FITNESS & HEALTH

Rencana BPOM Revisi Pelabelan BPA Air Kemasan Dianggap akan Membuka Kotak Pandora

Medcom
Sabtu 03 September 2022 / 09:22
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan berencana merevisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, khususnya pelabelan Biosphenol-A (BPA) pada Air Kemasan Galon. Menurut Rachmat Hidayat, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (ASPADIN) upaya itu dianggap hanya akan membuka kotak pandora.

Nantinya, kotak pandora itu, menurut Rachmat, hanya bisa menimbulkan efek yang sulit dikendalikan. Dalam artian, akan ada pelabelan bebas kandungan logam berat, pelabelan cemaran kimia, cemaran mikroba, itu kotak pandora.

"Nantinya bakal ada ribuan pelabelan untuk ribuan makanan kemasan di Indonesia,” kata Rachmat bincang-bincang bertema Polemik Revisi Label BPA: Manfaat VS Mudharat yang digelar secara daring.

Dalam kesempatan tersebut Rachmat juga menegaskan, sejatinya pemerintah dan lembaga terkait termasuk BPOM telah memberikan keputusan yang menyebut bahwa air minum dalam kemasan dengan bahan polikarbonat telah aman dikonsumsi masyarakat.

Pada 2020, lanjut Rachmat, BPOM juga menggelar penelitian selama lima tahun terkait batas migrasi pada galon PET maupun polikarbonat. Dalam penelitian itu dinyatakan masih di bawah batas aman.

“BPOM meneliti ratusan jenis kandungan kimia dalam ratusan jenis kemasan. BPA hanya salah satu kandungan dari ratusan kemasan itu. BPOM menemukan bahwa semua berada di bawah ambang batas 0,01 bagian per juta. Artinya 1/60 dari batas aman (0,6 bpj),” tegas Rachmat.

Untuk itu Rachmat kembali mempertanyakan keputusan BPOM untuk menerbitkan revisi atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, yang akan mewajibkan label BPA pada kemasan galon guna ulang berbahan polikarbonat.

Sementara itu, Dr. Nugraha Edhi Suyatma, Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center Institut Pertanian Bogor (IPB) mengemukakan, ia kurang sependapat dengan sisipan pasal 61 a dan b dalam revisi Peraturan BPOM No.18 tahun 2018. Menurutnya dikhawatirkan akan menimbulkan mispersepsi pada konsumen, seolah kemasan plastik lain di luar polikarbonat terkesan aman.

“Padahal  BPA ada dimana-mana tidak hanya di polikarbonat, ada di kemasan kaleng, bahkan di botol bayi, itu juga harus dilabeli semua,” ujar Dr. Nugraha.

Berdasarkan sebuah penelitian, kata Dr. Nugraha, kandungan BPA justru terbanyak ada pada kemasan makanan kaleng, dengan hampir 90% bahan enamel pada kaleng merupakan hasil polesan epoksi yang bahan bakunya adalah BPA. Upaya menetapkan aturan label BPA menurutnya seperti membuat persepsi bahwa kemasan dengan label BPA free sudah aman.

“Padahal belum tentu. Karena dari PET juga memiliki risiko dari kandungan yang lain, seperti dari kandungan acetaldehyde lalu etilen glikol, dan dietilen glikol,” paparnya. Acetaldehyde sendiri telah diakui mengandung unsur karsinogenik (pemicu kanker).

Dr. Nugraha pun menyampaikan kekhawatirannya jika rencana pelabelan ini tetap dilanjutkan, akan muncul praduga dari masyarakat bahwa BPOM mendukung salah satu pihak atau salah satu brand.

“Mau tidak mau akan muncul situasi demikian,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH