FITNESS & HEALTH
Cara Menghindari Interaksi Obat yang Merugikan
Raka Lestari
Selasa 13 Juli 2021 / 11:00
Jakarta: Interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain ketika digunakan secara bersamaan. Hal ini bisa memberikan efek yang berbeda-beda pada individu. Baik itu efek yang menguntungkan atau pun merugikan.
"Contohnya hipertensi. Pada kondisi hipertensi yang tidak terkontrol dengan obat tunggal, dapat ditambahkan obat antihipertensi yang lain, bahkan bisa kombinasi 2 atau 3 obat antihipertensi," ujar Prof Zullies Ikawati, PhD, Apt - Guru Besar Farmasi UGM.
Dalam hal ini, obat tersebut dapat dikatakan berinteraksi, tetapi interaksi ini adalah interaksi yang menguntungkan, karena bersifat sinergis dalam menurunkan tekanan darah. Memang tetap harus diperhatikan terkait dengan risiko efek samping, karena semakin banyak obat tentu risikonya bisa meningkat.
"Kadang kala dalam terapi tidak bisa dihindarkan untuk menggunakan kombinasi obat, bahkan bisa lebih dari 5 macam obat. Untuk itu, perlu dipilih obat yang paling kecil risiko interaksinya. Faktanya, tidak semua obat yang digunakan bersama itu menyebabkan interaksi yang signifikan secara klinis. Yang artinya aman-aman saja untuk dikombinasikan atau digunakan bersama," jelas Prof Zullies.

(Kadang kala dalam terapi tidak bisa dihindarkan untuk menggunakan kombinasi obat, bahkan bisa lebih dari 5 macam obat. Untuk itu, perlu dipilih obat yang paling kecil risiko interaksinya. Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)
Pada dasarnya, interaksi obat dapat dihindarkan dengan memahami mekanisme interaksinya. Mekanisme interaksi obat itu sendiri bisa melibatkan aspek farmakokinetik (mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain), atau farmakodinamik (ikatan dengan reseptor atau target aksinya).
"Untuk obat yang interaksinya terjadi jika mereka bertemu secara fisik, seperti obat antibiotika golongan kuinolon dengan calcium yang membentuk ikatan kelat misalnya, maka pemberian dengan jeda waktu yang lebar dapat menghindarkan interaksinya," tambah Prof Zullies.
Tetapi, jika mekanismenya adalah memengaruhi metabolisme obat sehingga menyebabkan kadar obat lain meningkat atau berkurang, maka cara mengatasinya adalah dengan penyesuaian dosis obat, karena hanya memberi jeda waktu pemberian tidak akan mengurangi dampak interaksinya.

(Dampak interaksi obat tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual,Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)
Jika pemberian jeda pemberian dan penyesuaian dosis tidak dapat mencegah dampak interaksi, maka cara lain menghindari interaksi obat adalah dengan mengganti obat yang berinteraksi dengan obat lain yang kegunaannya sama, tetapi kurang berinteraksi.
"Sekali lagi, dampak interaksi obat tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual, sehingga cara mengatasinya pun berbeda-beda pada setiap kasus," tutup Prof Zullies.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(yyy)
"Contohnya hipertensi. Pada kondisi hipertensi yang tidak terkontrol dengan obat tunggal, dapat ditambahkan obat antihipertensi yang lain, bahkan bisa kombinasi 2 atau 3 obat antihipertensi," ujar Prof Zullies Ikawati, PhD, Apt - Guru Besar Farmasi UGM.
Dalam hal ini, obat tersebut dapat dikatakan berinteraksi, tetapi interaksi ini adalah interaksi yang menguntungkan, karena bersifat sinergis dalam menurunkan tekanan darah. Memang tetap harus diperhatikan terkait dengan risiko efek samping, karena semakin banyak obat tentu risikonya bisa meningkat.
"Kadang kala dalam terapi tidak bisa dihindarkan untuk menggunakan kombinasi obat, bahkan bisa lebih dari 5 macam obat. Untuk itu, perlu dipilih obat yang paling kecil risiko interaksinya. Faktanya, tidak semua obat yang digunakan bersama itu menyebabkan interaksi yang signifikan secara klinis. Yang artinya aman-aman saja untuk dikombinasikan atau digunakan bersama," jelas Prof Zullies.

(Kadang kala dalam terapi tidak bisa dihindarkan untuk menggunakan kombinasi obat, bahkan bisa lebih dari 5 macam obat. Untuk itu, perlu dipilih obat yang paling kecil risiko interaksinya. Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)
Pada dasarnya, interaksi obat dapat dihindarkan dengan memahami mekanisme interaksinya. Mekanisme interaksi obat itu sendiri bisa melibatkan aspek farmakokinetik (mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain), atau farmakodinamik (ikatan dengan reseptor atau target aksinya).
"Untuk obat yang interaksinya terjadi jika mereka bertemu secara fisik, seperti obat antibiotika golongan kuinolon dengan calcium yang membentuk ikatan kelat misalnya, maka pemberian dengan jeda waktu yang lebar dapat menghindarkan interaksinya," tambah Prof Zullies.
Tetapi, jika mekanismenya adalah memengaruhi metabolisme obat sehingga menyebabkan kadar obat lain meningkat atau berkurang, maka cara mengatasinya adalah dengan penyesuaian dosis obat, karena hanya memberi jeda waktu pemberian tidak akan mengurangi dampak interaksinya.

(Dampak interaksi obat tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual,Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)
Jika pemberian jeda pemberian dan penyesuaian dosis tidak dapat mencegah dampak interaksi, maka cara lain menghindari interaksi obat adalah dengan mengganti obat yang berinteraksi dengan obat lain yang kegunaannya sama, tetapi kurang berinteraksi.
"Sekali lagi, dampak interaksi obat tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual, sehingga cara mengatasinya pun berbeda-beda pada setiap kasus," tutup Prof Zullies.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(yyy)