FITNESS & HEALTH
Meski Sulit Sembuh, Batuk Rejan Bisa Dicegah dengan Vaksinasi
Mia Vale
Kamis 29 Agustus 2024 / 08:07
Jakarta: Batuk rejan yang juga dikenal sebagai pertusis merupakan infeksi bakteri yang menyerang saluran pernapasan, utamanya hidung dan tenggorokan. Hal inilah yang menyebabkan batuk parah berkepanjangan di mana berakhir dengan suara rejan.
Penyakit ini mudah menyebar, apalagi bagi anak-anak yang belum divaksin DTaP (difteri, tetanus, dan pertusis) untuk bayi dan anak-anak serta Tdap (tetanus, difteri, dan pertusis) untuk anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa. Memang, batuk rejan bisa menyerang siapa saja, namun umumnya terjadi pada bayi, anak-anak, dan anak yang lebih besar.
Bayi berusia kurang dari dua bulan, yang masih terlalu muda untuk menerima vaksin, merupakan kelompok yang paling berisiko. Batuk rejan lebih ringan pada orang dewasa dan dapat terjadi pada mereka yang daya tahan tubuhnya melemah.
Batuk dalam waktu lama menyebabkan kamu harus menghirup udara yang hilang. Jika menderita batuk rejan, biasanya kamu akan terengah-engah setelah batuk, yang dapat menimbulkan suara rejan. Nah, bagaimana gejala batuk rejan, pengobatan, dan pencegahan yang bisa kamu lakukan?
Gejala batuk rejan dilansir Alodokter umumnya baru muncul 5–10 hari setelah seseorang terpapar bakteri Bordetella pertussis di saluran pernapasan. Berdasarkan tahapannya, batuk rejan memiliki gejala.
Pada tahap awal, gejala batuk rejan berlangsung selama 1–2 minggu dan biasanya serupa dengan gejala batuk pilek. Penderita bisa mengalami keluhan berupa batuk ringan, bersin-bersin, pilek atau hidung tersumbat, mata merah dan berair, serta demam ringan.
.jpg)
(Vaksinasi batuk rejan untuk orang dewasa menggunakan vaksin Tdap, yang harus diulang setiap 10 tahun sekali. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)
Setelah tahap awal, penderita batuk rejan mengalami gejala tahap lanjut yang berlangsung selama 1–6 minggu.
Pada tahap ini, gejala yang dialami bisa makin memburuk dan menimbulkan beragam keluhan, seperti, batuk keras terus-menerus disertai bunyi “whoop” saat menarik napas panjang di antara batuk, wajah tampak memerah atau kebiruan saat batuk, muntah setelah batuk, merasa sangat lelah setelah batuk, sulit mengambil napas.
Selain makin memburuk, durasi batuk rejan pada tahap lanjut bisa berlangsung lebih dari 1 menit. Frekuensinya juga menjadi lebih sering, terutama di malam hari. Dan setelah tahap ini terlewati, masuklah masa tahap pemulihan batuk rejan yang bisa berlangsung selama 2–3 minggu.
Dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, menjelaskan kalau batuk yang dikenal dengan sebutan batuk 100 hari biasanya berlangsung lama. Dan sayangnya, batuk ini tidak bisa diobati.
Apabila penderita diberi antibiotik, itu cuma bisa membunuh kumannya, tapi tidak akan menghilangkan toksinnya. Adapun, pemberian antibiotik itu hanya supaya tidak menular ke mana-mana.
"Dalam bakteri ini ada lima toksin yang bisa menyebabkan saluran napas kita seperti lumpuh oleh toksin yang dikeluarkan bakteri tersebut, sehingga tidak bisa mengeluarkan dahak, kumannya menetap lebih lama, dan produksi dahak lebih banyak, dan terjadi berbulan-bulan," jelas Dr. Anggraini Alam, SpA(K), Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI.
Lebih lanjut dikatakan, bahwa tubuh manusia tidak memiliki antibodi pasif agar toksin penyebab batuknya habis. Kalaupum dokter memberi antibiotik, itu hanya membunuh kumannya agar tidak menular ke mana-mana bukan menghilangkan toksinnya.
Walaupun toksinnya tidak bisa hilang, vaksin dan pencegahan lainnya dapat mengurangi risiko penyebaran infeksi. Vaksin DTaP dikutip dari WebMD dapat membantu melindungi anak dari batuk rejan.
Vaksinnya sudah bisa didapatkan secara gratis di puskesmas, dengan target cakupan sampai 95 persen. Dosis yang dianjurkan hanya 0,5mL untuk bayi, anak, remaja, maupun dewasa.
Adapun, vaksin pertusis bisa diberikan pada bayi saat usia 2, 3, 4 bulan atau 2, 4, 6 bulan bersama dengan vaksin DTP.
Kemudian anak bisa kembali diberikan vaksin booster pertama pada usia 18 bulan dan kedua pada usia 5–7 tahun atau dalam program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) saat anak kelas 1 sekolah dasar (SD). Selanjutnya, vaksin booster dapat diberikan kembali pada usia 10–18 tahun atau dalam program BIAS saat anak kelas 5 SD.
Orang dewasa yang belum pernah mendapatkan vaksin bisa mendapatkannya kapan saja dan harus menerima booster Tdap atau Td setiap 10 tahun atau setelah 5 tahun jika mereka mengalami luka bakar atau luka serius.
Wanita hamil harus mendapatkan booster setiap kehamilan untuk membantu melindungi bayi baru lahirnya. CDC merekomendasikan hal ini pada awal trimester ketiga. Jika kamu mengalami gejala yang mirip dengan pilek, berlangsung lebih dari seminggu, dan disertai batuk, segera periksa ke dokter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)
Penyakit ini mudah menyebar, apalagi bagi anak-anak yang belum divaksin DTaP (difteri, tetanus, dan pertusis) untuk bayi dan anak-anak serta Tdap (tetanus, difteri, dan pertusis) untuk anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa. Memang, batuk rejan bisa menyerang siapa saja, namun umumnya terjadi pada bayi, anak-anak, dan anak yang lebih besar.
Bayi berusia kurang dari dua bulan, yang masih terlalu muda untuk menerima vaksin, merupakan kelompok yang paling berisiko. Batuk rejan lebih ringan pada orang dewasa dan dapat terjadi pada mereka yang daya tahan tubuhnya melemah.
Batuk dalam waktu lama menyebabkan kamu harus menghirup udara yang hilang. Jika menderita batuk rejan, biasanya kamu akan terengah-engah setelah batuk, yang dapat menimbulkan suara rejan. Nah, bagaimana gejala batuk rejan, pengobatan, dan pencegahan yang bisa kamu lakukan?
Gejala mirip batuk-pilek
Gejala batuk rejan dilansir Alodokter umumnya baru muncul 5–10 hari setelah seseorang terpapar bakteri Bordetella pertussis di saluran pernapasan. Berdasarkan tahapannya, batuk rejan memiliki gejala.
Pada tahap awal, gejala batuk rejan berlangsung selama 1–2 minggu dan biasanya serupa dengan gejala batuk pilek. Penderita bisa mengalami keluhan berupa batuk ringan, bersin-bersin, pilek atau hidung tersumbat, mata merah dan berair, serta demam ringan.
.jpg)
(Vaksinasi batuk rejan untuk orang dewasa menggunakan vaksin Tdap, yang harus diulang setiap 10 tahun sekali. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)
Setelah tahap awal, penderita batuk rejan mengalami gejala tahap lanjut yang berlangsung selama 1–6 minggu.
Pada tahap ini, gejala yang dialami bisa makin memburuk dan menimbulkan beragam keluhan, seperti, batuk keras terus-menerus disertai bunyi “whoop” saat menarik napas panjang di antara batuk, wajah tampak memerah atau kebiruan saat batuk, muntah setelah batuk, merasa sangat lelah setelah batuk, sulit mengambil napas.
Selain makin memburuk, durasi batuk rejan pada tahap lanjut bisa berlangsung lebih dari 1 menit. Frekuensinya juga menjadi lebih sering, terutama di malam hari. Dan setelah tahap ini terlewati, masuklah masa tahap pemulihan batuk rejan yang bisa berlangsung selama 2–3 minggu.
Sulit disembuhkan
Dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, menjelaskan kalau batuk yang dikenal dengan sebutan batuk 100 hari biasanya berlangsung lama. Dan sayangnya, batuk ini tidak bisa diobati.
Apabila penderita diberi antibiotik, itu cuma bisa membunuh kumannya, tapi tidak akan menghilangkan toksinnya. Adapun, pemberian antibiotik itu hanya supaya tidak menular ke mana-mana.
"Dalam bakteri ini ada lima toksin yang bisa menyebabkan saluran napas kita seperti lumpuh oleh toksin yang dikeluarkan bakteri tersebut, sehingga tidak bisa mengeluarkan dahak, kumannya menetap lebih lama, dan produksi dahak lebih banyak, dan terjadi berbulan-bulan," jelas Dr. Anggraini Alam, SpA(K), Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI.
Lebih lanjut dikatakan, bahwa tubuh manusia tidak memiliki antibodi pasif agar toksin penyebab batuknya habis. Kalaupum dokter memberi antibiotik, itu hanya membunuh kumannya agar tidak menular ke mana-mana bukan menghilangkan toksinnya.
Pencegahan batuk rejan
Walaupun toksinnya tidak bisa hilang, vaksin dan pencegahan lainnya dapat mengurangi risiko penyebaran infeksi. Vaksin DTaP dikutip dari WebMD dapat membantu melindungi anak dari batuk rejan.
Vaksinnya sudah bisa didapatkan secara gratis di puskesmas, dengan target cakupan sampai 95 persen. Dosis yang dianjurkan hanya 0,5mL untuk bayi, anak, remaja, maupun dewasa.
Adapun, vaksin pertusis bisa diberikan pada bayi saat usia 2, 3, 4 bulan atau 2, 4, 6 bulan bersama dengan vaksin DTP.
Kemudian anak bisa kembali diberikan vaksin booster pertama pada usia 18 bulan dan kedua pada usia 5–7 tahun atau dalam program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) saat anak kelas 1 sekolah dasar (SD). Selanjutnya, vaksin booster dapat diberikan kembali pada usia 10–18 tahun atau dalam program BIAS saat anak kelas 5 SD.
Orang dewasa yang belum pernah mendapatkan vaksin bisa mendapatkannya kapan saja dan harus menerima booster Tdap atau Td setiap 10 tahun atau setelah 5 tahun jika mereka mengalami luka bakar atau luka serius.
Wanita hamil harus mendapatkan booster setiap kehamilan untuk membantu melindungi bayi baru lahirnya. CDC merekomendasikan hal ini pada awal trimester ketiga. Jika kamu mengalami gejala yang mirip dengan pilek, berlangsung lebih dari seminggu, dan disertai batuk, segera periksa ke dokter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)