FITNESS & HEALTH

Mengenal Inflammatory Bowel Disease (IBD): Penyakit Radang Usus yang Langka

A. Firdaus
Rabu 10 Desember 2025 / 11:12
Jakarta: IBD atau Inflammatory Bowel Disease adalah penyakit peradangan kronis pada usus yang melibatkan usus besar dan usus halus. Kata 'inflammatory' berarti peradangan, dan "bowel" merujuk pada usus.

Penyakit radang usus adalah kondisi ketika usus mengalami radang berulang kali dan IBD tidak sembuh total, tetapi bisa dalam kondisi remisi atau relapse.

“IBD sering dikaitkan dengan risiko kanker usus jika tidak ditangani. Lokasi penyakit dimulai dari kerongkongan, lambung, usus 12 jari, usus halus, hingga usus besar,” ujar Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, MMB, SpPD, K-GEH, FACP, FACG, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterologi Hepatologi dalam acara Kenali IBD Penyakit Radang Usus yang Perlu Diperhatikan di JS Luwansa Hotel, Selasa (9/12/25).
 
Prof. Ari menekankan bahwa IBD memerlukan pengobatan jangka panjang. Berbeda dengan penyakit seperti demam tifus yang bisa sembuh sepenuhnya.
 

Jenis-jenis IBD


Ulcerative colitis memengaruhi usus besar dengan luka seperti sariawan yang terus menerus, mulai dari rektum hingga ke atas.

Sementara itu, penyakit Crohn bisa menyerang bagian-bagian usus secara tidak merata (segmental), termasuk usus halus, dan bahkan bisa mencapai mulut atau anus. Di Indonesia, ulcerative colitis lebih umum daripada Crohn.

Prof. Ari memberikan contoh kasus di mana pasien awalnya didiagnosis sebagai usus buntu atau TBC usus, sebelum pemeriksaan patologi anatomi (PA) mengungkap IBD.

Perbedaan ini penting karena Crohn bisa menyebabkan sumbatan usus, seperti yang ditunjukkan dalam gambar kolonoskopi dengan luka, tukak, dan pseudopolip.


Diskusi Kenali IBD Penyakit Radang Usus yang Perlu Diperhatikan di JS Luwansa Hotel. Dok. Secillia/Medcom

Penyebab dan Faktor Risiko IBD


Penyebab IBD belum sepenuhnya diketahui, namun multifaktor. Faktor genetik berperan seperti riwayat keluarga, meski tidak semua anak orang tua penderita IBD akan terkena.

Gangguan mikrobiota usus (keseimbangan bakteri baik dan jahat) akibat makanan pengawet, antibiotik berlebihan, atau kurang serat dapat memicu disbiosis. Rokok, makanan olahan tinggi gula, dan lingkungan terlalu steril sejak kecil juga berkontribusi.

IBD dianggap sebagai autoimun lokal, di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel usus sendiri, berbeda dengan autoimun sistemik seperti lupus. Faktor psikologis seperti stres bukan penyebab utama, tapi bisa memicu kambuh, misalnya saat pensiun atau beban kerja berat.
 

Gejala IBD yang perlu diwaspadai


Gejala IBD bervariasi, mulai dari yang umum hingga kurang umum. Yang sering terjadi adalah mulas, kram perut, diare berkepanjangan, dan darah dalam tinja yang menyebabkan anemia, lemas, serta penurunan berat badan.

Pasien juga bisa mengalami demam, nyeri sendi, atau ruam kulit sebagai gejala ekstra usus. Gejala ini muncul karena peradangan mengganggu fungsi usus, membuat pencernaan sulit dan nutrisi berkurang.
 

Diagnosis dan deteksi dini IBD


Diagnosis IBD dimulai dari riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Tes lab seperti darah lengkap, CRP, ESR, dan fecal calprotectin menunjukkan peradangan. Pemeriksaan utama adalah endoskopi (kolonoskopi) dengan biopsi untuk melihat luka langsung, serta CT scan untuk menilai kedalaman lesi.

Diagnosis melibatkan klinis, endoskopi, histologi, dan radiologi, sambil mempertimbangkan infeksi lain seperti TBC usus. Deteksi dini krusial karena pengobatan awal lebih mudah dan mencegah komplikasi seperti kanker. Prof. Ari menekankan bahwa banyak kasus terlambat didiagnosis karena dokter kurang memikirkan IBD.
 

Pengobatan dan manajemen IBD


Pengobatan IBD bertujuan menekan peradangan, menghilangkan gejala, mencegah komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup. Nutrisi sangat penting, seperti makanan cair atau nutrisi enteral jika pasien sulit makan dan antibiotik diberikan jika ada infeksi.

Obat simptomatik seperti anti-diare, anti-nyeri, atau penurun demam digunakan sesuai gejala. Pengobatan definitif meliputi aminosalicylates, kortikosteroid, imunomodulator, dan terapi biologis seperti inhibitor TNF-alfa (contoh: infliximab) atau penghambat integrin.

Terapi biologis mahal dan digunakan untuk kasus berat dengan tujuan penyembuhan mukosa yang dipantau melalui endoskopi ulang setiap 6 bulan. 

Secillia Nur Hafifah

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)

MOST SEARCH