASIM; Dr. dr Juferdy Kurniawan SpPD, KGEH, FINASIM; dr. Amanda Pitarini Utari SpPD, KGEH; Dr. dr. Teguh Wiyadi SpPD, FINASIM; dr. Paulus Simadibrata, SpPD; dengan visi
untuk memberikan pelayanan yang berfokus penegakan diagnosa yang cepat dan tepat serta terapi
yg holistik," jelas dr. Roswin.
IBD center RS Abdi Waluyo memberikan serangkaian layanan terpadu oleh dokter-dokter spesialis dan subspesialis dari berbagai bidang, di antaranya pelayanan spesialisasi gastroenterologi, bedah digestif, nutrisi, perawatan psikososial, dan pelayanan lainnya.
Pelayanan holistik yang dihadirkan diantaranya: konsultasi awal, penilaian profil risiko dan potensi komplikasi pada perjalanan penyakit IBD, penilaian pola makan oleh dokter spesailis gizi klinik, dukungan psikologis, tinjauan pengobatan terkini, penilaian kesehatan preventif tahunan, serta pemantauan penyakit yang berkelanjutan.
Pemberian layanan pasien secara personal, multidisiplin, dan komprehensif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit radang usus (IBD). Karena kasus IBD seringkali kompleks dan berat, untuk meningkatkan pelayanan pasien IBD, RS Abdi Waluyo bekerja sama dengan University of Chicago, melalui diskusi kasus sulit, kerja sama simposium dan sesi mini lecture. Kerjasama ini sudah dirintis sejak tahun 2023 dan tetap berlanjut hingga saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Kepedulian terhadap IBD di dunia termasuk di Indonesia sampai saat ini masih sangat rendah dan gejalanya sering terabaikan, karena mirip dengan gejala diare biasa. Pasien dengan IBD memiliki angka mortalitas 17.1 per 1000 orang per tahun, dibandingkan dengan kelompok kontrol 12.3 per 1000 orang per tahun.
IBD terbagi menjadi 3 tipe, yaitu Ulcerative Colitis (UC) dan Crohn’s Disease (CD). Kini terdapat juga tipe yang lain dari IBD, yaitu Colitis Indeterminate (Unclassified).
Diagnosis IBD dibuat berdasarkan keluhan pasien seperti nyeri perut berulang, perubahan pola buang air besar, buang air besar berdarah, serta penurunan berat badan, ditambah dengan pemeriksaan fisik dan penunjang.
"Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan di antaranya adalah pemeriksaan feses, darah, radiologi (CT scan dan MRI abdomen sesuai indikasi), dan endoskopi saluran cerna. Pasien yang sudah didiagnosis penyakit radang usus akan kemudian dinilai tingkat keparahan penyakitnya menggunakan sistem skoring,” jelas Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, SpPD, KGEH, FACG, FINASIM, Dokter Spesialis Penyakit Dalam & Konsultan Gastroenterologi Hepatologi RS Abdi Waluyo.
Tatalaksana penyakit IBD umumnya menggunakan terapi obat (tablet dan injeksi), namun pada beberapa keadaan diperlukan tindakan operasi/pembedahan atau bahkan dilakukan tatalaksana dengan kombinasi obat-obatan dan pembedahan. Beberapa jenis vaksinasi direkomendasikan juga bagi pasien IBD sebagai bentuk pencegahan infeksi.
"IBD yang kronis mungkin memerlukan pembedahan untuk mengangkat bagian saluran pencernaan yang rusak, tetapi dengan adanya kemajuan dan inovasi dalam pengobatan dengan obat-obatan, tindakan pembedahan sudah jarang dilakukan sejak beberapa tahun belakangan," jelas Prof. Marcellus.
Prof. Marcel juga menjelaskan, penanganan pasien IBD memerlukan kerjasama multidisiplin karena
manifestasinya dapat multiorgan. Menurut dr. Roswin R.D., MARS, Chief Executive Officer RS Abdi Waluyo mengatakan, pihaknya berkomitmen terhadap kesehatan pasien dengan meningkatkan kesadaran pasien terkait IBD di Indonesia, menyediakan akses bagi pengobatan IBD serta bermitra dengan asosiasi medis untuk meningkatkan pengetahuan, diagnostik, dan tatalaksana IBD.
"Pada kesempatan yang sama RS Abdi Waluyo juga meluncurkan pelayanan IBD Center yang
diprakarsai oleh Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, SpPD, KGEH, FACG, FINASIM; Prof. dr. Nurul
Akbar, SpPD, KGEH, FINASIM; Dr. dr Juferdy Kurniawan SpPD, KGEH, FINASIM; dr. Amanda Pitarini Utari SpPD, KGEH; Dr. dr. Teguh Wiyadi SpPD, FINASIM; dr. Paulus Simadibrata, SpPD; dengan visi
untuk memberikan pelayanan yang berfokus penegakan diagnosa yang cepat dan tepat serta terapi
yg holistik," jelas dr. Roswin.
IBD center RS Abdi Waluyo memberikan serangkaian layanan terpadu oleh dokter-dokter spesialis dan subspesialis dari berbagai bidang, di antaranya pelayanan spesialisasi gastroenterologi, bedah digestif, nutrisi, perawatan psikososial, dan pelayanan lainnya.
Pelayanan holistik yang dihadirkan diantaranya: konsultasi awal, penilaian profil risiko dan potensi komplikasi pada perjalanan penyakit IBD, penilaian pola makan oleh dokter spesailis gizi klinik, dukungan psikologis, tinjauan pengobatan terkini, penilaian kesehatan preventif tahunan, serta pemantauan penyakit yang berkelanjutan.
Pemberian layanan pasien secara personal, multidisiplin, dan komprehensif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit radang usus (IBD). Karena kasus IBD seringkali kompleks dan berat, untuk meningkatkan pelayanan pasien IBD, RS Abdi Waluyo bekerja sama dengan University of Chicago, melalui diskusi kasus sulit, kerja sama simposium dan sesi mini lecture. Kerjasama ini sudah dirintis sejak tahun 2023 dan tetap berlanjut hingga saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)